25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Raba-raba di Bandara

Dame Ambarita

Puluhan tahun lalu, aksi raba-raba tubuh calon penumpang pesawat udara di bandara, jarang terdengar. Kalaupun ada, kasusnya tak sebanyak tahun-tahun belakangan ini. Maklum, zaman dulu belum banyak aksi terorisme di pesawat.

Menyusul maraknya aksi pembajakan pesawat, peledakan pesawat, dan sebagainya pengamanan di pintu masuk seluruh bandara di dunia internasional, memang semakin diperketat. Seluruh barang wajib masuk pemeriksaan x-ray. Calon penumpang wajib melewati gawang detector yang bisa memindai bahan-bahan yang dianggap berpotensi membahayakan. Tak hanya logam, sejumlah cairan pun dilarang.

Asal alarm detector berbunyi, petugas dengan sigap akan memeriksa tubuh si calon penumpang. Ada yang hanya mendekatkan alat detector genggam atau super scanner ke tubuh si calon penumpang. Tapi sebagian besar langsung memeriksa si calon penumpang dengan cara manual, yakni meraba tubuh mulai dari dada/ketiak sampai ke kaki. Wanita diperiksa petugas wanita, pria diperiksa petugas pria.

Nah, Minggu malam baru lalu, aksi raba-raba ini dialami Ketua DPRD Medan. Saat ia melewati gawang X-Ray, alarm berbunyi. Kontan, petugas pun melakukan pemeriksaan manual. Namun sang Ketua DPRD menolak diperiksa.

Si petugas tak peduli. Tubuh si ketua tetap saja diraba. Buntutnya, si wakil rakyat merasa dilecehkan. “Masak securiti itu langsung meraba ke arah kemaluan saya karena dilihatnya ada bendolan di celana saya,” katanya kesal.

Merasa dipermalukan karena tubuhnya diraba di tempat ramai, ketua dewan ini pun langsung melayangkan pukulan dan tendangan ke arah si sekuriti. Kasus berbuntut panjang. Teranyar, pihak bandara menunggu itikad baik sang Ketua Dewan untuk meminta maaf atas pemukulan yang dilakukannya. Sebaliknya sang Ketua Dewan berencana merekomendasi pemanggilan terhadap Kepala Angkasa Pura ke DPRD Medan melalui Komisi C DPRD Medan, untuk menindaklanjuti pengamanan di bandara.

Belum jelas siapa yang salah dalam kasus ini. Namun jika sang Ketua Dewan memang menolak diperiksa, barangkali beliau tak paham prosedural. Tak peduli setinggi apa jabatan seseorang, prosedur pemeriksaan selayaknya diikuti. Bukan karena seseorang hebat di lingkungannya, lantas dia wajib mendapat hak istimewa di lingkungan orang lain.

Kata orang tua dulu, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Artinya, di mana pun anda berada, ikutilah peraturan yang ada di sana.
Tentang pengakuan sang ketua, bahwa si sekuriti langsung meraba kemaluannya, ini bisa saja dibuktikan dengan rekaman CCTV. Seandainya pun benar, sebenarnya tidak ada masalah. Apalagi jika memang ada kecurigaan ada benda lain di sana yang patut diperiksa.

Namun jika cara merabanya memang dianggap melecehkan, ini bisa dipermasalahkan. Karena pelecehan itu bicara tentang rasa. Dan rasa itu… sah-sah saja dirasakan. Serupa dengan pasal ‘perasaan tidak menyenangkan’, yang tidak bisa diukur kadarnya, atau disama-ratakan satu sama lain. Untuk perbuatan yang sama, bisa saja A merasa dilecehkan sementara si B merasa biasa saja.

