Fakta dan kondisi seperti ini, lanjutnya, Pemerintah Aceh dirugikan oleh perusahaan yang menunggak PNBP. Selain itu juga masih meninggalkan masalah seperti tidak melakukan kewajibannya untuk menutup lobang bekas galian tambang (reklamasi) serta persoalan pasca tambang lainnya.
“Untuk itu, pemerintah harus segara meminta perusahaan membayarkan tunggakan PNPB dan menyelesaikan semua kewajibannya,” cetusnya.
Tak hanya persoalan itu saja, Hayatuddin juga mendesak Gubernur Aceh harus untuk melanjutkan Ingub moratorium pertambangan yang akan berakhir pada 27 Juni 2018. Kelanjutan Ingub ini dipandang perlu karena mengingat masih banyaknya masalah yang belum dibenahi pada sektor tata kelelo tambang di Aceh.
“Masih banyak masalah yang belum berhasil di benah, jadi untuk melakukan pembenahan maka moratorium pertambangan harus dilanjutkan,” pinta Hayatuddin.
Sementara itu, dalam diskusi bersama GeRAk Aceh, Kepala Dinas ESDM Aceh, Mahdinur juga mengatakan bahwa 108 perusahaan tambang di Aceh yang sudah habis masa IUP nya masih banyak meningkatkan dosa di Aceh. Karena itu dirinya berjanji akan segera mengajukan draf SK pencabutan IUP secara kolektif tersebut kepada Gubernur Aceh, sehingga bisa mendorong tata kelola pertambangan yang baik di Aceh.
“Kita komit segera mengeluarkan, akan langsung membuat draf SK nya. SK pencabutan IUP ini kita selesaikan, kita tuntaskan,” tutur Mahdinur dalam diskusi itu.
Selain itu, Mahdinur menuturkan terkait tunggakan PNPB perusahaan kepada pemerintah, nantinya mereka akan meminta kepada panitia piutang negara untuk menagihnya, dengan memberikan seluruh data yang ada, apakah dengan cara memblokir nomor rekening atau dilakukan proses lainnya.
Sehingga, tambah Mahdinur, jika PNPB sebesar Rp 41 miliar ini terbayarkan, maka bisa memberikan pendapatan sebesar 80 persen untuk daerah yakni Pemerintah Aceh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Karena semua izin yang sudah mati ada yang meninggalkan dosa, utang PNPB itu kita tagih, maka dari itu akan kita keluarkan SK kolektif supaya bisa ditarik,” pungkasnya.
“Perlu upaya bersama mendorong tata kelola tambang yang baik di Aceh,” tutup Mahdinur. (zal)