Memang sulit untuk mendinginkan suasana hati yang panas. Apalagi, hati panas ketika udara juga panas. Mungkin itulah sebab, Satuan Polisi Pamong Praja atau yang lebih dikenal dengan Satpol PP terlibat perseteruan dengan mahasiswa. Lucunya, perseteruan Satpol PP dengan mahasiswa bukan saat aksi unjuk rasa alias demonstrasi.
Biasanya, pertarungan antara mahasiswa dengan aparat terjadi saat demonstrasi bukan? Ya, bentrok dengan polisi atau pihak keamanan lainnya saat demonstrasi adalah sesuatu yang hebat bukan? Buktinya, kawan saya yang kepalanya bocor kena pentungan polisi saat demo 1998 di Bunderan UGM Jogjakarta hingga kini bangga menunjukkan kepalanya yang botak. Bekas lukanya dia pamerkan dengan wajah sumringah ketika ada yang berbicara tentang heboh reformasi. Kembali ke kejadian kemarin, ceritanya sekelompok mahasiswa melakukan aksi di beberapa tempat di Medan. Mereka menolak rencana pengesahan Undang-undang Perguruan Tinggi yang juga digelar kemarin di Jakarta. Nah, setelah berorasi, membakar, hingga menyandera mobil plat merah mahasiswa bubar. Beberapa dari mereka pun mampir di Lapangan Merdeka Medan. Mereka santap siang dengan bekal yang sebelumnya mereka bawa.
Di saat makan itu, dua orang Satpol PP lewat. Entah apa yang terjadi, yang mungkin sekali ada perselisihan hingga dua anggota Satpol tadi pun pergi. Tak lama berselang, puluhan Satpol PP kembali lagi. Tanpa ba-bi-bu, mahasiswa diserang. Kabarnya, jumlah Satpol PP lebih banyak. Selain itu, peralatan mereka sangat lengkap. Akibatnya, lima mahasiswa luka-luka dan satu sepeda motor hancur alias rusak.
Begitulah, sekali lagi soal panas memang sulit untuk diterjemahkan. Satpol PP pastinya tidak bisa menahan panas itu; baik cuaca maupun suasana hati. Jika mereka bisa menahan, tentunya mereka tidak akan menyerang bukan? Ayolah, Satpol PP pastinya tidak bodoh; mereka pasti tahu mahasiswa itu sudah capek berdemountuk memperjuangkan agar Rencana Undang-undang Perguruan Tinggi tidak disahkan; bisa juga mereka pernah menjadi mahasiswa atau ada keluarganya yang mahasiswa. Jadi, penyerangan itu pasti dilatarbelakangi oleh sesuatu yang panas bukan?
Sayangnya, mahasiswa ikutan panas juga. Tapi, kalau mau ditelisik, panas mahasiswa juga bisa dimaklumi. Bayangkan saja, di terik matahari mereka berteriak, tapi suara mereka tidak didengar. Memang mereka disambut anggota DPRD Sumut, tapi apakah aspirasi mereka tersampaikan? Buktinya, Rencana Undang-undang Perguruan Tinggi tetap disahkan di Jakarta. Hebatnya lagi, tidak ada satupun anggota dewan di Senayan yang menolak pengesahan itu!
Tapi sudahlah, perseteruan antara Satpol PP dengan mahasiswa memang lumayan unik; apalagi terjadi setelah demonstrasi berakhir. Saya jadi teringat dengan tawuran antara anggota Keamanan Rakyat (Kamra) dengan pelajar SMP di Jakarta di akhir 1990-an lalu. Dan, saya juga berpikir, kenapa semuanya menjadi serba panas. Apakah ini karena pemanasan global? Entahlah… (*)