26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Sengketa Lahan Warga dengan PTPN II-PT KIM II, Ini Modus Lama

Terkait Bentrok Gapoktan Desa Manunggal dengan PTPN II-PT KIM II

Bentrok Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Manunggal di Desa Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan dengan PTPN II-PT KIM II, Kamis (3/3) banyak disesalkan khalayak. Selain memakan korban, bentrok itu juga mengundang sekian pernyataan. Termasuk dari  Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

Ya, bagi Deputi Bidang Riset dan Kampanye KPA Iwan Nurdin, bentrok aparat Brimob dengan petani tersebut, merupakan modus lama yang dimainkan calon investor. Ketika kalah dalam unsur perdata, maka investor akan berupaya mengalihkan ke unsur pidana. “Diciptakan kekerasan, pengrusakan, penangkapan, ditahan, sehingga warga ketakutan dan tidak bisa memanfatkan lahan. Ini modus lama. Catatan KPA, modus-modus ini juga terjadi di sejumlah daerah,” jelasnya.

Sejatinya Iwan Nurdin menyayangkan keterlibatan aparat Brimob, yang menurutnya tidak ada relevansinya. Ketika sudah ada putusan yang inchract, maka mestinya unsur Pemerintah Daerah (Pemda) yang berada di lokasi, untuk memastikan bahwa lahan tersebut sudah kembali ke tangan warga.  Dikatakan, pola keterlibatan Brimob mirip dengan keterlibatan TNI di era Orde Baru, yang dijadikan alat menyingkirkan warga yang sudah lama tinggal di sebuah lahan yang akan dimanfatkan investor.

Senada dengan KPA, Kontras juga menyayangkan hal itu. Namun, Kontras lebih keras menyikapi sengketa tersebut. Kontras pun mendorong petani untuk tidak takut dalam upaya mempertahankan lahan seluas 46,11 hektar yang disengketakan di Desa Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan. “Masyarakat pemilik lahan sendiri harus berani konflik, maju terus, terus pertahankan lahan yang sudah diputuskan secara hukum menjadi milik mereka,” ujar Sekjen Federasi Kontras, Ruslan Purba kepada Sumut Pos di Jakarta, Kamis (3/3).

Dijelaskan Ruslan, cara yang frontal memang harus dilakukan petani. Menurutnya, memang bukan hal yang mudah untuk menghadapi investor, baik BUMN maupun swasta, dalam soal sengketa lahan. Pasalnya, negara, melalui aparat keamanan akan lebih berpihak kepada investor, bukan melindungi masyarakat.

Hanya saja, lanjut Ruslan, jika petani pantang menyerah, maka lambat laun akan menjadi perhatian publik secara luas. “Kalau terus ada tekanan maka akan bisa muncul perubahan kebijakan sektor perkebunan atau kehutanan,” ujar Ruslan.

Keterlibatan aparat Brimob dalam kasus sengketa lahan ini, lanjut Ruslan, menunjukkan memang belum ada perubahan pola negara dalam menghadapai masyarakatnya. Polisi menjadi alat penopang investasi BUMN atau pun swasta. “Mereka selalu berhadap-hadapan dengan masyarakat, bukan mengayomi masyarakat,” cetusnya.

Dijelaskan Ruslan, upaya lewat jalur hukum oleh petani saat menghadapi investor, memang bukan cara efektif. Sehebat apa pun pengacara yang mendampingi petani, kata Ruslan, akan kesulitan saat menghadapi kekuasaan. “Dengan cara mengerahkan massa, misalnya 2000 hingga 3000 orang  juga tak akan mempan, karena menghadapi kekuasaan yang disetir mafia, butuh waktu panjang,” cetusnya.

Dari pengalaman Kontras, lanjut Ruslan, tindakan represif aparat keamanan kepada petani sulit dihentikan.  Kontras sudah sering mengadvokasi dan mampu membebaskan beberapa warga yang ditahan aparat. “Tapi dalam dua tiga hari, ada yang ditangkap lagi. Begitu terus,” pungkasnya. (sam)

Jhon Tafbu: Seharusnya Kita Malu

Permasalahan sengketa kepemilikan lahan seluas 46,11 hektar antara 70 anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Manunggal dengan PTPN II-PT KIM terus berkembang. Hal ini memberikan dampak yang signifikan ke pihak KIM.

Humas KIM, Pangkal Simanjuntak, mengatakan bahwa dengan adanya permasalahan lahan sengketa ini, pihak investor enggan masuk ke KIM untuk kerjasama.

“Hal ini pastinya membuat investor takut karena keadaan tak kondusif,” ujarnya, Kamis (3/3). Meski begitu, Pangkal mengatakan kalau KIM terus berjalan. Setidaknya dari 300 pabrik, yang masuk di lahan sengketa berjumlah 12 pabrik. “Ya, sampai saat ini belum ada pabrik yang tutup,” tambahnya.

