JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kericuhan di tempat pemungutan suara (TPS) di Victoria Park, Hongkong yang berakhir dengan ratusan WNI yang gagal mencoblos terus dikaji. Komisi Pemilihan Umum (KPU) berdalih jika sekitar 100 tenaga kerja Indonesia (TKI) itu datang terlambat di TPS. Di sisi lain, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) justru kecewa mengapa rekomendasi untuk menambah jumlah TPS di Hongkong tidak digubris.”
Ketua Pokja Penyelenggara Pemilu Luar Negeri (PPLN) M Wahid Supriyadi menjelaskan, sesuai dengan informasi dari PPLN Hongkong kronologinya itu sekitar pukul 15.00 antrian sudah mulai sepi. Namun, dua jam kemudian atau sekitar pukul 17.00 datang rombongan WNI yang ingin mencoblos. “Mereka juga tidak terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT),” ujarnya.
Padahal, lanjut dia, victoria park yang merupakan fasilitas publik yang penggunaannya hanya diizinkan hingga pukul 17.00 oleh pemerintah Hongkong. karena itu dengan terpaksa, ratusan WNI itu tidak bisa menyalurkan hak pilihnya. “Kami juga harus patuh dengan aturan di hongkong,” paparnya.
Memang ada tuntutan dari sejumlah pihak agar ratusan WNI itu bisa diberikan hak pilihnya dengan memindah lokasi. tapi, memindah lokasi itu tidak bisa semudah membalikkan tangan. “mau bagaimana lagi,” jelasnya.
namun, yang juga penting, minat WNI di Hongkong ternyata meningkat sekitar 400 persen dengan jumlah sekitar 25 ribu orang. kalau pileg yang lalu hanya 25 persen dari 25 ribu orang itu. “peningkatannya sangat drastis,” ujarnya.”
Jumlah TPS di Hongkong mencapai 13 titik yang semua berada disatu area, yakin victoria park. jika dibandingkan dengan jumlah DPT yang juga sekitar 25 ribu orang, Ketua KPU Husni Kamil Manik menjelaskan, kalau di dalam negeri itu untuk satu TPS standarnya untuk 800 orang, tapi kalau di luar negeri tidak ada standarnya. ” tergantung dari PPLN yang masing-masing,” jelasnya.
menurut dia, yang jelas ada yang perlu diluruskan, ratusan WNI itu tidak akan ditolak jika datangnya tidak “tepat waktu atau tidak terlambat. misalnya, sudah sejak pukul 16.30 ikut mengantri, tentu sampai jam berapapun tetap diperbolehkan nyoblos. hingga antrian habis,” jelasnya.
selain itu yang penting, sebenarnya ada komisioner KPU Sigit Pamungkas yang berada di Hongkong saat itu. Jadwalnya, Sigit baru balik ke Jakarta Senin malam., “saya menunggu laporan dari komisioner itu juga. hingga lebih detil,” paparnya ditemui di lantai 2 kantor KPU.
Sementara itu Komisioner Bawaslu Nelson Simanjuntak menuturkan, pihaknya akan mengkaji secara mendalam terkait masalah ratusan WNI yang kehilangan hak pilihnya. yang paling utama sebenarnya Bawaslu telah merekomendasikan pada KPU untuk menambah jumlah TPS di Hongkong.”
Sejak awal, lanjutnya, Bawaslu menilai jika jumlah TPS tidak sebanding dengan jumlah DPT yang mencapai 25 ribu orang. “saya tidak tahu mengapa tidak ditambah oleh kpu,” jelasnya.
Dengan begitu yang akan dikaji, apakah memang jumlah tps yang kurang mengakibatkan masalah tersebut. apalagi, sebenarnya ketua bawaslu juga berada di Hongkong saat kejadian. “Kami akan menunggu kedatangnnya dan membahasnya,” ujarnya.”
Menurut dia, sebenarnya tidak hanya di luar negeri yang potensial terjadi semacam ini. di dalam negeri juga terdapat masalah yang sama, terutama di Indonesia timur. “Saya juga ke Sulawesi besok untuk memantau,” jelasnya.
bagian lain Ketua Dewan Kehormatan penyelenggara Pemilu Jimly asshiddiqie menuturkan, masalah semacam ini terjadi karena penyelenggara pemilu kurang memahami bahwa konsep pemilu itu melayani voters atau pemilih. baru kemudian peserta pemilu. “harusnya hak pilih jangan sampai hilang,” jelasnya.”
