32.8 C
Medan
Thursday, May 9, 2024

Selamat Mengambil Risiko

Azrul Ananda

Biasanya, saya diundang bicara untuk urusan media, anak muda, dan bisnis. Atau diminta jadi komentator F1 di TV. Kali ini agak beda, diminta untuk bicara soal hobi. Rasanya plong karena bisa berbagi.

***

Saya tidak hidup sebagai pembicara. Dan kalau bisa, jangan sampai cari hidup sebagai pembicara. Harus bisa cari hidup dengan bekerja dan berusaha, lalu kadang-kadang berbicara untuk berbagi dan saling menginspirasi.

Selasa kemarin (24/5) saya diundang untuk urusan yang berbeda. Yang mengundang teman-teman pebisnis seangkatan yang tergabung di Entrepreneurs’ Organization (EO). Tapi tidak sharing soal bisnis, melainkan soal pribadi. Khususnya hobi yang baru saya tekuni hampir empat tahun terakhir: cycling.

Organisasi internasional seperti itu seru. Karena anggotanya rata-rata business owner dan rata-rata generasi kedua atau lebih, kebutuhan networking rasanya bukanlah yang utama.

Kebutuhan networking itu biasanya untuk kalangan yang profesional. Kalau yang seperti di EO ini bisa dibilang seperti organisasi untuk menjalin pertemanan dan mencari teman curhat. Sebab, orang-orang seperti mereka (termasuk saya) biasanya punya latar belakang serupa dan masalah yang sama.

Misalnya, bagaimana menghadapi lingkungan kerja yang dulu didominasi orang tua, lalu bagaimana menemukan teman yang memahami masalah yang sama. Seperti ucapan Ronald Walla, salah satu tokoh EO, organisasi seperti itu bisa menjadi ”keluarga ketiga”. Setelah keluarga orisinal bersama orang tua serta keluarga sendiri bersama istri dan anak.

Di organisasi itu, semua bisa sharing, saling membantu, dan ”rahasia sesama” saling terjaga.

Venue-nya juga tidak boring. Bukan di hotel atau ruang pertemuan. Melainkan di Indonesia Bike Works, sebuah pabrik sepeda high-end di kawasan Sumengko, Gresik. Kebetulan bertetangga dengan percetakan, pabrik kertas, dan pembangkit listrik Jawa Pos Group di kawasan tersebut.

Pabrik itu merupakan buah keberanian Anne dan Yoshiho Sekita, yang bertekad mengembangkan diri di arena manufacturing, dalam situasi yang katanya banyak tantangan untuk bisnis manufacturing di Indonesia. Salah satu merek mereka, Thrill (merek asli Indonesia), bahkan bakal berkiprah di arena Olimpiade nanti! Hebat!
Saya mau datang karena tidak diminta untuk bicara soal bisnis. Saya diminta datang untuk bicara sebagai seorang cyclist. Bagaimana hobi itu memengaruhi hidup pribadi dan profesional saya.

Saya sangat mau karena saya merasa tidak seperti berbicara formal. Rasanya justru seperti saya yang curhat!
Saya bercerita (dulu pernah saya tulis di Happy Wednesday juga) bagaimana saya memilih hobi itu karena memang tidak ada opsi lain. Saya gila olahraga sejak kecil. Mulai sepak bola, bulu tangkis, atletik, sampai kadang balapan go-kart. Cuma, semua harus berakhir pada 2007, ketika mengalami cedera lutut parah. Pilihannya hanya cycling atau renang dan saya tidak bisa berenang.

Dan ternyata cycling punya banyak manfaat. Melebihi dari yang saya bayangkan. Mulanya untuk menurunkan berat badan yang sempat membengkak, pada akhirnya menjadi sesuatu yang ikut mengatur pola hidup.

Manfaat badan sehat, pasti. Berat saya turun 16 kilogram, jadi lebih ringan daripada waktu kuliah dulu. Manfaat doyan kecepatan ya dapat, apalagi saat ikut balapan. Lalu, ada manfaat memuaskan kebutuhan utak-atik barang (bongkar pasang modifikasi).

Tapi, lebih dari itu, ada manfaat meditasinya. Berhubung saya tidak betah duduk diam dan tidak sabar saat main golf (pernah main dua hole langsung pulang), cycling memberi kesempatan untuk berbicara dengan diri sendiri dan refleksi diri.

