30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Nunun, Hermes, Sosialita

Oleh : Dame Ambarita
Pemimpin Redaksi Sumut Pos

Merek atau barang dapat sekaligus menaikkan derajat dan martabat si empunya. Itu fakta dan tak perlu dipungkiri.

Lihat saja para sosialita top tanah air. Citra sebagai sosialita papan atas terbentuk lewat benda bermerek yang mereka kenakan, yang harganya puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Ingat tiga sosialita top ibukota: Malinda Dee, Nunun Nurbaeti, dan Miranda Goeltom, yang terkenal pascakasus hukum yang menjerat mereka? Bersama kasus hukumnya, gaya hidup mereka sebagai sosialita top ibu kota pun ikut terekspos. Alhasil, merek barang-barang yang mereka kenakan, seperti Gucci, Louis Vuitton, Dior, Yves Saint Laurent, Celine, dan sebagainya, makin melekat di benak publik sebagai merek wajib para sosialita papan atas.

Tas merek Hermes misalnya. Sejak Nunun Nurbaeti —tersangka dalam kasus suap cek pelawat kepada anggota DPR RI— diekspos sebagai sosialita fashionable yang kerap menenteng tas Hermes, imej Hermes sebagai tas ikon para sosialita papan atas, semakin eksis. Buntutnya, ibu-ibu kaya di tanah air ikutan ngebet menenteng tas Hermes, demi menaikkan status sosialnya.

Tak hanya di ibukota, tas Hermes yang harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah itu pun ternyata sudah wara-wiri di kalangan para sosialita Kota Medan.

Seorang teman yang belum lama ini masuk sebuah partai politik yang baru lolos verifikasi sebagai peserta Pemilu 2014, kemarin berceloteh. Kata dia, para perempuan yang ikut serta dalam rapat-rapat partai pun sudah banyak yang berpenampilan seperti Nunun. Menenteng Hermes, memakai pakaian merek Louis Vitton (LV), naik mobil mewah, dan bejibun barang bermerek lainnya.

“Para sosialita sekelas Nunun pun sudah wara-wiri di dunia politik Kota Medan. Yang belum mampu ikut style mereka, seperti saya misalnya, terus terang saja jadi merasa agak terpinggir,” aku dia.

Penampilan yang elegan dan berkelas memang menjadi ciri khas para sosialita tanah air. Percaya atau tidak, pakaian dan benda-benda berkualitas dari merek terkenal mampu memunculkan imej elegan dan pintar. Hasilnya, para pemakainya lebih percaya diri plus bangga.

Dunia sekitar kita sering mengukur kesuksesan seseorang dari barang-barang apa saja yang bisa ia miliki. Tentu kita semua paham, bagaimana bangganya seseorang menggenggam iphone atau BBnya. Atau bagaimana senyum percaya diri mereka yang turun dari mobil-mobil Alphard atau Hummer. Ya, derajat seseorang ikut naik bersama barang-barang bermerek yang dipakainya.

Seruan “Wow, tasnya Louis Vitton” atau “mobilnya Hummer, bo” saja sudah membuktikan, betapa kita, sadar atau tidak, menggunakan merek-merek terkenal sebagai alat untuk menentukan derajat seseorang.

Mengenakan barang bermerek tentu sah-sah saja. Seperti Nunun misalnya. Isteri mantan Wakapolri Adang Dorodjatun, sah-sah saja mengenakan tas merek Hermes atau kerudung merek Louis Vitton, demi menjaga imejnya sebagai sosialita papan atas.

Juga hak Nunun untuk mengukur nilai seseorang dari apa yang dikenakan orang itu, mulai dari ujung kaki ke ujung rambut.

Sebaliknya, jika Anda justru balik mengukur nilai seorang Nunun dari caranya memandang barang bermerek sebagai penentu nilai dirinya, atau dari caranya menilai orang lain dari apa yang dikenakannya, itu ok-ok saja.
Bagi yang suka mengukur nilai seseorang dari apa yang dikenakannya, tentu Nunun adalah sosok yang patut ditiru. Bagi yang tidak mementingkan penampilan luar seseorang, penampilan Nunun menjadi tidak penting. Dalam hal ini, semua orang berhak memilih apa yang dihargainya.

Tapi sadar tidak sadar, kita semua memang kerap mengukur derajat seseorang dari penampilan dan barang-barang yang dimiliknya. Ingat tidak, kita selalu lebih menyambut orang yang naik Alphard dibanding yang naik angkot? Jadi kita semua ikut terlibat membuat merek menjadi cukup penting. Yang setuju, senyum sajalah. (*)

Oleh : Dame Ambarita
Pemimpin Redaksi Sumut Pos

Merek atau barang dapat sekaligus menaikkan derajat dan martabat si empunya. Itu fakta dan tak perlu dipungkiri.

