26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Poldasu vs Tamin Sukardi Ibarat Pandawa vs Bisma

Foto Kombinasi Tamin Sukardi dan Oegroseno.
Foto Kombinasi
Tamin Sukardi dan Oegroseno.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tamin Sukardi, yang dituduh terlibat kasus mafia tanah di Sumatera Utara, memakai kantor pengacara Oegroseno, mantan Kapolda Sumatera Utara, sebagai kuasa hukumnya. Sebagai langkah pertama, Oegro telah melaporkan beberapa perwira Polda Sumut ke Divisi Propam Mabes Polri dengan tudahan melanggar etika dan profesi menyelidiki sengketa tanah yang melibatkan Tamin Sukardi dan seorang pengusa developer ternama di Medan.

“Saya tidak membela Tamin Sukardi. Saya hanya ingin polisi bekerja profesional, bukan membela salah satu pihak yang berperkara. Polisi tidak boleh sebagai juru bicara orang yang berpekara,” tutur Oegro, kemarin.

Atas keterlibatan Oegroseno membela Tamin Sukardi, pihak Ditreskrimum Poldasu menyebutnya ibarat cerita pewayangan Mahabrata. Yaitu, Pandawa melawan Bisma yang sudah dianggap petuah, bijaksana dan adil.

“Sekarang keadaannya seperti itu (cerita Mahabrata), kita sudah bekerja dengan susah payah. Eh… orang yang kita anggap seperti Bisma (mantan Kapoldasu Komjen (Purn) Oegroseno) justru berdiri di pihak Tamin Sukardi. Namun saya berpesan pada penyidik agar tetap semangat dan bekerja sesuai fungsinya,” tegas Direktur Krimum Poldasu, Kombes Dedi Irianto, didampingi Kasubdit II Harda/Tahbang AKBP Yusuf Sapruddin dan Kabid Humas Poldasu, AKBP Helfi Assegaf, Senin (28/9).

Cibiran Kombes Dedi ini berangkat dari pembelaan yang diberikan Oegreseno terkait kasus tanah yang sedang didalami Subdit II Harda/Tahbang Poldasu. “Bapak (Kombes Dedi) bilang seperti itu, mengapa kasus yang sedang kami kerjakan malah dikomentari oleh beliau? Apalagi beliau mantan Jenderal Polri (mantan Wakapolri-red). Kalaupun beliau membuka kantor hukum, kan bisa pengacara lainnya (anggota) yang memberikan komentar. Jadi kasus ini tidak menjadi opini yang negatif. Di sinilah diibaratkan kisah Mahabrata itu,” terang Yusuf.

Padahal lanjut Yusuf, dalam mendalami kasus ini pihaknya sudah bekerja secara profesional, termasuk menetapkan Tamin Sukardi sebagai saksi atas pengembangan kasus tersangka Gunawan alias Aguan. Tidak ada serta merta dari keterangan lain atau intervensi dari pihak manapun.

“Meskipun berbagai pihak ada mencoba mencampuri kasus ini, namun saya sudah memberikan penjelasan kepada Kapoldasu seperti apa duduk kasusnya, dan kami tetap mendalaminya hingga ada kejelasan dari Kejatisu karena berkas Gunawan masih berada di sana. Sejauh ini, kita masih terus menunggu kedatangan dari Tamin Sukardi sebagai saksi, selama ini dia tidak pernah datang. Dan, rencananya minggu ini akan datang,” ucapnya sembari memperlihatkan beberapa panggilan kepada Tamin Sukardi.

Ditanya apakah pemutasian Dedi terkait dengan kasus ini? Kasubdit II Harda/Tahbang AKBP Yusuf menyangkalnya. Menurut Yusuf hal itu adalah mutasi biasa di kepolisian, dan bukan Dedi saja yang dimutasi sesuai surat perintah Kapolri.

