26.7 C
Medan
Friday, May 24, 2024

Dewan Tolak Pilgubsu Secara Langsung

Atas Nama Penghematan Anggaran

MEDAN-Penetapan pemilihan gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2013 secara langsung oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut mendapat hambatan. Adalah anggota DPRD Sumut, Chaidir Ritonga, yang menyoal tata cara even yang akan digelar 7 Maret (se belumnya tertulis 1 maret) tahun depan itu.

“Kita masih menunggu keputusan dari pusat. Karena mengenai pemilihan gubernur, UU-nya lagi dibahas di DPR RI. Dan itu bukan revisi UU No 32 Tahun 2004 mengenai pemilihan kepala daerah. Artinya, UU yang baru,” ungkap Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga kepada Sumut Pos, Rabu (11/1).

Politisi Partai Golkar Sumut ini juga mengungkapkan, seharusnya KPU Sumut memiliki visi dan misi yang sama dengan DPRD Sumut dalam konteks penghematan anggaran.

Chaidir menilai, tahapan Pilgubsu 2013 yang relatif lebih cepat, jika dibandingkan pada Pilgubsu 2008 lalu, menjurus pada keinginan KPU Sumut agar bisa mendapatkan anggaran pelaksanaan Pilkada secara langsung.
Karena, menurutnya, bila tahapan Pilkada sudah dimulai, maka tidak akan bisa dibatalkan lagi, meskipun UU yang baru mengenai Pilgubsu telah disahkan oleh DPR RI. “Berdasarkan pemilihan yang lalu, pemilihannya pada 9 April. Sementara yang ini dimajukan lebih cepat satu bulan. Ini mencuri momen.

Karena harusnya tanggal 9 April 2013. Mungkin saja KPU menilai, bila tahapan sudah dimulai, ketika UU yang baru disahkan tetap saja akan mengikuti tahapan yang sudah ada. KPU di sini, berupaya untuk mengambil anggaran. Dalam arti kata, tetap pada pelaksanaan Pilkada secara langsung,” jelasnya.

Chaidir kembali menekankan soal penghematan. Dengan catatan, jika Pilgubsu dilakukan secara langsung, maka dana yang dibutuhkan sebesar Rp496 miliar. “Kalau dipilih melalui legislatif, anggarannya hanya Rp100 atau 200juta, tidak sampai hampir setengah miliar. Anggaran yang diajukan KPU itu kan sebesar Rp496 miliar. Memang ada tren, pengesahan undang-undang dan aturan pendukungnya itu relatif lambat. Namun, bila nantinya disahkan pada waktu sebelum Pilgubsu, lebih baik itu digunakan. Untuk apa mempercepat proses pemilihannya, bila pada prinsipnya nantinya jika tetap sesuai apa yang ada bisa lebih menghemat pemilihan itu sendiri,” terangnya.

Terkait hal itu, Ketua KPU Sumut Irham Buana Nasution menyanggahnya dengan keras. Irham malah sempat menyatakan, Chaidir Ritonga tidak paham dengan Undang-undang.

“Dia (Chaidir, Red) tidak tahu soal undang-undang, biar kita kritisi. Saat ini yang berlaku UU yang mengatur pemilihan kepala daerah adalah UU 32 Tahun 2004. Jadi tetap itu yang dijadikan pedoman,” ketusnya.
Irham juga menegaskan, soal undang-undang baru itu masih butuh waktu lama. “Itu masih wacana. Kalau disahkan masih membutuhkan peraturan organik lainnya. Jadi masih membutuhkan waktu lagi. Kami KPU, tetap berkeyakinan pelaksanaan Pilgubsu 2013 masih berdasarkan UU 32 Tahun 2004 yang dilakukan secara langsung,” tegasnya.

Mengenai anggaran, Irham menjelaskan, bila nantinya Pilgubsu dilakukan oleh DPRD Sumut, tidak menutup kemungkinan anggaran yang dibutuhkan juga cukup besar.

“Tidak mungkin anggaran pemilihan kepala daerah yang dilakukan DPRD hanya Rp100 sampai Rp200 juta. Harus dipahami, meskipun pemilihan melalui dewan, secara teknis tetap KPU. Mengenai pendaftaran parpol, pendaftaran calon, verifikasi dan sebagainya. Anggota dewan hanya mekanisme pemilihan kepala daerahnya,” bebernya.