Lihat saja para sosialita top tanah air. Citra sebagai sosialita papan atas terbentuk lewat benda bermerek yang mereka kenakan, yang harganya puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Ingat tiga sosialita top ibukota: Malinda Dee, Nunun Nurbaeti, dan Miranda Goeltom, yang terkenal pascakasus hukum yang menjerat mereka? Bersama kasus hukumnya, gaya hidup mereka sebagai sosialita top ibu kota pun ikut terekspos. Alhasil, merek barang-barang yang mereka kenakan, seperti Gucci, Louis Vuitton, Dior, Yves Saint Laurent, Celine, dan sebagainya, makin melekat di benak publik sebagai merek wajib para sosialita papan atas.

Tas merek Hermes misalnya. Sejak Nunun Nurbaeti —tersangka dalam kasus suap cek pelawat kepada anggota DPR RI— diekspos sebagai sosialita fashionable yang kerap menenteng tas Hermes, imej Hermes sebagai tas ikon para sosialita papan atas, semakin eksis. Buntutnya, ibu-ibu kaya di tanah air ikutan ngebet menenteng tas Hermes, demi menaikkan status sosialnya.

Tak hanya di ibukota, tas Hermes yang harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah itu pun ternyata sudah wara-wiri di kalangan para sosialita Kota Medan.

Seorang teman yang belum lama ini masuk sebuah partai politik yang baru lolos verifikasi sebagai peserta Pemilu 2014, kemarin berceloteh. Kata dia, para perempuan yang ikut serta dalam rapat-rapat partai pun sudah banyak yang berpenampilan seperti Nunun. Menenteng Hermes, memakai pakaian merek Louis Vitton (LV), naik mobil mewah, dan bejibun barang bermerek lainnya.

“Para sosialita sekelas Nunun pun sudah wara-wiri di dunia politik Kota Medan. Yang belum mampu ikut style mereka, seperti saya misalnya, terus terang saja jadi merasa agak terpinggir,” aku dia.

Penampilan yang elegan dan berkelas memang menjadi ciri khas para sosialita tanah air. Percaya atau tidak, pakaian dan benda-benda berkualitas dari merek terkenal mampu memunculkan imej elegan dan pintar. Hasilnya, para pemakainya lebih percaya diri plus bangga.

Dunia sekitar kita sering mengukur kesuksesan seseorang dari barang-barang apa saja yang bisa ia miliki. Tentu kita semua paham, bagaimana bangganya seseorang menggenggam iphone atau BBnya. Atau bagaimana senyum percaya diri mereka yang turun dari mobil-mobil Alphard atau Hummer. Ya, derajat seseorang ikut naik bersama barang-barang bermerek yang dipakainya.

Seruan “Wow, tasnya Louis Vitton” atau “mobilnya Hummer, bo” saja sudah membuktikan, betapa kita, sadar atau tidak, menggunakan merek-merek terkenal sebagai alat untuk menentukan derajat seseorang.

Mengenakan barang bermerek tentu sah-sah saja. Seperti Nunun misalnya. Isteri mantan Wakapolri Adang Dorodjatun, sah-sah saja mengenakan tas merek Hermes atau kerudung merek Louis Vitton, demi menjaga imejnya sebagai sosialita papan atas.

Juga hak Nunun untuk mengukur nilai seseorang dari apa yang dikenakan orang itu, mulai dari ujung kaki ke ujung rambut.

Sebaliknya, jika Anda justru balik mengukur nilai seorang Nunun dari caranya memandang barang bermerek sebagai penentu nilai dirinya, atau dari caranya menilai orang lain dari apa yang dikenakannya, itu ok-ok saja.
Bagi yang suka mengukur nilai seseorang dari apa yang dikenakannya, tentu Nunun adalah sosok yang patut ditiru. Bagi yang tidak mementingkan penampilan luar seseorang, penampilan Nunun menjadi tidak penting. Dalam hal ini, semua orang berhak memilih apa yang dihargainya.

Tapi sadar tidak sadar, kita semua memang kerap mengukur derajat seseorang dari penampilan dan barang-barang yang dimiliknya. Ingat tidak, kita selalu lebih menyambut orang yang naik Alphard dibanding yang naik angkot? Jadi kita semua ikut terlibat membuat merek menjadi cukup penting. Yang setuju, senyum sajalah. (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/