“Jika sprint tunggal kepada bapak (Dedi-red), pastinya mengarah ke sana juga. Tapi ini ’kan serentak. Mungkin mutasinya bapak bertepatan kita sedang menangani kasus ini, sehingga dikaitkan dengan kasus tanah. Rekan-rekan juga terus mengikuti perkembangan kasus tanah ini, dan kita tetap mengerjakan, kalaupun memang kita sudah ‘terima’ uang dari pihak luar, buat apa kita serius untuk menanganinya? Ini ’kan, bisa rekan-rekan lihat, kita terus berupaya untuk mendudukkan kasus ini dan setiap hari kita beritakan keterangan terkait kasus ini. Jadi, tidak ada kita tutup-tutupi. Kalau isu dari luar mengatakan seperti itu, kami tidak akan terpancing, karena kami tetap memajukan kasus ini,” tegasnya.

Diterangkannya Yusuf, Tamin Sukardi disebut ada mengucurkan dana Rp18 miliar untuk menggolkan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama anaknya Tandeanus (tersangka) melalui Gunawan, dengan menggunakan surat palsu Grant Sultan 699 tanggal 18 Sapar 1909 atas nama Imam Ahmad, sebagai alas hak untuk penerbitan Sertifikat SHM No.1869/Kel. Padang Bulan Selayang I atas nama Tandeanus.

Melalui Gunawan, dana itu selanjutnya dibagi Tamin Sukardi kepada beberapa pihak, di antaranya Rp 8 miliar untuk pemilik tanah fiktif bernama Dedi Mulya Kaban, Rp3,1 miliar untuk pembayaran BPHTB ke Dispenda Kota Medan, Rp4,5 miliar untuk pihak BPN Medan saat SHM ditanda tangani dan Rp5 miliar lagi diberikan Tamin Sukardi kepada Gunawan untuk fee menggolkan SHM tersebut.

“Semua keterangan itu adalah sesuai dengan pengakuan Gunawan kepada penyidik,” tegasnya.

Masih kata Yusuf, dalam kasus pemalsuan SHM ini, pihaknya sudah menetapkan 4 orang tersangka masing-masing Gunawan alias Aguan, H. Subagyo (mantan Ka. Kantor BPN Medan), Edison SH ( mantan Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah BPN Medan) serta anak Tamin Sukardi bernama Tandeanus. Masih kata Yusuf, pernyataan Grant Sultan No.699 itu adalah palsu sesuai dengan keterangan Dr. OK Saidin, ahli Grant Sultan Deli.

Saidin menyatakan bahwa objek tanah SHM No.1869 tidak pernah diterbitkan Grant Sultan. Tanah itu adalah tanah konsesi dan Grant Sultan yang digunakan Gunawan itu tidak terdaftar pada buku Grant Sultan. Terhadap objek tanah tersebut, juga sebelumnya telah diterbitkan SHM No. 414,864, 1360 atas nama Tengku Khairul Amar pada taun 1981,1997 dan 2005, atas nama Surung Ginting, Drs. Manahara Siahaan dan Amos Dayan Ginting.

“Anehnya, pada 2012 lalu, BPN Medan menerbitkan SHM No.1869 atas nama Tandeanus. Padahal tidak dilengkapi dengan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) tahun berjalan dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) untuk penertiban SHM itu tidak terdaftar pada buku register di Dispenda Medan. Sehingga penerbitan SHM No.1869 atas nama Tandeanus tersebut cacat hukum,” papar Yusuf.

Penyelidikan kasus ini adalah berdasarkan LP 900 tahun 2013, dengan pelapor Tengku Khairul Amar. Dan terlapornya adalah pejabat BPN serta Gunawan. Pelapor merasa dirugikan atas terbitnya SHM No.1869 atas nama Tandeanus yang tumpang tindih pada objek tanah yang sudah memiliki SHM atas nama pelapor. “Berkas perkara kasus ini sudah dikirimkan kepada Kejatisu, hingga kini masih menunggu kelengkapan berkas dari ke empat tersangka baru satu yang ditahan, yakni Gunawan,” ujarnya.

