JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Koalisi Indonesia Hebat (KIH) benar-benar melawan Koalisi Merah Putih (KMP). Perlawanan KIH salah satunya dengan membentuk Pimpinan DPR tandingan. Mereka yang dipilih sebagai pimpinan DPR tandingan adalah Pramono Anung dari PDIP sebagai Ketua DPR dan wakilnya adalah Abdul Kadir Karding dari PKB, Patrice Rio Capella dari Partai NasDem, Syaifullah Tamliha dari PPP, dan Dossy Iskandar Parsetyo dari Hanura.
Munculnya pimpinan DPR andingan kembali membuat ‘panas’ suhu politik. Pakar hukum tata negara Refly Harun menyebut dua kubu yakni Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih belum bisa menghentikan persaingan politik mereka, alias belum bisa move on.
Dampak dari munculnya ‘dualisme’ kepemimpinan di DPR ini menurut dia akan menjadi dilema bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK).
“Pemerintah akan dilematis harus bekerja dengan pimpinan yang mana, di satu sisi yang terpilih adalah kubu Koalisi Merah Putih, sementara paket KIH pendukung dia (Jokowi),” kata Refly, kemarin.
Efek lainnya menurut dia adalah kinerja DPR tak bisa berjalan dengan normal. Keputusan terkait fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran tak bisa berjalan maksimal.
“Secara hukum mungkin masih kuorum, tetapi akan terjadi kekisruhan politik. Ini akan memunculkan persoalan baru,” kata Refly.
Ketua Fraksi Partai NasDem, Victor Laiskodat, mengatakan, partai politik yang tergabung dalam KIH membuat pimpinan DPR tandingan untuk memilih pimpinan alat kelengkapan DPR. Mereka juga meminta Presiden Jokowi untuk mengeluarkan peraturan pengganti undang-undang MD3.
Menurut Victor, pimpinan DPR tandingan dibentuk sebagai bentuk mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR yang menunjukkan upaya menjegal dan menghambat pemerintahan Jokowi.
Anggota Fraksi PDIP Arief Wibowo mengatakan, banyak yang dilakukan KMP sebagai kubu Prabowo untuk menjegal pemerintahan Jokowi mulai dari pemaksaan UU MD3, pemilihan pimpinan DPR sampai dikuasainya alat kelengkapan Dewan. Apalagi, ujarnya, segala protes dari kubu Jokowi di parlemen tidak diindahkan.
“Kami tak ingin Kabinet Jokowi-JK diganggu secara politIk karena itulah kami mengeluarkan mosi tak percaya kepada pimpinan DPR yang sekarang,” ujar Arif di Kompleks Parlemen di Senayan, Rabu (29/10).
Dia mengatakan upaya ini untuk melindungi pemerintahan Jokowi sebagai presiden yang dipilih rakyat. Arif yakin segala kebijakan Presiden Jokowi yang pro-rakyat akan dihambat oleh koalisi pendukung Prabowo.
Arif mengatakan, adapun permohonan perppu segera dikirimkan ke Presiden Jokowi. Menurutnya, Jokowi belum mengetahui tentang permohonan penerbitan perppu tentang MD3. Isi perppu diharapkan juga berimbas pada pembatalan pimpinan DPR dan alat kelengkapan.
Sedangkan tentang syarat penerbitan dalam keadaan mendesak, menurut Arif, banyak aturan MD3 yang baru rentan terhadap penghabisan anggaran dan pelanggaran demokrasi. Misalnya, ujar dia, tentang satu anggaran untuk satu daerah pemilihan.
Seandainya permohonan ke Presiden Jokowi dikabulkan, Arif mengatakan akan ada ruang komunikasi politik lebih panjang. Dengan ini, diharapkan partai pendukung Jokowi menjadi bertambah.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyebut bahwa komisi tandingan di DPR yang dibentuk KIH adalah ilegal. Fadli berharap KIH menerima kenyataan tidak memiliki perwakilan di alat kelengkapan DPR.
“Namanya juga tandingan, ya pasti ilegal. Yang namanya komisi itu harus disahkan pimpinan Dewan,” ujar Fadli di kompleks parlemen.
Fadli berkelakar, jangan-jangan partai politik KIH juga membentuk pimpinan DPR RI untuk memuluskan terbentuknya komisi itu juga. Fadli tidak mengetahui apakah manuver KIH itu sikap politik yang permanen atau sesaat saja.
Pihaknya berharap sikap KIH berubah. Jika tidak, KIH harus menerima fakta kehilangan kursi pimpinan di komisi-komisi.
“Kalau tidak serahkan nama ke paripurna, ya berarti mereka tidak sah. Tapi, kalau itu pilihan mereka, ya hanya jadi anggota sidang saja, hanya pengangguran,” ujar Fadli.
“Selama ini kita (KMP, Red) tidak pernah mengganggu kinerja Presiden, kerja, kerja, kerja. Sekarang jangan ganggu kinerja DPR dong,” katanya.
Ketua DPR Setya Novanto pun turun merespons persoalan ini. “Ya, kita kan sudah melalui proses yang panjang, jadi masalah itu kita serahkan kepada rakyat yang menilai,” ujar Setya, kemarin.
Politisi Golkar itu mengatakan pihaknya akan terus bekerja dan tetap menjalankan program-program yang sudah dirumuskan. Pasalnya, sebagian besar komisi dewan hari ini sudah terbentuk.
“Kita akan bekerja terus, kita akan melakukan suatu program-program yang sudah dirumuskan karena komisi-komisi sudah terbentuk maka sejak hari ini seluruh komisi yang ada sudah terbentuk langsung bekerja,” sebutnya.
Terkait adanya peraturan perundang-undangan yang membahas pimpinan DPR tandingan ini, dia tidak menjawab secara tegas. Setya mengaku lebih baik menyerahkan sepenuhnya penilaian kepada masyarakat. Begitupun saat ditanya soal pimpinan DPR tandingan ini yang dicap ilegal.
“Ya, itu kita semua percayakan kepada rakyat. Indonesia yang melihat karena kita sudah melalui proses yang sangat panjang,” ujarnya. (bbs/val)