Pangkal tak menampik, dengan kejadian tersebut, KIM memang terganggu. Tidak hanya soal aktivitas pabrik, namun soal investor juga.  “Yang jelas, investor yang mau menanamkan modal ke sini tidak berani karena KIM masih mempunyai masalah,” ucapnya.

Tak jauh berbeda, Kuasa Hukum KIM Rasudin Gultom, pun mengkhawatirkan ketertarikan investro. “Itu pasti lah, mana ada investor yang mau menanamkan modal apabila yang mau diajak kerja sama bermasalah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Gultom menambahkan bahwa  dengan adanya permasalahan ini, ada investor yang tidak jadi membangun pabrik di lahan KIM. “Investor dari India ingin membangun pabrik minyak kelapa sawit, namun lahan sudah dieksekusi kemungkinan besar investor tersebut tidak jadi membangun pabriknya,” tambahnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi Universitas USU Jhon Tafbu menekankan, untuk mendatangkan investor memang harus ada jaminan keamanan. Jadi, ketika tanah KIM bermasalah, maka wajar saja investor menghindar. “Seharusnya kita malu pada investor asing. Ya, bagaimana mereka mau menanamkan modalnya jika tanahnya saja masih bermasalah,” kata Jhon Tafbu. (mag-11/mag-7)

Jalan Panjang Sengketa Lahan

Luas lahan         : 46,11 Ha
Lokasi             : Desa Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan
Pemohon eksekusi    : Legiman dan Tugimin atas nama 70 anggota Gapoktan Manunggal
Tergugat I        : PT KIM II Mabar
Tergugat II        : PTPN 2 (dahulu PTP IX)

6 Januari 2011
PN Lubuk Pakam mengeksekusi putusan MA No 3011/K/Pdt/2001

2004
Dalam sidang peninjauan kembali (PK), MA memenangkan gugatan kepemilikan lahan 70 anggota Gapoktan Man unggal atas PT KIM (tergugat I) dan PTPN II (tergugat II).

6 Desember 2001
Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan No 3011/K/Pdt/2001 memengkan gugatan Gapoktan kepemilikan lahan 46,11 Ha atas tergugat I (PT KIM) dan tergugat II (PTPN II).

21 September 2000
Pengadilan tingkat banding di mengeluarkan putusan No 256/Pdt/2000/PT-MDN, memenangkan Gapoktan manuggal atas gugatan terhadap PT KIM (tergugat I) dan PTPN II (tergugat II)

6 Maret 1999
Putusan PN Lubuk Pakam  No 67/Pdt.G./1999/PN/LP memenangkan gugatan kepemilikan lahan Gapoktan Manunggal atas PT KIM (tergugat I) dan PTPN II (tergugat II)

16 Desember 1998
Rapat antara petani penggarap-PTP IX di Kantor Bupati Deli Serdang menegaskan, PTP IX dilarang melakukan kegiatan di lahan yang digarap petani sejak 1952 itu.

1996
PTP IX mengalaskan HGU No.10 (tidak pernah diperlihatkan) mentraktor tanah terperkara dan megalihkan tanah garapan seluas 46,11 Ha kepada PT KIM, berdasarkan Akta Perjanjian No. 1 tanggal 2 September 1996.

1986
PTP IX mengalaskan HGU No 10 sebagai dasar untuk menguasai tanah garapan para penggugat seluas 46,11 Ha tersebut.

1 Agustus 1969
Panitia Landreform Kabupaten melayangkan surat No.751/LR/II/8/1969 kepada PTP IX, berisi teguran kepada PTP IX.

14 Juli 1969
Pemkab Deli Serdang mengirimkan surat ke Badan Pertimbangan Landreform Kabupaten Deli Serdang No.79/BP31/VII/8/1969 berisi keberatan atas pentraktoran yang dilakukan pihak PTP IX.

1 Juli 1969
Pemkab Deli Serdang telah turun ke lokasi, menyaksikan pentraktoran lahan yang dilakukan tanpa ada musyawarah dengan rakyat setempat.

1969
PTP IX (sekarang PTPN II) mengambil mentraktor lahan yang digarap petani yang saat itu dilindungi UU Darurat No 8 tahun 1954 dan Properti No. I/1 1960. Petani mengadukan PTP IX ke Pemkab Deli Serdang.

1952
Mantan buruh perkebunan Tembakau Maskapai Aresboroeh (TMA) , kebun swasta Belanda, menggarap lahan yang ditinggal perusahaan itu seluas 46,11 Ha di Pasar I, II, III Mabar.