Selain memeriksa keempat tersangka, pihaknya juga sudah memanggil beberapa kali Subagyo, Edison dan Sigit Rahmawan dan M, Thoriq (mantan Kepala BPN Medan saat itu) untuk dilakukan konfrontir, namun hingga kini mereka tak kunjung datang. “Kita juga sudah memanggil Tamin Sukardi dalam kapasitas sebagai saksi, yang hingga kini juga tidak pernah datang. Tamin sudah kami panggil dua kali, dan saat panggilan ketiga, Tamin mengkonfirmasi pekan ini akan datang ke Poldasu,” sebutnya.

Soal adanya pernyataan yang menyebut Tamin Sukardi datang ke Poldasu pada (27/8) lalu, menurut Yusuf itu tidak benar sama sekali. “Ada format buku dalam surat panggilan tentang datang atau tidaknya yang dipanggil. Kalau Tamin mengaku datang tapi tidak bertemu penyidik, seharusnya ia mengisi format tersebut itu,”ungkapnya.

Semua keterangan di atas, tegas Yusuf adalah berdasarkan penyidikan bukan atas keterangan pelapor.

Ditanya, apakah pihaknya akan menetapkan Tamin Sukardi sebagai tersnagka dan menahannya? Yusuf belum dapat memastikan dengan dalih semua tergantung dari hasil pemeriksaan. “Keputusan polisi dalam hal ini untuk melakukan penahanan adalah berdasarkan bukti permulaan. Jadi nanti semua akan terjawab setelah Tamin diambil keterangannya,” ujarnya.

Soal adanya Peraturan MA No I Tahun 1956 yang berlandaskan Pasal 81 KUHP, tentang penundaan penuntutan manakala dihadapkan pada perdata atau pidana atau dikenal dengan pertangguhan, menurut Yusuf laporan polisi yang diterima tidak mengkaji keabsahan objek tanah. Siapa yang lebih berhak. ” Yang kami tangani adalah dugaan sertifikat palsu. Objeknya kepada surat. Bukan legalitas siapa yang memiliki tanah tersebut,” ujarnya.

Terhadap Peraturan MA atau Pasal 81 KUHP tersebut, lanjutnya, bisa terjadi absorbsi sudut pandang yang berbeda. Kasus ini ranahnya di penuntutan, bukan di penyidikan. Manakala dihadapkan pada perdata dalam kancah penuntutan, maka didahulukan dulu perdatanya agar jelas. Maka dari itu, kami lakukan penyelidikan kasus ini. Tolong dilihat juga waktu laporan polisi ini dibuat, yakni tahun 2013. Sementara gugatan perdatanya baru muncul beberapa bulan yang lalu.

Adapun yang digembar-gemborkan oleh pihak tertentu, lanjutnya pihaknya sudah memegang putusan pengadilan. Yaitu, antara penggugat dari pemilik dari kelompok Tamin Sukardi yang dibuat adalah PT Bumi Mansyur Permai, yang dimenangkan oleh pihak Tamin Sukardi. Tetapi, objek yang kita sidik adalah SHM 1869,” paparnya.

Lalu apa peran lain Gunawan? Ditanya begitu, Yusuf mengatakan peran Gunawan terungkap saat pihaknya memeriksa pihak BPN yaitu Subagyo dan Edison. “Peran Gunawan sangat central, karena dialah yang melakukan pengurusan dan yang mendistribusikan sejumlah uang baik ke BPN Medan, Dispenda Medan maupun ke pihak lain saat itu. Keterlibatan Tamin Sukardi baru berdasarkan keterangan Gunawan. Karena itulah kami masih memanggilnya sebagai saksi. Alat bukti bisa dikatakan cukup minimal dua alat bukti. Sedang keterangan umum yang didapat, harga tanah itu Rp2 juta/ meter. Bayangkan, kalau seluruhnya ada 21 hektar, kurang lebih total harga tanah itu Rp210 miliar,” tutupnya. (gib/deo)

