26.7 C
Medan
Friday, May 3, 2024

108 Perusahaan Tambang di Aceh Tinggalkan Masalah

ACEH, SUMUTPOS.CO – Dari total 138 perusahaan yang mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Aceh sejak 2014, hanya beberapa perusahaan yang dinilai memberikan dampak baik dan memberikan kontribusi untuk Aceh.

Semenjak dikeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) moratorium pertambangan oleh Pemerintah Aceh pada 2014, sebanyak 108 IUP perusahaan tambang itu telah berakhir dan tidak aktif lagi. Sementara 30 IUP lainnya masih berlaku hingga saat ini.

Namun, 108 perusahaan yang telah berakhir masa IUP itu masih meninggalkan beberapa masalah di Aceh, dan belum diselesaikan hingga hari ini kepada Pemerintah Aceh. Tetapi di sisi lain pemerintah juga belum mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pencabutan kolektif terhadap IUP perusahaan yang sudah tidak aktif tersebut.

Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh menilai Pemerintah Aceh perlu secepatnya mengeluarkan SK pencabutan secara kolektif 108 IUP bermasalah dan sudah tidak berlaku lagi itu.

Kepala Divisi Advokasi GeRAK Aceh, Hayatuddin Tanjung mengatakan, Pemerintah Aceh penting mengeluarkan SK pencabutan IUP yang sudah tidak aktif tersebut secara kolektif. Hal ini penting dilakukan supaya mendapatkan kepastian hukum terhadap pengelolaan pertambangan di Aceh.

“Supaya ada kepastian hukum, maka Gubernur Aceh harus segera menerbitkan SK pencabutan kolektif tersebut,” kata Hayatuddin Tanjung saat melakukan diskusi terkait pencabutan IUP yang juga dihadiri oleh Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Ombudsman Aceh, akademisi serta tim RPJM Gubernur Aceh seperti Falevi Kirani, Wahdi Azmi dan Bakti Siahaan, di Bin Hamid Coffe Banda Aceh, Senin (28/5).

Kata Hayatuddin, 108 perusahaan itu juga banyak meninggalkan masalah di Aceh saat masih memegang IUP tersebut. Dan hingga kini  belum menyelesaikan kewajiban yang seharusnya mereka penuhi ketika masih beroperasi dulu.

“108 perusahaan yang sudah tidak aktif lagi itu masih meninggalkan dosa (masalah) di Aceh, maka dari itu Pemerintah Aceh perlu segera menyelesaikannya,” tuturnya.

Hayatuddin menyebutkan, masalah yang ditinggalkan perusahaan tersebut salah satunya tercatat masih menunggaknya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 41 miliar kepada Pemerintah Aceh. Data tersebut merupakan akumulasi dari jumlah total tunggakan yang dihitung langsung oleh Dinas ESDM Aceh pertanggal 1 september 2016.

ACEH, SUMUTPOS.CO – Dari total 138 perusahaan yang mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Aceh sejak 2014, hanya beberapa perusahaan yang dinilai memberikan dampak baik dan memberikan kontribusi untuk Aceh.

Semenjak dikeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) moratorium pertambangan oleh Pemerintah Aceh pada 2014, sebanyak 108 IUP perusahaan tambang itu telah berakhir dan tidak aktif lagi. Sementara 30 IUP lainnya masih berlaku hingga saat ini.

Namun, 108 perusahaan yang telah berakhir masa IUP itu masih meninggalkan beberapa masalah di Aceh, dan belum diselesaikan hingga hari ini kepada Pemerintah Aceh. Tetapi di sisi lain pemerintah juga belum mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pencabutan kolektif terhadap IUP perusahaan yang sudah tidak aktif tersebut.

Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh menilai Pemerintah Aceh perlu secepatnya mengeluarkan SK pencabutan secara kolektif 108 IUP bermasalah dan sudah tidak berlaku lagi itu.

Kepala Divisi Advokasi GeRAK Aceh, Hayatuddin Tanjung mengatakan, Pemerintah Aceh penting mengeluarkan SK pencabutan IUP yang sudah tidak aktif tersebut secara kolektif. Hal ini penting dilakukan supaya mendapatkan kepastian hukum terhadap pengelolaan pertambangan di Aceh.

“Supaya ada kepastian hukum, maka Gubernur Aceh harus segera menerbitkan SK pencabutan kolektif tersebut,” kata Hayatuddin Tanjung saat melakukan diskusi terkait pencabutan IUP yang juga dihadiri oleh Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Ombudsman Aceh, akademisi serta tim RPJM Gubernur Aceh seperti Falevi Kirani, Wahdi Azmi dan Bakti Siahaan, di Bin Hamid Coffe Banda Aceh, Senin (28/5).

Kata Hayatuddin, 108 perusahaan itu juga banyak meninggalkan masalah di Aceh saat masih memegang IUP tersebut. Dan hingga kini  belum menyelesaikan kewajiban yang seharusnya mereka penuhi ketika masih beroperasi dulu.

“108 perusahaan yang sudah tidak aktif lagi itu masih meninggalkan dosa (masalah) di Aceh, maka dari itu Pemerintah Aceh perlu segera menyelesaikannya,” tuturnya.

Hayatuddin menyebutkan, masalah yang ditinggalkan perusahaan tersebut salah satunya tercatat masih menunggaknya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 41 miliar kepada Pemerintah Aceh. Data tersebut merupakan akumulasi dari jumlah total tunggakan yang dihitung langsung oleh Dinas ESDM Aceh pertanggal 1 september 2016.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/