JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Gagasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan peraturan pengganti perundang-undangan (Perppu) pilkada terpaksa diwariskan ke pemerintahan Presiden Terpilih Jokowi.
Pasalnya, sesuai aturan undang-undang dasar 1945 (UUD 1945) perppu baru dibahas pada masa sidang berikutnya, jadwalnya pada pekan kedua Januari.
Dengan begitu, dapat dipastikan jika Jokowi-Jusuf Kalla yang justru harus menggolkan perppu tersebut di DPR.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan menjelaskan, aturannya memang pembahasan perppu dilakukan pada sidang selanjutnya, apalagi pada sidang pertama Novermber itu juga ada reses. “Itu mepet sekali,” terangnya.
Karena itu pemerintahan baru Jokowi dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang baru, nantinya harus menjelaskan perppu itu ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Kan pemerintahan SBY sudah selesai,” paparnya ditemui dalam acara diskusi bertema Implementasi SPM dalam RUU Pemda di Menteng Jakarta.
Lalu, apakah pemerintahan SBY tidak terkesan lepas tangan? Dia menerangkan bahwa mudah-mudahan pemerintahan baru ini tidak kesulitan dan memahaminya. Apalagi, pemerintahan Jokowi ini mendapat dukungan dari Koalisi Indonesia Hebat. “Mereka kan dukung pilkada langsung,” tuturnya.
Yang perlu diketahui, ada informasi bahwa Presiden SBY telah berkomunikasi dengan Presiden Terpilih Jokowi terkait perppu yang baru dibahas Januari ini. “Tentu harusnya tidak ada masalah,” ujarnya.
Pembahasan perppu di masa Jokowi-JK tentu akan meningkatkan potensi penolakan dari Dewan Perwakilan Rakyat yang didominasi Koalisi Merah Putih.
Dikonfirmasi terkait itu, Djohermansyah menjelaskan, ini semangatnya kehendak rakyat yang kemudian dituangkan dalam perppu. “Tentu presiden berharap jika bisa diselesaikan DPR,” ujarnya.
Dia menegaskan, harusnya pembuatan kebijakan itu bukan berdasarkan kehendak dari kelompok partai tertentu atau golongan. “Yang bisa dilakukan, ya hanya mudah-mudahan diterima DPR,” ucap Djohermansyah.
Perlu diketahui, sebelumnya Presiden SBY memastikan membuat dua perppu, UU pilkada dan UU pemda. Hal itu dikarenakan dalam UU pemda ada dua pasal yang menyebutkan soal kewenangan DPRD untuk memilih gubernur dan bupati atau walikota.
“Untuk perppu UU Pemda hanya dua pasal itu yang dihapus. Yang lainnya masih berlaku,” terangnya.
Secara umum, isi perppu ini hampir sama dengan UU pilkada, hanya saja mengakomodir pemilihan langsung dengan perbaikan. Semua perbaikan yang diinginkan sejumlah pihak telah ditampung. “Masuk semualah,” tuturnya.
Salah satu perbaikannya, jika ada calon tertentu terbukti mengerahkan massa untuk membuat kerusuhan sudah ada atruan pidananya dan besaran dendanya. “Kita masukkan itu semua,” jelasnya.
Kondisi itu mengesankan perppu itu mengakomodir kepentingan Partai Demokrat dengan pemilihan langsung plus 10 syarat. Soal itu dia menjelaskan, justru presiden itu mencoba melihat dan mendengarkan suara masyarakat, yang bereaksi keras saat UU pilkada tidak langsung disahkan. “Ini langkah cepat dari presiden,” ujarnya. (idr/bay/ken)