 

Foto Kombinasi Tamin Sukardi dan Oegroseno.
Foto Kombinasi
Tamin Sukardi dan Oegroseno.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tamin Sukardi, yang dituduh terlibat kasus mafia tanah di Sumatera Utara, memakai kantor pengacara Oegroseno, mantan Kapolda Sumatera Utara, sebagai kuasa hukumnya. Sebagai langkah pertama, Oegro telah melaporkan beberapa perwira Polda Sumut ke Divisi Propam Mabes Polri dengan tudahan melanggar etika dan profesi menyelidiki sengketa tanah yang melibatkan Tamin Sukardi dan seorang pengusa developer ternama di Medan.

“Saya tidak membela Tamin Sukardi. Saya hanya ingin polisi bekerja profesional, bukan membela salah satu pihak yang berperkara. Polisi tidak boleh sebagai juru bicara orang yang berpekara,” tutur Oegro, kemarin.

Atas keterlibatan Oegroseno membela Tamin Sukardi, pihak Ditreskrimum Poldasu menyebutnya ibarat cerita pewayangan Mahabrata. Yaitu, Pandawa melawan Bisma yang sudah dianggap petuah, bijaksana dan adil.

“Sekarang keadaannya seperti itu (cerita Mahabrata), kita sudah bekerja dengan susah payah. Eh… orang yang kita anggap seperti Bisma (mantan Kapoldasu Komjen (Purn) Oegroseno) justru berdiri di pihak Tamin Sukardi. Namun saya berpesan pada penyidik agar tetap semangat dan bekerja sesuai fungsinya,” tegas Direktur Krimum Poldasu, Kombes Dedi Irianto, didampingi Kasubdit II Harda/Tahbang AKBP Yusuf Sapruddin dan Kabid Humas Poldasu, AKBP Helfi Assegaf, Senin (28/9).

Cibiran Kombes Dedi ini berangkat dari pembelaan yang diberikan Oegreseno terkait kasus tanah yang sedang didalami Subdit II Harda/Tahbang Poldasu. “Bapak (Kombes Dedi) bilang seperti itu, mengapa kasus yang sedang kami kerjakan malah dikomentari oleh beliau? Apalagi beliau mantan Jenderal Polri (mantan Wakapolri-red). Kalaupun beliau membuka kantor hukum, kan bisa pengacara lainnya (anggota) yang memberikan komentar. Jadi kasus ini tidak menjadi opini yang negatif. Di sinilah diibaratkan kisah Mahabrata itu,” terang Yusuf.

Padahal lanjut Yusuf, dalam mendalami kasus ini pihaknya sudah bekerja secara profesional, termasuk menetapkan Tamin Sukardi sebagai saksi atas pengembangan kasus tersangka Gunawan alias Aguan. Tidak ada serta merta dari keterangan lain atau intervensi dari pihak manapun.

“Meskipun berbagai pihak ada mencoba mencampuri kasus ini, namun saya sudah memberikan penjelasan kepada Kapoldasu seperti apa duduk kasusnya, dan kami tetap mendalaminya hingga ada kejelasan dari Kejatisu karena berkas Gunawan masih berada di sana. Sejauh ini, kita masih terus menunggu kedatangan dari Tamin Sukardi sebagai saksi, selama ini dia tidak pernah datang. Dan, rencananya minggu ini akan datang,” ucapnya sembari memperlihatkan beberapa panggilan kepada Tamin Sukardi.

Ditanya apakah pemutasian Dedi terkait dengan kasus ini? Kasubdit II Harda/Tahbang AKBP Yusuf menyangkalnya. Menurut Yusuf hal itu adalah mutasi biasa di kepolisian, dan bukan Dedi saja yang dimutasi sesuai surat perintah Kapolri.