Lebih lanjut Irham menjabarkan, anggaran sebesar Rp496 miliar yang diajukan KPU Sumut ke pimpinan DPRD Sumut dan Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu Gatot Pujo Nugroho, diajukan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumut dalam dua tahun anggaran yakni 2012 dan 2013. “Karena keterbatasan anggaran, maka kita mengajukan dimasukkan di dua tahun anggaran. Itu agar tidak mengganggu mata anggaran lainnya,” bebernya.

Lalu, bagaimana sikap KPU Pusat? “Ya memang harus seperti itu, masalah waktu mesti dipertimbangkan secara cermat,” ujar anggota KPU Pusat, Syamsul Bahri. Yang terpenting, katanya, tahapannya tetap harus sesuai aturan.

Sementara itu, dimintai tanggapannya, Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri, Djohermansyah Djohan, mengatakan, selama belum ada UU yang baru, maka yang dipakai sebagai acuan tetaplah UU yang lama. Terlebih lagi, kata Djohermansyah, revisi UU 32 Tahun 2004 hingga saat ini masih dalam bentuk RUU, yang jadwal pembahasannya di DPR pun belum keluar.

“Kalau pun sudah terjadwal, pembahasannya bisa alot, bisa berbulan-bulan. Seperti RUU DIY itu, sampai sekarang belum selesai. Jadi, teruskan saja penjadwalan yang sudah dibuat KPU Sumut itu,” kata Djohermansyah.

Menurut Djo, justru akan kacau jika KPU Sumut harus menunggu aturan yang baru. Pasalnya, proses pemilukada itu juga menyangkut anggaran yang harus disediakan di APBD. “Kalau pembahasan revisi UU 32 lama, bagaimana? Proses suksesi kepemimpinan di Sumut malah bisa terganggu,” ujar mantan Deputi Bidang Politik Kantor Setwapres itu.

Bagaimana jika revisi UU cepat kelar dan mekanisme Pilgub berubah menjadi dipilih DPRD? Djo menjelaskan, jika itu yang terjadi, implementasi sebuah aturan baru tetap akan memberikan ruang masa transisi. “Tentunya nanti ada pengaturan khusus jika ternyata bisa cepat selesai revisi itu. Akan dilihat, kena nggak Sumut (dengan aturan baru, Red)? Tapi sekali, prinsipnya, sebelum ada aturan baru, maka berlaku aturan lama,” tegas Guru Besar Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) itu.
Rahmat Shah Siap Maju

Di sisi lain, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sumut Rahmat Shah, yang telah santer dikabarkan akan maju pada Pilgubsu menyatakan siap. Syaratnya, jika dicalonkan dan diharapkan oleh masyarakat Sumut untuk maju.
“Kalau ditanya kemungkinan, ya mungkin saja saya maju. Karena itu hak semua masyarakat dan rakyat Indonesia. Kalau untuk perbaikan dan perkembangan tanah kelahiran kita, kenapa tidak,” akunya.
Pemilik Rahmat Galerry di Jalan S Parman ini juga menyatakan, dirinya juga sudah mendapat tawaran dan juga telah diminta untuk maju dalam Pilgubsu 2013 mendatang.
Namun, Rahmat Shah juga menyatakan, bila nantinya calon-calon yang maju dianggap sudah baik, punya visi dan misi membangun Sumut, maka dirinya tidak akan maju menjadi salah satu kandidat di Pilgubsu 2013 mendatang.
“Saya memang ditawari dan diminta, tapi untuk saat ini evaluasi dan melakukan pertimbangan terlebih dahulu. Apalagi kan masih lama, masih satu tahun lebih. Nanti kalau sudah 10 bulan atau berapa bulan lagi, barulah bisa memberikan kepastian. Tapi intinya, bila nanti calon-calon yang ada baik dan punya semangat dan visi untuk membangun Sumut, cukuplah calon-calon itu saja. Saya tidak usah ikut. Seperti yang saya bilang tadi, saya masih mengevaluasi dan mempertimbangkan,” katanya.(ari/sam)

Atas Nama Penghematan Anggaran

MEDAN-Penetapan pemilihan gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2013 secara langsung oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut mendapat hambatan. Adalah anggota DPRD Sumut, Chaidir Ritonga, yang menyoal tata cara even yang akan digelar 7 Maret (se belumnya tertulis 1 maret) tahun depan itu.

