MEDAN, SUMUTPOS.CO – ‘Bebasnya’ dr Amran Lubis dengan jaminan BKPB Mobil Honda CRV menuai kecaman dari berbagai pihak. Dalam kasus ini polisi diduga telah menerima gratifikasi. Pasalnya, hingga kini dr Amran belum ditahan.
”Dalam masalah hukum, penahanan adalah hak dari pihak kepolisian. Maka apabila dilakukan penangguhan, ada jaminan yang diberikan dalam bentuk barang, dari pihak tersangka kepada kepolisian. Tapi ini tersangkanya belum ditahan, kok sudah diberi jaminan. Ada apa ini? Jangan sempat nanti masyarakat menuding ini sebagai bentuk gratifikasi,” kata Direktur LBH Medan, Surya Adinata, kemarin.
Menurutnya, barang yang menjadi jaminan akan dilakukan untuk pengejaran pada tersangka yang mencoba melarikan diri. Karena itu, barang tersebut akan dijual untuk biaya pengejaran. “Tapi ini aneh. Kenapa bisa ada jaminan sementara belum ada ditahan?” ungkapnya.
Atas hal tersebut, Surya menilai pihak Polresta Medan terkesan kurang serius dalam menangani kasus tersebut. Padahal, kasus tersebut merupakan kasus korupsi perdana yang ditangani Polresta Medan.
“Seharusnya, mereka itu menunjukkan taringnya. Soalnya ini kasus perdana mereka. Kenapa malah terkesan tidak serius menanganinya. Ada apa ini,” pungkasnya.
Terpisah, jaminan BPKB mobil CRV dr Amran ini juga dinilai sebagai sesuatu yang tak etis dan tak wajar. Hal tersebut dikatakan Ketua LBH Cicak Buaya Bernad Simare-mare, SH ketika dihubungi kru koran, Minggu (21/9) malam.
Dikatakan praktisi hukum ini, jaminan BPKB mobil guna ‘penundaan’ penahanan merupakan tindakan tak wajar. Pasalnya, setiap pelaku kriminal dalam hal ini terlibat kasus korupsi yang telah ditetapkan sebagai tersangka, harusnya langsung ditahan oleh penyidik dan kemudian diproses untuk diserahkan ke jaksa.
“Tak etis itu, yang namanya tersangka mau kasus apapun ya ditahan. Jika penyidik sudah berani menetapkan seseorang sebagai tersangka, maka secara tak langsung penyidik sudah mengatakan dia ditahan. Tak ada toleransi kepada tersangka, harus ditahan,” kata Bernad.
Masih menurutnya, soal jaminan BPKB dari tersangka kasus korupsi merupakan hal pertama terjadi di Indonesia. “Baru ini pertama di Indonesia, tersangka menjaminkan BPKB mobil supaya tak langsung ditahan. Ini tak benar ini, tidak ada aturan seperti itu. Yang namanya tersangka, ya ditahan bukan ngasih jaminan,” terangnya.
Alasan sakit yang dilayangkan dr Amran Lubis diikuti dengan pemberian jaminan BPKB mobil kepada penyidik menurut Bernad bukanlah menunjukkan sikap profesional penyidik.
Justru penyidik dalam kasus ini perlu dipertanyakan keseriusannya apakah memang benar serius ingin menahan tersangka atau justru ingin mengulur-ulur waktu.
“Mau alasan sakit, kalau sudah tersangka ya ditahan dulu. Kalau benar-benar sakit, polisikan ada RS Polri ya dibantarkan disitu tersangka dan pemeriksaan dilanjutkan. Bukan dengan cara tak menahan karena dijamini dengan BPKB mobil, kalau benar akan kooperatif, kalau tidak mau alasan apalagi,” katanya menambahkan.
Masih menurut Bernad, jika dr Amran Lubis tak kunjung ditahan dengan alasan yang tak logis maka anggapan-anggapan miring akan bermunculan. Maka dari itu, dalam kasus ini penyidik harus bertindak sesuai hukum yang berlaku. (wel/ind/deo)