Di tengah ribuan mahasiswa baru UGM Tahun Akademis 2014″2015, terdapat mahasiswa yang umurnya masih setingkat anak kelas 2 SMP. Dia adalah Arya”Bagus Kevin, remaja 14 tahun asal Karanganyar, Jawa Tengah.
Ahmad Riyadi-Adi Prasetyawan, Jogja
Penampilan anak baru gede (ABG) itu memang sempat menjadi pusat perhatian dalam upacara penerimaan mahasiswa baru UGM di lapangan Graha Sabha Pramana, Bulaksumur, Senin (18/8). Begitu nama Arya Bagus Kevin disebut pembawa acara sebagai mahasiswa termuda dengan usia 14 tahun, tepuk tangan bergema. Arya pun tampak malu-malu saat menerima ucapan selamat dari teman-teman kuliah maupun dosen-dosennya.
“Senang sih akhirnya jadi mahasiswa UGM. Itu cita-cita saya sejak dulu,” ungkap remaja bongsor dengan wajah imut-imut tersebut.
Meski secara usia terbilang belia, Arya terlihat cukup dewasa. Baik dalam sikap maupun cara menjawab pertanyaan wartawan yang merubungnya. Mahasiswa Jurusan Teknil Sipil, Fakultas Teknik, UGM, itu tidak tampak minder ataupun canggung berada di antara teman-temannya yang sudah dewasa dan umurnya jauh di atasnya.
“Saya sengaja memilih teknik sipil karena pembangunan infrastruktur di Indonesia akan terus ada dan terus berjalan hingga tidak ada batasnya,” kata putra Aris Murtopo, pegawai di Dinas Pekerjaan Umum Karanganyar, Jawa Tengah, itu.
Arya mengaku bangga ditetapkan sebagai mahasiswa termuda di UGM. Dia dinyatakan lolos sebagai mahasiswa UGM tepat berusia 14 tahun, 6 bulan, dan 9 hari. Menurut dia, penetapan dirinya sebagai mahasiswa termuda tidak lepas dari studi yang ditempuhnya sejak SD hingga SMA yang melompat-lompat. Dia mengikuti program akselerasi yang memungkinkan dirinya mempersingkat masa studi.
Arya masuk SDN III Delingan, Karanganyar, saat masih berusia 4 tahun. Umur 10 tahun sudah lulus. Setelah itu, dia melanjutkan ke SMP Negeri 1 Karanganyar dan mengikuti program akselerasi dua tahun. Begitu pula ketika menempuh pendidikan di SMAN 1 Solo, Arya hanya butuh dua tahun untuk menamatkannya. Karena itu, ketika masuk kuliah, usianya masih 14 tahun lebih.
Yang hebat, kendati berasal dari desa yang jauh dari kota, Arya mampu menembus sekolah-sekolah favorit di kotanya. Baik saat masuk SMP maupun SMA. Dia dinyatakan lulus masuk Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, UGM, juga melalui jalur “konvensional”. Yakni, mengikuti ujian tulis seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBM PTN) UGM. Karena itu, penahbisan dirinya sebagai mahasiswa termuda UGM tersebut tidak berdasar pertimbangan nonakademis.
Arya bercerita, saat kelas 1 SD, gurunya sempat meragukan kemampuannya menyerap pelajaran. Si guru tidak yakin Arya mampu mengikuti pelajaran seperti teman-temannya. Karena itu, guru tersebut memberikan kesempatan kepada Arya selama tiga bulan untuk menyesuaikan diri. Di luar dugaan, boro-boro tidak bisa mengikuti pelajaran, Arya justru meraih peringkat pertama di kelasnya.
“Dapat ranking satu di kelas membuat guru saya langsung percaya bahwa saya bisa menyusul teman-teman,” terang remaja bertinggi 173 cm itu.
Lantaran kecerdasannya semakin terlihat, saat kelas 3, Arya disarankan para guru untuk langsung naik ke kelas 5. Namun, orang tuanya berkeberatan. Sebab, saat itu kakak Arya, Aurelia Ayu Pramesthi, masih duduk di kelas 5. Orang tua Arya khawatir, bila sang adik menyalip kakaknya, proses belajar keduanya bisa terpengaruh.
“Saya sebenarnya termotivasi kakak. Pengin mengejar prestasi kakak yang juga sering dapat ranking di kelas,” imbuh Arya.
Arya menyatakan, sebenarnya dirinya tidak termasuk anak genius. Dia hanya tekun belajar rutin setiap hari. “Selain belajar di sekolah, di rumah saya sering diajari bapak dan ibu. Saya juga sering baca buku-buku milik bapak,” terang remaja kelahiran 23 Februari 2000 itu.
Dia menargetkan bisa menyelesaikan kuliah S-1 dalam waktu maksimal tiga tahun. Lalu, melanjutkan S-2 dan bisa menamatkannya dalam usia 20 tahun.
“Mudah-mudahan saya bisa meraih gelar doktor ketika berusia 25 tahun,” tuturnya optimistis.
Disinggung alasan memilih Jurusan Teknik Sipil UGM, Arya menerangkan, dirinya memilih jurusan itu atas rekomendasi orang tua. Sebab, UGM merupakan salah satu perguruan tinggi negeri yang meluluskan banyak tenaga ahli teknik sipil.
“Kebanyakan pejabat di dinas pekerjaan umum adalah alumnus UGM,” ungkap anak asli Dusun Jumok, Desa Delingan, Kecamatan/Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, itu.
Arya berpandangan, Indonesia masih membutuhkan sangat banyak pembangunan infrastruktur. Selama ini pembangunan infrastruktur masih banyak dilakukan di Pulau Jawa, sedangkan di luar Jawa masih minim. Sebagai anak bangsa, dia merasa terpanggil untuk bisa ikut serta dalam pembangunan infrastruktur di berbagai daerah tersebut.
“Sampai kapan pun, lulusan teknik sipil akan dibutuhkan. Sebab, pemerintah akan terus membangun infrastruktur di pulau-pulau di luar Jawa,” tuturnya.
Dia berpesan kepada anak-anak desa agar tidak minder dalam meraih prestasi. Arya membuktikan bahwa sekolah di desa pun dapat mengantarkan menuju kesuksesan.
“Di mana pun kita belajar, kalau serius, pasti mampu berprestasi. Sebab, prestasi didapat bukan dari sekolah, tapi dari pribadi yang mau belajar,” tegasnya. (*/c5/ari)