“Jika sprint tunggal kepada bapak (Dedi-red), pastinya mengarah ke sana juga. Tapi ini ’kan serentak. Mungkin mutasinya bapak bertepatan kita sedang menangani kasus ini, sehingga dikaitkan dengan kasus tanah. Rekan-rekan juga terus mengikuti perkembangan kasus tanah ini, dan kita tetap mengerjakan, kalaupun memang kita sudah ‘terima’ uang dari pihak luar, buat apa kita serius untuk menanganinya? Ini ’kan, bisa rekan-rekan lihat, kita terus berupaya untuk mendudukkan kasus ini dan setiap hari kita beritakan keterangan terkait kasus ini. Jadi, tidak ada kita tutup-tutupi. Kalau isu dari luar mengatakan seperti itu, kami tidak akan terpancing, karena kami tetap memajukan kasus ini,” tegasnya.

Diterangkannya Yusuf, Tamin Sukardi disebut ada mengucurkan dana Rp18 miliar untuk menggolkan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama anaknya Tandeanus (tersangka) melalui Gunawan, dengan menggunakan surat palsu Grant Sultan 699 tanggal 18 Sapar 1909 atas nama Imam Ahmad, sebagai alas hak untuk penerbitan Sertifikat SHM No.1869/Kel. Padang Bulan Selayang I atas nama Tandeanus.

Melalui Gunawan, dana itu selanjutnya dibagi Tamin Sukardi kepada beberapa pihak, di antaranya Rp 8 miliar untuk pemilik tanah fiktif bernama Dedi Mulya Kaban, Rp3,1 miliar untuk pembayaran BPHTB ke Dispenda Kota Medan, Rp4,5 miliar untuk pihak BPN Medan saat SHM ditanda tangani dan Rp5 miliar lagi diberikan Tamin Sukardi kepada Gunawan untuk fee menggolkan SHM tersebut.

“Semua keterangan itu adalah sesuai dengan pengakuan Gunawan kepada penyidik,” tegasnya.

Masih kata Yusuf, dalam kasus pemalsuan SHM ini, pihaknya sudah menetapkan 4 orang tersangka masing-masing Gunawan alias Aguan, H. Subagyo (mantan Ka. Kantor BPN Medan), Edison SH ( mantan Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah BPN Medan) serta anak Tamin Sukardi bernama Tandeanus. Masih kata Yusuf, pernyataan Grant Sultan No.699 itu adalah palsu sesuai dengan keterangan Dr. OK Saidin, ahli Grant Sultan Deli.

Saidin menyatakan bahwa objek tanah SHM No.1869 tidak pernah diterbitkan Grant Sultan. Tanah itu adalah tanah konsesi dan Grant Sultan yang digunakan Gunawan itu tidak terdaftar pada buku Grant Sultan. Terhadap objek tanah tersebut, juga sebelumnya telah diterbitkan SHM No. 414,864, 1360 atas nama Tengku Khairul Amar pada taun 1981,1997 dan 2005, atas nama Surung Ginting, Drs. Manahara Siahaan dan Amos Dayan Ginting.

“Anehnya, pada 2012 lalu, BPN Medan menerbitkan SHM No.1869 atas nama Tandeanus. Padahal tidak dilengkapi dengan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) tahun berjalan dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) untuk penertiban SHM itu tidak terdaftar pada buku register di Dispenda Medan. Sehingga penerbitan SHM No.1869 atas nama Tandeanus tersebut cacat hukum,” papar Yusuf.

Penyelidikan kasus ini adalah berdasarkan LP 900 tahun 2013, dengan pelapor Tengku Khairul Amar. Dan terlapornya adalah pejabat BPN serta Gunawan. Pelapor merasa dirugikan atas terbitnya SHM No.1869 atas nama Tandeanus yang tumpang tindih pada objek tanah yang sudah memiliki SHM atas nama pelapor. “Berkas perkara kasus ini sudah dikirimkan kepada Kejatisu, hingga kini masih menunggu kelengkapan berkas dari ke empat tersangka baru satu yang ditahan, yakni Gunawan,” ujarnya.