Azrul Ananda

Biasanya, saya diundang bicara untuk urusan media, anak muda, dan bisnis. Atau diminta jadi komentator F1 di TV. Kali ini agak beda, diminta untuk bicara soal hobi. Rasanya plong karena bisa berbagi.

***

Saya tidak hidup sebagai pembicara. Dan kalau bisa, jangan sampai cari hidup sebagai pembicara. Harus bisa cari hidup dengan bekerja dan berusaha, lalu kadang-kadang berbicara untuk berbagi dan saling menginspirasi.

Selasa kemarin (24/5) saya diundang untuk urusan yang berbeda. Yang mengundang teman-teman pebisnis seangkatan yang tergabung di Entrepreneurs’ Organization (EO). Tapi tidak sharing soal bisnis, melainkan soal pribadi. Khususnya hobi yang baru saya tekuni hampir empat tahun terakhir: cycling.

Organisasi internasional seperti itu seru. Karena anggotanya rata-rata business owner dan rata-rata generasi kedua atau lebih, kebutuhan networking rasanya bukanlah yang utama.

Kebutuhan networking itu biasanya untuk kalangan yang profesional. Kalau yang seperti di EO ini bisa dibilang seperti organisasi untuk menjalin pertemanan dan mencari teman curhat. Sebab, orang-orang seperti mereka (termasuk saya) biasanya punya latar belakang serupa dan masalah yang sama.

Misalnya, bagaimana menghadapi lingkungan kerja yang dulu didominasi orang tua, lalu bagaimana menemukan teman yang memahami masalah yang sama. Seperti ucapan Ronald Walla, salah satu tokoh EO, organisasi seperti itu bisa menjadi ”keluarga ketiga”. Setelah keluarga orisinal bersama orang tua serta keluarga sendiri bersama istri dan anak.

Di organisasi itu, semua bisa sharing, saling membantu, dan ”rahasia sesama” saling terjaga.

Venue-nya juga tidak boring. Bukan di hotel atau ruang pertemuan. Melainkan di Indonesia Bike Works, sebuah pabrik sepeda high-end di kawasan Sumengko, Gresik. Kebetulan bertetangga dengan percetakan, pabrik kertas, dan pembangkit listrik Jawa Pos Group di kawasan tersebut.

Pabrik itu merupakan buah keberanian Anne dan Yoshiho Sekita, yang bertekad mengembangkan diri di arena manufacturing, dalam situasi yang katanya banyak tantangan untuk bisnis manufacturing di Indonesia. Salah satu merek mereka, Thrill (merek asli Indonesia), bahkan bakal berkiprah di arena Olimpiade nanti! Hebat!
Saya mau datang karena tidak diminta untuk bicara soal bisnis. Saya diminta datang untuk bicara sebagai seorang cyclist. Bagaimana hobi itu memengaruhi hidup pribadi dan profesional saya.

Saya sangat mau karena saya merasa tidak seperti berbicara formal. Rasanya justru seperti saya yang curhat!
Saya bercerita (dulu pernah saya tulis di Happy Wednesday juga) bagaimana saya memilih hobi itu karena memang tidak ada opsi lain. Saya gila olahraga sejak kecil. Mulai sepak bola, bulu tangkis, atletik, sampai kadang balapan go-kart. Cuma, semua harus berakhir pada 2007, ketika mengalami cedera lutut parah. Pilihannya hanya cycling atau renang dan saya tidak bisa berenang.

Dan ternyata cycling punya banyak manfaat. Melebihi dari yang saya bayangkan. Mulanya untuk menurunkan berat badan yang sempat membengkak, pada akhirnya menjadi sesuatu yang ikut mengatur pola hidup.

Manfaat badan sehat, pasti. Berat saya turun 16 kilogram, jadi lebih ringan daripada waktu kuliah dulu. Manfaat doyan kecepatan ya dapat, apalagi saat ikut balapan. Lalu, ada manfaat memuaskan kebutuhan utak-atik barang (bongkar pasang modifikasi).

Tapi, lebih dari itu, ada manfaat meditasinya. Berhubung saya tidak betah duduk diam dan tidak sabar saat main golf (pernah main dua hole langsung pulang), cycling memberi kesempatan untuk berbicara dengan diri sendiri dan refleksi diri.

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/