Nah, terkait kasus raba-raba di bandara ini, selama itu masih prosedural, barangkali jalan tengah untuk kedua belah pihak adalah berdamai. Toh, saling menuding pun hanya memperkeruh suasana. (*)

* Penulis adalah Pemimpin Redaksi Sumut Pos

Dame Ambarita

Puluhan tahun lalu, aksi raba-raba tubuh calon penumpang pesawat udara di bandara, jarang terdengar. Kalaupun ada, kasusnya tak sebanyak tahun-tahun belakangan ini. Maklum, zaman dulu belum banyak aksi terorisme di pesawat.

Menyusul maraknya aksi pembajakan pesawat, peledakan pesawat, dan sebagainya pengamanan di pintu masuk seluruh bandara di dunia internasional, memang semakin diperketat. Seluruh barang wajib masuk pemeriksaan x-ray. Calon penumpang wajib melewati gawang detector yang bisa memindai bahan-bahan yang dianggap berpotensi membahayakan. Tak hanya logam, sejumlah cairan pun dilarang.

Asal alarm detector berbunyi, petugas dengan sigap akan memeriksa tubuh si calon penumpang. Ada yang hanya mendekatkan alat detector genggam atau super scanner ke tubuh si calon penumpang. Tapi sebagian besar langsung memeriksa si calon penumpang dengan cara manual, yakni meraba tubuh mulai dari dada/ketiak sampai ke kaki. Wanita diperiksa petugas wanita, pria diperiksa petugas pria.

Nah, Minggu malam baru lalu, aksi raba-raba ini dialami Ketua DPRD Medan. Saat ia melewati gawang X-Ray, alarm berbunyi. Kontan, petugas pun melakukan pemeriksaan manual. Namun sang Ketua DPRD menolak diperiksa.

Si petugas tak peduli. Tubuh si ketua tetap saja diraba. Buntutnya, si wakil rakyat merasa dilecehkan. “Masak securiti itu langsung meraba ke arah kemaluan saya karena dilihatnya ada bendolan di celana saya,” katanya kesal.

Merasa dipermalukan karena tubuhnya diraba di tempat ramai, ketua dewan ini pun langsung melayangkan pukulan dan tendangan ke arah si sekuriti. Kasus berbuntut panjang. Teranyar, pihak bandara menunggu itikad baik sang Ketua Dewan untuk meminta maaf atas pemukulan yang dilakukannya. Sebaliknya sang Ketua Dewan berencana merekomendasi pemanggilan terhadap Kepala Angkasa Pura ke DPRD Medan melalui Komisi C DPRD Medan, untuk menindaklanjuti pengamanan di bandara.

Belum jelas siapa yang salah dalam kasus ini. Namun jika sang Ketua Dewan memang menolak diperiksa, barangkali beliau tak paham prosedural. Tak peduli setinggi apa jabatan seseorang, prosedur pemeriksaan selayaknya diikuti. Bukan karena seseorang hebat di lingkungannya, lantas dia wajib mendapat hak istimewa di lingkungan orang lain.

Kata orang tua dulu, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Artinya, di mana pun anda berada, ikutilah peraturan yang ada di sana.
Tentang pengakuan sang ketua, bahwa si sekuriti langsung meraba kemaluannya, ini bisa saja dibuktikan dengan rekaman CCTV. Seandainya pun benar, sebenarnya tidak ada masalah. Apalagi jika memang ada kecurigaan ada benda lain di sana yang patut diperiksa.

Namun jika cara merabanya memang dianggap melecehkan, ini bisa dipermasalahkan. Karena pelecehan itu bicara tentang rasa. Dan rasa itu… sah-sah saja dirasakan. Serupa dengan pasal ‘perasaan tidak menyenangkan’, yang tidak bisa diukur kadarnya, atau disama-ratakan satu sama lain. Untuk perbuatan yang sama, bisa saja A merasa dilecehkan sementara si B merasa biasa saja.

Nah, terkait kasus raba-raba di bandara ini, selama itu masih prosedural, barangkali jalan tengah untuk kedua belah pihak adalah berdamai. Toh, saling menuding pun hanya memperkeruh suasana. (*)

* Penulis adalah Pemimpin Redaksi Sumut Pos

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/