“Kita masih menunggu keputusan dari pusat. Karena mengenai pemilihan gubernur, UU-nya lagi dibahas di DPR RI. Dan itu bukan revisi UU No 32 Tahun 2004 mengenai pemilihan kepala daerah. Artinya, UU yang baru,” ungkap Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga kepada Sumut Pos, Rabu (11/1).

Politisi Partai Golkar Sumut ini juga mengungkapkan, seharusnya KPU Sumut memiliki visi dan misi yang sama dengan DPRD Sumut dalam konteks penghematan anggaran.

Chaidir menilai, tahapan Pilgubsu 2013 yang relatif lebih cepat, jika dibandingkan pada Pilgubsu 2008 lalu, menjurus pada keinginan KPU Sumut agar bisa mendapatkan anggaran pelaksanaan Pilkada secara langsung.
Karena, menurutnya, bila tahapan Pilkada sudah dimulai, maka tidak akan bisa dibatalkan lagi, meskipun UU yang baru mengenai Pilgubsu telah disahkan oleh DPR RI. “Berdasarkan pemilihan yang lalu, pemilihannya pada 9 April. Sementara yang ini dimajukan lebih cepat satu bulan. Ini mencuri momen.

Karena harusnya tanggal 9 April 2013. Mungkin saja KPU menilai, bila tahapan sudah dimulai, ketika UU yang baru disahkan tetap saja akan mengikuti tahapan yang sudah ada. KPU di sini, berupaya untuk mengambil anggaran. Dalam arti kata, tetap pada pelaksanaan Pilkada secara langsung,” jelasnya.

Chaidir kembali menekankan soal penghematan. Dengan catatan, jika Pilgubsu dilakukan secara langsung, maka dana yang dibutuhkan sebesar Rp496 miliar. “Kalau dipilih melalui legislatif, anggarannya hanya Rp100 atau 200juta, tidak sampai hampir setengah miliar. Anggaran yang diajukan KPU itu kan sebesar Rp496 miliar. Memang ada tren, pengesahan undang-undang dan aturan pendukungnya itu relatif lambat. Namun, bila nantinya disahkan pada waktu sebelum Pilgubsu, lebih baik itu digunakan. Untuk apa mempercepat proses pemilihannya, bila pada prinsipnya nantinya jika tetap sesuai apa yang ada bisa lebih menghemat pemilihan itu sendiri,” terangnya.

Terkait hal itu, Ketua KPU Sumut Irham Buana Nasution menyanggahnya dengan keras. Irham malah sempat menyatakan, Chaidir Ritonga tidak paham dengan Undang-undang.

“Dia (Chaidir, Red) tidak tahu soal undang-undang, biar kita kritisi. Saat ini yang berlaku UU yang mengatur pemilihan kepala daerah adalah UU 32 Tahun 2004. Jadi tetap itu yang dijadikan pedoman,” ketusnya.
Irham juga menegaskan, soal undang-undang baru itu masih butuh waktu lama. “Itu masih wacana. Kalau disahkan masih membutuhkan peraturan organik lainnya. Jadi masih membutuhkan waktu lagi. Kami KPU, tetap berkeyakinan pelaksanaan Pilgubsu 2013 masih berdasarkan UU 32 Tahun 2004 yang dilakukan secara langsung,” tegasnya.

Mengenai anggaran, Irham menjelaskan, bila nantinya Pilgubsu dilakukan oleh DPRD Sumut, tidak menutup kemungkinan anggaran yang dibutuhkan juga cukup besar.

“Tidak mungkin anggaran pemilihan kepala daerah yang dilakukan DPRD hanya Rp100 sampai Rp200 juta. Harus dipahami, meskipun pemilihan melalui dewan, secara teknis tetap KPU. Mengenai pendaftaran parpol, pendaftaran calon, verifikasi dan sebagainya. Anggota dewan hanya mekanisme pemilihan kepala daerahnya,” bebernya.

