31.7 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Beda 30 dengan 40

Azrul Ananda

Makin hari, saya makin terbiasa dengan usia baru di kepala empat. Walau kadang masih sering lupa kalau sudah kepala empat. Saya nulis ini sambil terus geleng kepala dan tepok jidat…

***

Bagi yang rutin mengikuti tulisan Happy Wednesday sejak edisi-edisi awal, mungkin ingat saya pernah menulis ketika dulu meninggalkan usia 20-an, menginjak kepala tiga.

Jujur, saya sempat menangis waktu ulang tahun itu. Memilih menyendiri tidak mau bertemu banyak orang. Karena merasa sudah tidak muda lagi. Dengan teman-teman yang sebaya pun saling sharing cerita, dan rata-rata punya perasaan yang sama sedihnya ketika merayakan ulang tahun ke-30 tersebut.

’’Lebih dekat ke separo akhir daripada separo awal,’’ begitu kata seorang sahabat.

Sepuluh tahun kemudian, rasanya beda.

Sebelum saya menulis perasaan saya sebelum melintasi angka ajaib itu, saya ingin membandingkannya dulu dengan beberapa teman yang tahun ini menghadapi pengalaman sama.

Seorang teman –orang yang menurut saya sangat intelektual– menjawab singkat: ’’Denial bro.’’

Saya tanya lagi, dia masih merasa umur berapa? ’’Masih 28 bro, wkwkwk…’’

Menanggapi itu, saya berargumen bahwa sebaiknya mengaku 29 saja. Dia kemudian setuju. ’’Rasanya 29 lebih oke sih ya. Terkesan sudah matang tapi tetap youthful, hehehe…’’ timpalnya.

Seorang sahabat lama –sahabat serumah, sekampus, dan kini sekompleks rumah– punya jawaban yang lebih kompleks.

’’Kamu sudah kenal aku berapa lama? Dua puluh tahun lebih kan? Bukan tidak mungkin sisa hidup kita tidak akan selama usia pertemanan kita,’’ ucapnya.

Bukan, dia bukan tipe pesimistis. Bisnis dia banyak berhubungan dengan hitung-hitungan, jadi dia hanya realistis. Wkwkwkwk…

’’Kita ini orang Indonesia, bro. Life expectancy (masa hidup, Red) rata-rata orang Indonesia berapa? Rasanya tidak sampai 60 atau 65,’’ celetuknya.

Lebih dari itu, buat orang Indonesia, bisa dianggap beruntung.

Kami pun tertawa…

Nah, perasaan saya bagaimana? Kebetulan, saya ’’berhasil’’ menuntaskan impian merayakan angka 40 itu di puncak Passo dello Stelvio, Italia, di ketinggian 2.758 meter. Dan untuk mencapainya, hari itu saya harus bersepeda 106 km, menanjak berat hampir 50 km. Jadi, perasaan hari itu ya sengsara-nikmat.

Sayanya sengsara-nikmat. Saudara dan sahabat-sahabat yang ikut saya hari itu mungkin hanya merasakan sengsaranya. Wkwkwk…

’’Ini ulang tahun temanku yang paling tidak akan pernah aku lupakan. Kok sengsara sekali…’’ omel lucu seorang teman.

Itu perasaan karena aktivitas. Perasaan yang sesungguhnya? Waktu itu masih belum muncul.

Mungkin karena saya berusaha tidak memikirkannya.

Tapi, istri saya sempat mengeluarkan komentar yang membuat semua tertawa. ’’Wah, sudah 40, sekarang aku menikah sama om-om,’’ celetuknya (dia enam tahun lebih muda).

Saya juga sempat menimang-nimang positif-negatifnya 40.

Positif dari segi hobi, karena kalau balapan sepeda sekarang saya masuk kelas Master B, di atas 40. Berarti lawan-lawan saya banyak yang lebih tua daripada yang lebih muda. Lebih memberi peluang untuk menang, hehehe…

Positif lainnya: Seharusnya saya lebih matang lagi dalam berbagai aspek kehidupan. Semoga. Kan katanya ’’Life begins at 40’’. Atau jangan-jangan itu kalimat dibuat oleh orang-orang yang denial?

Negatifnya, terus terang saya tidak kunjung menemukan.

