Oleh: TOGA M SIAHAAN
Redaktur Pelaksana Sumut Pos
Beberapa waktu belakangan, suhu politik di Sumatera Utara perlahan menghangat. Para prnguru parpol sibuk konsolidasi, hingga ada yang gontok-gontokan. Maklum, jadwal pesta demokrasi terbesar di provinsi ini suah kian dekat.
Pilgubsu memang baru akan berlangsung April tahun depan. Tapi prosesnya sudah menggeliat. Harus, supaya jadwal bisa terlaksana. Selain itu, persiapan yang baik merupakan salah satu kunci keberhasilan di setiap kompetisi.
Menarik juga melihat kiprah beberapa ‘tokoh dadakan’ yang bersiap dan dipersiapkan maju dalam pilgub dan upaya mereka mendongkrak popularitas instan. Tiba-tiba merasa dekat dengan rakyat. Cara yang paling manjur, menyebar uang dengan bungkusan macam-macam kegiatan. Tujuannya cuma satu, meraih simpati pemilih.
Bagi rakyat, lumayan lah, tiba-tiba banyak tokoh yang peduli masyarakat kecil, melebih hari-hari sebelumnya. Kaum marjinal dan golongan menengah menjadi target para calon dan tim sukses untuk digarap. Bukan apa-apa, jumlahnya memang paling banyak dan dikira paling mudah ‘dipengaruhi’ dengan perhatian sesaat. Dalam konteks wajar, siapa yang tak mendapatkan perhatian. Jarang-jarang sih.…
Soal pengambilan keputusan di bilik suara, ada keyakinan, rakyat akan bersikap kalau itu masalah nanti. Ada keyakinan, rakyat-rakyat itu, sebagai pemegang kedaulatan dalam pemilihan, tak mudah dipengaruhi dengan cara instan.
Oke lah, itu upaya mereka, para calon-calon penentu kebijakan. Terserah mereka bagaimana caranya menaikkan elektabilitas. Asal tidak melanggar etika dan norma, biarkan saja. Rakyat juga sudah pintar, tidak gampang dikelabui.
***
Mengamati upaya para politisi menggaet perhatian pemilik suara, jadi menggelitik bila dibandingkan dengan apa yang dilakukan penyanyi terkenal maupun klub sepakbola elit dengan fansnya. Apapun yang dibuat politisi mencuri perhatian kader partainya, rasanya tak mampu mengalahkan loyalitas fans sepakbola atas klub kebanggaannya atau fans biduan dan band terkenal itu.
Indikatornya, bisakah politisi atau parpol mengumpulkan massa tanpa harus mengeluarkan uang? Itu gampang saja bagi penyanyi terkenal atau klub sepakbola elit. Tinggal buat konser atau mengikuti pertandingan reguler, dijamin aliran massa akan meluber. Fans pun sangat tidak keberatan bila harus merogoh kocek dan mengeluarkan uangnya. Loyalitas dan kesetiaan mereka juga biasanya bertahan lama. Tak jarang diturunkan dan ditularkan pada orang-orang di sekitar mereka. Itu karena mereka tumbuh dan berkembang bersama dan dengan dukungan fansnya.
Apa yang salah dengan partai politik? Tak adakah lagi figur yang memiliki magnet seperti Soekarno?
Entahlah. Yang jelas, penyanyi, grup band maupun klub sepakbola akan berusaha menghibur fans nya. Karena itulah hakikat keberadaan mereka.
Dan baiknya sih, parpol dan politisi itu bisa membuat sejahtera rakyat yang diwakilinya. Setidaknya, menjalankan fungsi awal sebagai mana mestinya. Bukan malah melakukan penyimpangan yang terang-terangan, mengambil kebijakan yang dengan sadar mengakomodir segelintir pemodal dan melukai hati rakyat yang diwakilinya. (*)