Lebih lanjut Irham menjabarkan, anggaran sebesar Rp496 miliar yang diajukan KPU Sumut ke pimpinan DPRD Sumut dan Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu Gatot Pujo Nugroho, diajukan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumut dalam dua tahun anggaran yakni 2012 dan 2013. “Karena keterbatasan anggaran, maka kita mengajukan dimasukkan di dua tahun anggaran. Itu agar tidak mengganggu mata anggaran lainnya,” bebernya.

Lalu, bagaimana sikap KPU Pusat? “Ya memang harus seperti itu, masalah waktu mesti dipertimbangkan secara cermat,” ujar anggota KPU Pusat, Syamsul Bahri. Yang terpenting, katanya, tahapannya tetap harus sesuai aturan.

Sementara itu, dimintai tanggapannya, Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri, Djohermansyah Djohan, mengatakan, selama belum ada UU yang baru, maka yang dipakai sebagai acuan tetaplah UU yang lama. Terlebih lagi, kata Djohermansyah, revisi UU 32 Tahun 2004 hingga saat ini masih dalam bentuk RUU, yang jadwal pembahasannya di DPR pun belum keluar.

“Kalau pun sudah terjadwal, pembahasannya bisa alot, bisa berbulan-bulan. Seperti RUU DIY itu, sampai sekarang belum selesai. Jadi, teruskan saja penjadwalan yang sudah dibuat KPU Sumut itu,” kata Djohermansyah.

Menurut Djo, justru akan kacau jika KPU Sumut harus menunggu aturan yang baru. Pasalnya, proses pemilukada itu juga menyangkut anggaran yang harus disediakan di APBD. “Kalau pembahasan revisi UU 32 lama, bagaimana? Proses suksesi kepemimpinan di Sumut malah bisa terganggu,” ujar mantan Deputi Bidang Politik Kantor Setwapres itu.

Bagaimana jika revisi UU cepat kelar dan mekanisme Pilgub berubah menjadi dipilih DPRD? Djo menjelaskan, jika itu yang terjadi, implementasi sebuah aturan baru tetap akan memberikan ruang masa transisi. “Tentunya nanti ada pengaturan khusus jika ternyata bisa cepat selesai revisi itu. Akan dilihat, kena nggak Sumut (dengan aturan baru, Red)? Tapi sekali, prinsipnya, sebelum ada aturan baru, maka berlaku aturan lama,” tegas Guru Besar Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) itu.
Rahmat Shah Siap Maju

Di sisi lain, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sumut Rahmat Shah, yang telah santer dikabarkan akan maju pada Pilgubsu menyatakan siap. Syaratnya, jika dicalonkan dan diharapkan oleh masyarakat Sumut untuk maju.
“Kalau ditanya kemungkinan, ya mungkin saja saya maju. Karena itu hak semua masyarakat dan rakyat Indonesia. Kalau untuk perbaikan dan perkembangan tanah kelahiran kita, kenapa tidak,” akunya.
Pemilik Rahmat Galerry di Jalan S Parman ini juga menyatakan, dirinya juga sudah mendapat tawaran dan juga telah diminta untuk maju dalam Pilgubsu 2013 mendatang.
Namun, Rahmat Shah juga menyatakan, bila nantinya calon-calon yang maju dianggap sudah baik, punya visi dan misi membangun Sumut, maka dirinya tidak akan maju menjadi salah satu kandidat di Pilgubsu 2013 mendatang.
“Saya memang ditawari dan diminta, tapi untuk saat ini evaluasi dan melakukan pertimbangan terlebih dahulu. Apalagi kan masih lama, masih satu tahun lebih. Nanti kalau sudah 10 bulan atau berapa bulan lagi, barulah bisa memberikan kepastian. Tapi intinya, bila nanti calon-calon yang ada baik dan punya semangat dan visi untuk membangun Sumut, cukuplah calon-calon itu saja. Saya tidak usah ikut. Seperti yang saya bilang tadi, saya masih mengevaluasi dan mempertimbangkan,” katanya.(ari/sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/