Kemarin pagi hujan. Beberapa anak sedang menunggu iabdah sekolah Minggu di Gereja HKBP Simanosor, Sibabangun, Tapanuli Tengah. Tidak ada yang sitimewa, semuanya standar seperti pekan lalu.
Tapi siapa sangka, pagi itu ternyata menjadi Minggu berdarah di gereja tersebut. Ya, tiba-tiba, seorang lelaki berusia 35 tahun, Burhan Gultom, muncul dari pintu samping gereja. Tanpa basa-basi, dia mengayunkan parang yang dipegangnya ke arah leher anak-anak yang sedang duduk di bangku masing-masing secara membabi buta. Tiga anak yang terkena parang pun tewas. Sementara yang lainnya, sedikitnya lima orang, mengalami luka serius.
Tidak sampai di situ, setelah kejadian tersebut, anak-anak yang lain langsung berhamburan ke luar. Mereka histeris. Mereka meminta tolong. Di saat itulah, seorang bapak-bapak datang. Sayang, dia pun menjadi korban lelaki stres tadi.
Memang, akhirnya sang pelaku juga tewas setelah dimassa, namun saya stres mengetahui kabar itu. Ya, terbayang taraf stres yang dimiliki lelaki itu hingga berbuat sedemikian keji. Segila-gilanya seseorang, saya percaya dia masih memiliki sedikit kesadaran hingga bisa kontrol. Buktinya, jarang orang gila ditabrak. Buktinya, sering terlihat orang gila ketika ingin menyeberang selalu melihat ke kiri dan ke kanan untuk memastikan jalanan aman. Nah, lelaki yang kabarnya suka bertapa di hutan itu, sudah tidak memiliki kesadaran sedikitpun kah? Ayolah, dia melakukan aksinya di gereja!
Kejadian ini mengingatkan saya ketika terjadi kejadian serupa saat pemutaran perdana film (premier) Batman: The Dark Knight Rises, di Aurora Theatre, Century 16 Multiplex, Denver, Colorado. Ya, pada hari Jumat, 20 Juli 2012 sekitar pukul 12 siang waktu setempat. Saat film sedang diputar, terlihat seseorang masuk dari pintu keluar mengenakan topeng gas dan rompi anti peluru sambil mengenggam senjata. Penonton mengira itu hanyalah kejutan dan bagian dari promosi film Pertama, si pelaku yang diketahui bernama James Holmes, berusia 24 tahun dan tercatat sebagai mahasiswa University of Colorado, melemparkan gas air mata. Penonton tak begitu peduli hingga saat pelaku menembakkan senjatanya ke langit-langit, penonton mulai panik. Sesaat kemudian setelah rentetan senjata yang terarah, menewaskan sedikitnya 12 orang dan sekitar 50 orang lainnya terluka. Kabarnya dia mnegonsumsi obat-obatan. Terserahlah alasannya apa, yang jelas dia berhasil mengubah keceriaan anak-anak di bioskop itu dengan teriakan histeris ketika ia melepaskan serentetan tembakan.
Nah, bagaimana dengan Burhan Gultom? Adakah sesuatu yang membuatnya stres hingga mematikan kesempatan anak-anak yang ingin ibadah?
Saya tak berani menyimpulkan, sesuatu memang harus sesuai dengan fakta. Namun, saya merasa pasti ada sebab hingga Burhan Gultom melakukan itu. Ini tidak hanya soal stres, tapi ada hal lain yang membuat stres itu makin menjadi. Bukankah begitu? (*)