Namun, jika melihat adanya ratusan orang yang datang terlambat bersamaan. maka, ada kemungkinan mereka diorganisir. ,”karena itu perlu hati-hati dalam masalah semacam ini,” ujarnya.”
Rencananya, DKPP bakal menggelar sidang terkait masalah tersebut hari ini (8/7). tim kuasa hukum jokowi melaporkan KPU dan Bawaslu atas ratusan orang WNI yang kehilangan hak pilihnya di Hongkong.
Terpisah, kubu Prabowo-Hatta menganggap bahwa pemilu di Hongkong sudah sesuai dengan prosedur. Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional Prabowo-Hatta, Tantowi Yahya menilai kalau insiden di Hongkong tersebut terkesan ada yang men-setting.”
Berdasar laporan yang diterimanya dari sumber resmi KJRI, dia membeber, kalau saat waktu yang tersedia untuk mencoblos, sejumlah oknum WNI justru hanya terlihat duduk-duduk saja. Mereka baru beranjak ingin melaksanakan hak pilihnya ketika TPS ditutup pada pukul 5 sore waktu setempat. “Seperti di-setting untuk menciptakan kekacauan,” kata Tantowi, saat dihubungi.”
Karena hal itu lah, pihaknya tidak merasa ikut dirugikan atas kejadian tersebut. Menurut dia, kalaupun ada pemilih Prabowo-Hatta yang akhirnya tidak bisa menyalurkan suaranya, maka hal tersebut sudah menjadi konsekuensi yang harus ditanggung. “Kita semua harus mengikuti prosedur, tidak hanya di luar negeri, di sini pun kalau sudah lewat jam 1 siang, ya sudah tidak bisa lagi,” tandasnya.
Berbeda, kubu Jokowi-JK menganggap kalau inisiden di Hongkong berawal dari ketidaksiapan PPLN setempat. Anggota Tim Pemenangan Jokowi-JK Eva Kusuma Sundari menyatakan kalau PPLN yang bertugas seharusnya menyiapkan sejak awal tingginya atensi publik di sana.
“Ketidaksiapan PPLN ini dampaknya luas, pemilih jadi kehilangan hak pilihnya, ini tidak benar,” kata Eva.
Karena itu, dia mendesak, dilaksanakan pemilu ulang di Hongkong. Hal tersebut penting, kata dia, untuk bisa mengakomodir pemilih yang belum bisa memberikan hak pilihnya. “Tidak bisa tidak, harus ada pemilih ulang,” kata politisi perempuan PDIP tersebut.
Terpisah, pihak KJRI Hongkong juga turut memberikan pernyataan terkait kisruh yang terjadi saat Pilpres di vicotoria park hari Minggu kemarin. KJRI mengatakan, pelaksanaan telah dilaksanakan sesuai dengan aturan. “TPS dibuka tepat waktu pada pukul 08.30 hingga 17.00 waktu setempat. Namun saat penutupan tiba-tiba ada sejumlah WNI yang ingin memberikan suaranya,” tutur Konjen RI KJRI Hongkong Chalief Akbar. Akan tetapi, lanjutnya, karena penyelenggaraan yang digelar di ruang publik, maka harus diselesaikan sesuai dengan ijin yang diberikan.
Sementara itu, terkait tudingan tidak siap dalam penyelenggaraan Pilpres kali ini, Chalief mengatakan, PPLN telah melakukan antisipasi pelonjakan pemilih. Pihak PPLN telah membuka tiga jalur masuk agar para WNI tidak melewati antrian panjang. Selain itu, pendataan peserta juga telah menggunakan barcode degan ditunjang oleh 50 komputer untuk verifikasi data.
Dalam kesempatan itu, Chalief juga membantah adanya isu pengarahan dari panitia Pilpres di Hongkong untuk memilih salah satu calon presiden. “Tidak ada, tidak mungkin. Di sana kan ada saksi, tidak benar. Kami mewanti-wanti sejak awal untuk bersikap netral,” tandasnya. (idr/dyn/mia)