Oleh H Affan Bey Hutasuhut
Wakil Pimpinan Umum Sumut Pos
Setiap kali musim hujan tiba, warga Medan banyak yang panas dingin. Jangan bilang mereka yang bermukim di sepanjang Sungai Deli, Babura, dan Denai saja yang kurang tidur karena takut diterpa banjir di malam gulita. Sejumlah kawasan tanah bertuah ini juga jadi sasaran banjir.
Para pakar mengatakan, musibah ini terjadi karena tingginya curah hujan di Tanah Karo, Tembung, dan Medan. Keadaan ini diperparah dengan gundulnya hutan yang bisa menyerap air, dan buruknya saluran air parit karena disesaki sampah.
Petuah ini sebenarnya sudah lengket di benak para bos di kota ini. Masalahnya, disahuti apa tidak. Wali Kota Medan, Kepala Dinas Kebersihan, Kepala Dinas PU, dan sebagainya terus silih berganti. Tapi air yang membenam kota ini silih berganti juga. Sampai-sampai halaman rumah dinas gubernur di Jalan Sudirman yang selama ini bebas banjir, juga kecipratan tahun lalu.
Siapapun yang ingin membahas parit dan drainase di kota ini pasti berkerut keningnya. Bukan hanya plastik, sayuran, kulit jengkol, hingga softex pun ikut membuat parit tumpat. Biawak dan ular juga bersarang di sini. Penyumbang berat kotoran ini: masyarakat kota. Jelek kali memang drainase dan parit di kampung kita ini.
Makanya ketika Wali Kota Rahudman terketuk hatinya untuk mengatasi cerita lama ini, banyak khalayak yang ragu. “Ini pekerjaan berat. Apa Pak Wali punya kemauan kuat dan waktu yang cukup untuk urusan yang tak bergengsi ini?” kata seorang tetangga setengah berteriak.
Warga boleh jadi sangsi. Tapi melihat gelagatnya, Pak Wali kita ini serius. Belakangan ini Rahudman sering kelihatan keluyuran di malam hari. Dia jadi kurang tidur karena terus bersafari dari kelurahan ke kelurahan. Dari lingkungan ke lingkungan lainnya. Tangan dan pakaiannya kotor membersihkan tumpukan sampah yang membusuk di tepi jalan.
Para pejabat yang mendampingi pun, entah ikhlas atau atau pura-pura, harus ikut turun bersama Pak Wali ke sungai yang berkubang lumpur. Sesekali ikut hilir mudik naik sampan menyusur sungai membersihkan barang busuk tersebut. Kepala Lingkungan yang leler pun ada yang sudah dipecat karena bekerja setengah hati. Sejumlah parit di beberapa kelurahan sudah pula dibongkar dan dibersihkan oleh pekerja. Rahudman bertekad sampah dan parit harus sudah oke hingga Juni ini.
Cita-cita Rahudman pantas didukung. Yang jadi soal, langkah Rahudman ini sepertinya belum serempak dilakukan oleh masyarakat. Banyak warga masih enggan ikut bersih-bersih. Pernah ada Kepala Dinas Kebersihan (sebelum masa Pak Wali) yang seenaknya membuang puntung rokok di ruas jalan dekat kota Medan. “Akh, ini ‘kan bukan di Medan,” katanya kepada wartawan yang menegurnya.
Kalau mental bersih sudah menyatu, pasti malu membuang sampah di manapun. Dan itu dilakukan bukan pula karena ada peraturan. Kata orang bijak, Bersih itu Sebagian Dari Iman. Sekarang terpulang pada Pak Wali. Apakah masih harus terus bersafari, atau diberlakukan Perda Larangan Membuang Sampah untuk menyadarkan warga. Jangan sampai Pak Wali masuk angin lho. (*)