Sumber: Data olahan Sumut Pos

Terkait Bentrok Gapoktan Desa Manunggal dengan PTPN II-PT KIM II

Bentrok Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Manunggal di Desa Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan dengan PTPN II-PT KIM II, Kamis (3/3) banyak disesalkan khalayak. Selain memakan korban, bentrok itu juga mengundang sekian pernyataan. Termasuk dari  Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

Ya, bagi Deputi Bidang Riset dan Kampanye KPA Iwan Nurdin, bentrok aparat Brimob dengan petani tersebut, merupakan modus lama yang dimainkan calon investor. Ketika kalah dalam unsur perdata, maka investor akan berupaya mengalihkan ke unsur pidana. “Diciptakan kekerasan, pengrusakan, penangkapan, ditahan, sehingga warga ketakutan dan tidak bisa memanfatkan lahan. Ini modus lama. Catatan KPA, modus-modus ini juga terjadi di sejumlah daerah,” jelasnya.

Sejatinya Iwan Nurdin menyayangkan keterlibatan aparat Brimob, yang menurutnya tidak ada relevansinya. Ketika sudah ada putusan yang inchract, maka mestinya unsur Pemerintah Daerah (Pemda) yang berada di lokasi, untuk memastikan bahwa lahan tersebut sudah kembali ke tangan warga.  Dikatakan, pola keterlibatan Brimob mirip dengan keterlibatan TNI di era Orde Baru, yang dijadikan alat menyingkirkan warga yang sudah lama tinggal di sebuah lahan yang akan dimanfatkan investor.

Senada dengan KPA, Kontras juga menyayangkan hal itu. Namun, Kontras lebih keras menyikapi sengketa tersebut. Kontras pun mendorong petani untuk tidak takut dalam upaya mempertahankan lahan seluas 46,11 hektar yang disengketakan di Desa Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan. “Masyarakat pemilik lahan sendiri harus berani konflik, maju terus, terus pertahankan lahan yang sudah diputuskan secara hukum menjadi milik mereka,” ujar Sekjen Federasi Kontras, Ruslan Purba kepada Sumut Pos di Jakarta, Kamis (3/3).

Dijelaskan Ruslan, cara yang frontal memang harus dilakukan petani. Menurutnya, memang bukan hal yang mudah untuk menghadapi investor, baik BUMN maupun swasta, dalam soal sengketa lahan. Pasalnya, negara, melalui aparat keamanan akan lebih berpihak kepada investor, bukan melindungi masyarakat.

Hanya saja, lanjut Ruslan, jika petani pantang menyerah, maka lambat laun akan menjadi perhatian publik secara luas. “Kalau terus ada tekanan maka akan bisa muncul perubahan kebijakan sektor perkebunan atau kehutanan,” ujar Ruslan.

Keterlibatan aparat Brimob dalam kasus sengketa lahan ini, lanjut Ruslan, menunjukkan memang belum ada perubahan pola negara dalam menghadapai masyarakatnya. Polisi menjadi alat penopang investasi BUMN atau pun swasta. “Mereka selalu berhadap-hadapan dengan masyarakat, bukan mengayomi masyarakat,” cetusnya.

Dijelaskan Ruslan, upaya lewat jalur hukum oleh petani saat menghadapi investor, memang bukan cara efektif. Sehebat apa pun pengacara yang mendampingi petani, kata Ruslan, akan kesulitan saat menghadapi kekuasaan. “Dengan cara mengerahkan massa, misalnya 2000 hingga 3000 orang  juga tak akan mempan, karena menghadapi kekuasaan yang disetir mafia, butuh waktu panjang,” cetusnya.

Dari pengalaman Kontras, lanjut Ruslan, tindakan represif aparat keamanan kepada petani sulit dihentikan.  Kontras sudah sering mengadvokasi dan mampu membebaskan beberapa warga yang ditahan aparat. “Tapi dalam dua tiga hari, ada yang ditangkap lagi. Begitu terus,” pungkasnya. (sam)

Jhon Tafbu: Seharusnya Kita Malu

Permasalahan sengketa kepemilikan lahan seluas 46,11 hektar antara 70 anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Manunggal dengan PTPN II-PT KIM terus berkembang. Hal ini memberikan dampak yang signifikan ke pihak KIM.

Humas KIM, Pangkal Simanjuntak, mengatakan bahwa dengan adanya permasalahan lahan sengketa ini, pihak investor enggan masuk ke KIM untuk kerjasama.

“Hal ini pastinya membuat investor takut karena keadaan tak kondusif,” ujarnya, Kamis (3/3). Meski begitu, Pangkal mengatakan kalau KIM terus berjalan. Setidaknya dari 300 pabrik, yang masuk di lahan sengketa berjumlah 12 pabrik. “Ya, sampai saat ini belum ada pabrik yang tutup,” tambahnya.