Mungkin itu karena saya tidak mau memikirkan. Wkwkwk…

Azrul Ananda

Makin hari, saya makin terbiasa dengan usia baru di kepala empat. Walau kadang masih sering lupa kalau sudah kepala empat. Saya nulis ini sambil terus geleng kepala dan tepok jidat…

***

Bagi yang rutin mengikuti tulisan Happy Wednesday sejak edisi-edisi awal, mungkin ingat saya pernah menulis ketika dulu meninggalkan usia 20-an, menginjak kepala tiga.

Jujur, saya sempat menangis waktu ulang tahun itu. Memilih menyendiri tidak mau bertemu banyak orang. Karena merasa sudah tidak muda lagi. Dengan teman-teman yang sebaya pun saling sharing cerita, dan rata-rata punya perasaan yang sama sedihnya ketika merayakan ulang tahun ke-30 tersebut.

’’Lebih dekat ke separo akhir daripada separo awal,’’ begitu kata seorang sahabat.

Sepuluh tahun kemudian, rasanya beda.

Sebelum saya menulis perasaan saya sebelum melintasi angka ajaib itu, saya ingin membandingkannya dulu dengan beberapa teman yang tahun ini menghadapi pengalaman sama.

Seorang teman –orang yang menurut saya sangat intelektual– menjawab singkat: ’’Denial bro.’’

Saya tanya lagi, dia masih merasa umur berapa? ’’Masih 28 bro, wkwkwk…’’

Menanggapi itu, saya berargumen bahwa sebaiknya mengaku 29 saja. Dia kemudian setuju. ’’Rasanya 29 lebih oke sih ya. Terkesan sudah matang tapi tetap youthful, hehehe…’’ timpalnya.

Seorang sahabat lama –sahabat serumah, sekampus, dan kini sekompleks rumah– punya jawaban yang lebih kompleks.

’’Kamu sudah kenal aku berapa lama? Dua puluh tahun lebih kan? Bukan tidak mungkin sisa hidup kita tidak akan selama usia pertemanan kita,’’ ucapnya.

Bukan, dia bukan tipe pesimistis. Bisnis dia banyak berhubungan dengan hitung-hitungan, jadi dia hanya realistis. Wkwkwkwk…

’’Kita ini orang Indonesia, bro. Life expectancy (masa hidup, Red) rata-rata orang Indonesia berapa? Rasanya tidak sampai 60 atau 65,’’ celetuknya.

Lebih dari itu, buat orang Indonesia, bisa dianggap beruntung.

Kami pun tertawa…

Nah, perasaan saya bagaimana? Kebetulan, saya ’’berhasil’’ menuntaskan impian merayakan angka 40 itu di puncak Passo dello Stelvio, Italia, di ketinggian 2.758 meter. Dan untuk mencapainya, hari itu saya harus bersepeda 106 km, menanjak berat hampir 50 km. Jadi, perasaan hari itu ya sengsara-nikmat.

Sayanya sengsara-nikmat. Saudara dan sahabat-sahabat yang ikut saya hari itu mungkin hanya merasakan sengsaranya. Wkwkwk…

’’Ini ulang tahun temanku yang paling tidak akan pernah aku lupakan. Kok sengsara sekali…’’ omel lucu seorang teman.

Itu perasaan karena aktivitas. Perasaan yang sesungguhnya? Waktu itu masih belum muncul.

Mungkin karena saya berusaha tidak memikirkannya.

Tapi, istri saya sempat mengeluarkan komentar yang membuat semua tertawa. ’’Wah, sudah 40, sekarang aku menikah sama om-om,’’ celetuknya (dia enam tahun lebih muda).

Saya juga sempat menimang-nimang positif-negatifnya 40.

Positif dari segi hobi, karena kalau balapan sepeda sekarang saya masuk kelas Master B, di atas 40. Berarti lawan-lawan saya banyak yang lebih tua daripada yang lebih muda. Lebih memberi peluang untuk menang, hehehe…

Positif lainnya: Seharusnya saya lebih matang lagi dalam berbagai aspek kehidupan. Semoga. Kan katanya ’’Life begins at 40’’. Atau jangan-jangan itu kalimat dibuat oleh orang-orang yang denial?

Negatifnya, terus terang saya tidak kunjung menemukan.

Mungkin itu karena saya tidak mau memikirkan. Wkwkwk…

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/