Bicara soal happy semua, itu rasanya juga tidak mungkin. Satu lagi tipe orang yang bisa membuat alarm di kepala saya berbunyi. Yaitu, orang yang berusaha membuat semua orang happy.
Sekilas, dia ini sepertinya yang paling bijak, yang paling mengutamakan semua. Dan kalau kita pikir, hatinya mungkin memang yang paling baik. Karena dia sama sekali tidak ingin ada yang marah, sedih, kecewa, dan lain-lain.
Berdasar pengalaman, hukum ’’bikin happy’’ itu mungkin mirip dengan pelajaran kelas public relations (PR) waktu kuliah dulu. Di kelas PR itu, di bab pertama bukunya, yang ditekankan adalah ’’Total objectivity is impossible to attain’’. Bahwa sesuatu itu tidak mungkin seratus persen objektif. Tidak mungkin bisa seratus persen adil. Dan jangan berharap bakal bisa 100 persen seimbang.
Jadi, sebenarnya kasihan teman yang selalu berusaha semua orang itu happy. Karena ending-nya justru dia yang sakit hati atau kecewa sendiri. Sebab, orang-orang di sekelilingnya ternyata tidak bisa happy semua, atau tidak bisa happy sepenuhnya.
Kalau sudah begitu, lalu bagaimana?
Terus terang, saya belajar banyak dari orang tua saya. Seseorang yang hidupnya telah menaklukkan begitu banyak tantangan, dan terus kuat menghadapi begitu banyak rintangan.
Dulu, saat tampil di sebuah talk show televisi, saya ditanya oleh host-nya. Dia bertanya, apa pendapat saya tentang orang tua saya.
Saya bilang, ayah saya itu tipe orang yang paling istimewa. Dia orang yang belum tentu membuat orang happy, tapi dia akan membuat orang jadi lebih baik.
Pertama, dia bukan tipe orang yang sekadar mencari happy. Bagi dia, happy adalah proses bekerja dalam mencapai sesuatu. Kalau sudah terwujud, maka dia akan happy lagi bekerja untuk mencapai sesuatu yang lain. Begitu seterusnya.
Banyak orang tidak bisa melihat, banyak orang sulit memahami, terhadap hal-hal yang dia lakukan. Banyak orang tidak memercayai, terus mengganggu, apa yang dia coba lakukan.
Ironisnya, ketika yang dia lakukan tercapai, ternyata hasilnya baik untuk banyak orang. Ternyata, hasilnya membuat banyak orang lebih baik, walau mungkin tidak semua orang itu happy.
Bahkan, orang yang sudah merasakan dampak positif itu pun kadang tetap tidak mau happy. Mungkin karena dia gengsi karena telanjur teriak-teriak tidak suka, sehingga harus menyembunyikan kenyataan kalau dia sebenarnya happy.
Belajar dari sikap dan perilaku teman-teman, belajar dari orang tua, maka saya terus mencoba peka terhadap banyak sinyal itu.
Kalau maunya hanya happy, walau mengasyikkan, dia itu bukan tipe yang bisa diajak maju bersama.
Kalau maunya semua happy, walau baik hati, dia itu bukan tipe yang bisa diajak melakukan perubahan.
Jangan pernah takut membuat orang tidak happy. Yang penting dalam hati kita ada niatan untuk membuat sesuatu yang lebih baik.
Lebih happy belum tentu lebih baik.
Lebih baik bisa membuat lebih banyak orang happy. (*)