Pangkal tak menampik, dengan kejadian tersebut, KIM memang terganggu. Tidak hanya soal aktivitas pabrik, namun soal investor juga.  “Yang jelas, investor yang mau menanamkan modal ke sini tidak berani karena KIM masih mempunyai masalah,” ucapnya.

Tak jauh berbeda, Kuasa Hukum KIM Rasudin Gultom, pun mengkhawatirkan ketertarikan investro. “Itu pasti lah, mana ada investor yang mau menanamkan modal apabila yang mau diajak kerja sama bermasalah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Gultom menambahkan bahwa  dengan adanya permasalahan ini, ada investor yang tidak jadi membangun pabrik di lahan KIM. “Investor dari India ingin membangun pabrik minyak kelapa sawit, namun lahan sudah dieksekusi kemungkinan besar investor tersebut tidak jadi membangun pabriknya,” tambahnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi Universitas USU Jhon Tafbu menekankan, untuk mendatangkan investor memang harus ada jaminan keamanan. Jadi, ketika tanah KIM bermasalah, maka wajar saja investor menghindar. “Seharusnya kita malu pada investor asing. Ya, bagaimana mereka mau menanamkan modalnya jika tanahnya saja masih bermasalah,” kata Jhon Tafbu. (mag-11/mag-7)

Jalan Panjang Sengketa Lahan

Luas lahan         : 46,11 Ha
Lokasi             : Desa Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan
Pemohon eksekusi    : Legiman dan Tugimin atas nama 70 anggota Gapoktan Manunggal
Tergugat I        : PT KIM II Mabar
Tergugat II        : PTPN 2 (dahulu PTP IX)

6 Januari 2011
PN Lubuk Pakam mengeksekusi putusan MA No 3011/K/Pdt/2001

2004
Dalam sidang peninjauan kembali (PK), MA memenangkan gugatan kepemilikan lahan 70 anggota Gapoktan Man unggal atas PT KIM (tergugat I) dan PTPN II (tergugat II).

6 Desember 2001
Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan No 3011/K/Pdt/2001 memengkan gugatan Gapoktan kepemilikan lahan 46,11 Ha atas tergugat I (PT KIM) dan tergugat II (PTPN II).

21 September 2000
Pengadilan tingkat banding di mengeluarkan putusan No 256/Pdt/2000/PT-MDN, memenangkan Gapoktan manuggal atas gugatan terhadap PT KIM (tergugat I) dan PTPN II (tergugat II)

6 Maret 1999
Putusan PN Lubuk Pakam  No 67/Pdt.G./1999/PN/LP memenangkan gugatan kepemilikan lahan Gapoktan Manunggal atas PT KIM (tergugat I) dan PTPN II (tergugat II)

16 Desember 1998
Rapat antara petani penggarap-PTP IX di Kantor Bupati Deli Serdang menegaskan, PTP IX dilarang melakukan kegiatan di lahan yang digarap petani sejak 1952 itu.

1996
PTP IX mengalaskan HGU No.10 (tidak pernah diperlihatkan) mentraktor tanah terperkara dan megalihkan tanah garapan seluas 46,11 Ha kepada PT KIM, berdasarkan Akta Perjanjian No. 1 tanggal 2 September 1996.

1986
PTP IX mengalaskan HGU No 10 sebagai dasar untuk menguasai tanah garapan para penggugat seluas 46,11 Ha tersebut.

1 Agustus 1969
Panitia Landreform Kabupaten melayangkan surat No.751/LR/II/8/1969 kepada PTP IX, berisi teguran kepada PTP IX.

14 Juli 1969
Pemkab Deli Serdang mengirimkan surat ke Badan Pertimbangan Landreform Kabupaten Deli Serdang No.79/BP31/VII/8/1969 berisi keberatan atas pentraktoran yang dilakukan pihak PTP IX.

1 Juli 1969
Pemkab Deli Serdang telah turun ke lokasi, menyaksikan pentraktoran lahan yang dilakukan tanpa ada musyawarah dengan rakyat setempat.

1969
PTP IX (sekarang PTPN II) mengambil mentraktor lahan yang digarap petani yang saat itu dilindungi UU Darurat No 8 tahun 1954 dan Properti No. I/1 1960. Petani mengadukan PTP IX ke Pemkab Deli Serdang.

1952
Mantan buruh perkebunan Tembakau Maskapai Aresboroeh (TMA) , kebun swasta Belanda, menggarap lahan yang ditinggal perusahaan itu seluas 46,11 Ha di Pasar I, II, III Mabar.

Sumber: Data olahan Sumut Pos

Artikel Terkait

Gatot Ligat Permulus Jalan Sumut

Gatot-Sutias Saling Setia

Erry Nuradi Minta PNS Profesional

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/