Selain memeriksa keempat tersangka, pihaknya juga sudah memanggil beberapa kali Subagyo, Edison dan Sigit Rahmawan dan M, Thoriq (mantan Kepala BPN Medan saat itu) untuk dilakukan konfrontir, namun hingga kini mereka tak kunjung datang. “Kita juga sudah memanggil Tamin Sukardi dalam kapasitas sebagai saksi, yang hingga kini juga tidak pernah datang. Tamin sudah kami panggil dua kali, dan saat panggilan ketiga, Tamin mengkonfirmasi pekan ini akan datang ke Poldasu,” sebutnya.

Soal adanya pernyataan yang menyebut Tamin Sukardi datang ke Poldasu pada (27/8) lalu, menurut Yusuf itu tidak benar sama sekali. “Ada format buku dalam surat panggilan tentang datang atau tidaknya yang dipanggil. Kalau Tamin mengaku datang tapi tidak bertemu penyidik, seharusnya ia mengisi format tersebut itu,”ungkapnya.

Semua keterangan di atas, tegas Yusuf adalah berdasarkan penyidikan bukan atas keterangan pelapor.

Ditanya, apakah pihaknya akan menetapkan Tamin Sukardi sebagai tersnagka dan menahannya? Yusuf belum dapat memastikan dengan dalih semua tergantung dari hasil pemeriksaan. “Keputusan polisi dalam hal ini untuk melakukan penahanan adalah berdasarkan bukti permulaan. Jadi nanti semua akan terjawab setelah Tamin diambil keterangannya,” ujarnya.

Soal adanya Peraturan MA No I Tahun 1956 yang berlandaskan Pasal 81 KUHP, tentang penundaan penuntutan manakala dihadapkan pada perdata atau pidana atau dikenal dengan pertangguhan, menurut Yusuf laporan polisi yang diterima tidak mengkaji keabsahan objek tanah. Siapa yang lebih berhak. ” Yang kami tangani adalah dugaan sertifikat palsu. Objeknya kepada surat. Bukan legalitas siapa yang memiliki tanah tersebut,” ujarnya.

Terhadap Peraturan MA atau Pasal 81 KUHP tersebut, lanjutnya, bisa terjadi absorbsi sudut pandang yang berbeda. Kasus ini ranahnya di penuntutan, bukan di penyidikan. Manakala dihadapkan pada perdata dalam kancah penuntutan, maka didahulukan dulu perdatanya agar jelas. Maka dari itu, kami lakukan penyelidikan kasus ini. Tolong dilihat juga waktu laporan polisi ini dibuat, yakni tahun 2013. Sementara gugatan perdatanya baru muncul beberapa bulan yang lalu.

Adapun yang digembar-gemborkan oleh pihak tertentu, lanjutnya pihaknya sudah memegang putusan pengadilan. Yaitu, antara penggugat dari pemilik dari kelompok Tamin Sukardi yang dibuat adalah PT Bumi Mansyur Permai, yang dimenangkan oleh pihak Tamin Sukardi. Tetapi, objek yang kita sidik adalah SHM 1869,” paparnya.

Lalu apa peran lain Gunawan? Ditanya begitu, Yusuf mengatakan peran Gunawan terungkap saat pihaknya memeriksa pihak BPN yaitu Subagyo dan Edison. “Peran Gunawan sangat central, karena dialah yang melakukan pengurusan dan yang mendistribusikan sejumlah uang baik ke BPN Medan, Dispenda Medan maupun ke pihak lain saat itu. Keterlibatan Tamin Sukardi baru berdasarkan keterangan Gunawan. Karena itulah kami masih memanggilnya sebagai saksi. Alat bukti bisa dikatakan cukup minimal dua alat bukti. Sedang keterangan umum yang didapat, harga tanah itu Rp2 juta/ meter. Bayangkan, kalau seluruhnya ada 21 hektar, kurang lebih total harga tanah itu Rp210 miliar,” tutupnya. (gib/deo)

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/