JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Divisi monitoring pelayanan publik Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut Perguruan Tinggi Negeri (PTN), termasuk di Sumatera Utara menjadi salah satu tempat korupsi pendidikan yang paling banyak mengakibatkan kerugian negara, setelah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Dinas Pendidikan.
“Kasus korupsi yang terjadi di perguruan tinggi dan Kemendikbud secara kuantitas tidak banyak, namun sekali terjadi korupsi mengakibatkan kerugian negara yang banyak,” ujar peneliti ICW Siti Juliantari, saat dihubungi koran ini di Jakarta, Rabu (2/7).
Menurutnya, dari 30 kasus dugaan korupsi di PTN di Indonesia periode 2003-2013, negara terindikasi mengalami kerugian hingga Rp217,1 miliar. Namun sayang, saat ditanya berapa dari jumlah tersebut yang terjadi di Universitas Sumatera Utara, Siti belum dapat membeber data lebih jauh.
Ia hanya menyebut jika di banding kasus korupsi yang terjadi di Dinas Pendidikan seluruh Indonesia, jumlahnya memang jauh lebih sedikit. Karena di Dinas Pendidikan jumlahnya mencapai hingga 151 kasus. Namun indikasi kerugian negara yang ditimbulkan hanya Rp365,5 miliar.
“Untuk jumlah kasus per-perguruan tinggi negeri saya punya data mentahnya. Kebetulan datanya ada di kantor mas, tapi sekarang saya lagi berada di luar kantor,” katanya. Meski belum dapat merinci berapa kasus dugaan korupsi di USU, Siti membeber temuan bahwa Provinsi Sumatera Utara berada di urutan ketiga terbesar yang paling banyak terjadi korupsi pendidikan, setelah Jawa Barat dan Jawa Timur.
“Provinsi Jawa Barat adalah provinsi yang paling banyak terjadi korupsi pendidikan yaitu 33 kasus. Namun kerugian negaranya tidak terbanyak, yaitu Rp22,7 miliar. Demikian juga dengan Jawa Tengah, Sumut dan Jatim. Kerugian negara dalam korupsi pendidikan justru ditempati oleh Banten dengan total kerugian sebesar Rp209,0 miliar,” katanya.
Ia kemudian merinci, di Jawa Tengah diduga telah terjadi 33 kasus korupsi pendidikan dengan indikasi kerugian negara Rp70,2 miliar. Kemudian Jawa Timur 24 kasus dengan indikasi kerugian Rp23,1 miliar, Sumut 24 kasus dengan indikasi kerugian Rp15,1 miliar dan Sulawesi Selatan 17 kasus dengan indikasi kerugian Rp59,9 miliar. Kemudian Lampung 12 kasus (Rp 13,8 miliar), Sumatera Selatan 11 kasus (Rp 55,5 miliar), DKI Jakarta 10 kasus (Rp 45,9 miliar) dan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam data jumlah kasusnya belum diketahui, namun indikasi kerugian negaranya mencapai Rp 29,8 miliar.
“Tren korupsi pendidikan 2003–2013 berhasil mengumpulkan 296 kasus dengan jumlah tersangka sebanyak 479 orang dan kerugian negara Rp619 miliar. Dari peristiwa ini ICW menyimpulkan pola korupsi pendidikan masih serupa. Modus paling banyak penggelapan dan mark-up,” katanya.
Selain itu ICW juga mensinyalir dugaan korupsi di sektor pendidikan sudah terjadi sejak perencanaan. Ia mencontohkan terkait pengadaan barang di perguruan tinggi yang melibatkan mantan anggota DPR Angelina Sondakh. “ICW merekomendasikan Bareskrim Mabes Polri dan Jampidsus Kejagung harus lebih serius memantau penindakan kasus korupsi pendidikan di daerah, terutama masalah tindak lanjut penanganan kasus korupsi pendidikan,” katanya.
Selain itu juga direkomendasikan agar pengelolaan anggaran pendidikan harus disertai peningkatan pengawasan dan partisipasi publik. Sekolah, Dinas Pendidikan, Kemendikbud, perguruan tinggi negeri dan lembaga lain yang mengelola dana pendidikan, wajib membuka perencanaan dan anggarannya ke masyarakat. “BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) harus lebih aktif melakukan audit terhadap dana-dana pendidikan yang rutin dialokasikan. Sebab audit dapat meningkatkan pengawasan terhadap dana tersebut,” katanya. (gir/deo)