24 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

Buat Apa Pekan Olahraga?

Kadang, saya berpikir, seharusnya mereka bisa panen setiap tahun. Tidak harus empat tahun sekali.

Kadang, saya berpikir, hapus saja PON. Lalu, fokus dan arahkan dana yang begitu besar itu ke pengurus cabang olahraga langsung. Selenggarakan kejuaraan nasional berseri setiap tahun, untuk semua cabang olahraga yang jelas arahnya (SEA Games, Asian Games, Olimpiade, atau cabang populer global lain).

Rasanya kok tidak banyak ya negara lain yang punya PON. Yang jelas, negara-negara maju kebanyakan tidak punya. Amerika tidak punya, dan mereka meraih medali emas terbanyak Olimpiade. Australia rasanya juga tidak punya, dan mereka punya banyak medali emas walau populasi negaranya hanya setara Jabotabek.

Kalau dana fokus ke pengurus cabang olahraga langsung (PB-PB), pressure bisa langsung diberikan kepada PB-PB itu. Lalu, beri mereka beban langsung yang bisa ditetapkan secara konkret parameternya: Peningkatan jumlah partisipasi, peningkatan jumlah atlet di tingkat elite, dan lain sebagainya.

Jadi, PB-PB tidak bisa lagi menyalahkan organisasi lain yang juga mengurusi olahraga. Dan organisasi lain itu tidak bisa lebih menyalahkan PB-PB. Satu pintu, fokus, cukup sampai di situ. Dan karena kompetisi dibuat setiap tahun dan rutin serta berseri, tidak perlu pusing mencari atlet untuk turun di tingkat internasional. Tidak perlu ada TC jangka panjang yang kembali menghabiskan dana.

Kadang konyol, ada TC jangka panjang karena harus ada persiapan fisik. Lha yang namanya atlet kelas elite kok harus dipersiapkan fisiknya? Andai kompetisi berlangsung rutin setiap tahun dan berseri, kondisi fisik mereka akan selalu siap. Tinggal mengatur timing supaya mereka peak saat dibutuhkan di tingkat internasional.

Lebih efisien, lebih fokus, buntutnya lebih banyak atlet daripada pengurusnya (yang banyak mungkin sebenarnya tidak paham dan tidak pernah ikut sibuk mengurusi olahraga).

Mungkin, saya masih salah persepsi soal fungsi PON. Ya, saya tahu ini juga merupakan cara untuk membangun infrastruktur olahraga di berbagai wilayah. Tapi, membangun kan tidak harus menunggu PON?
Konyol rasanya kalau ditanya mengapa gedung olahraga ini dibangun, dan jawabannya adalah ’’Untuk PON’’.

Bukankah seharusnya jawabannya: ’’Untuk memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat?’’ Dan itu tidak harus menunggu PON!
Pertanyaan satu lagi di benak saya: Sudah berapa kali, dalam berapa puluh tahun, PON ini diselenggarakan? Dan apakah itu membuat prestasi kita terus membaik di tingkat Asian Games atau Olimpiade?
Kalau iya membaik, kok rasanya pelan sekali ya.

Kalau dipandang tidak membaik, bukankah itu berarti kita harus mengevaluasi lagi cara negara kita menyelenggarakan kegiatan olahraganya?
Anyway, sekali lagi mohon maaf kalau tulisan ini menyinggung perasaan. Saya paham betul, ada begitu banyak orang yang menggantungkan hidupnya dari PON.

Percayalah, saya tetap akan memperhatikan PON jauh lebih dari kebanyakan orang. Sebab, bagaimanapun, saya ini telanjur tercemplung di dunia olahraga nasional. Dan grup media saya harus bisa berperan besar untuk terus mempromosikan dan mengembangkan dunia olahraga nasional.

Tapi, tidak ada salahnya serius memikirkan cara alternatif bukan? Karena tujuan akhirnya kan tetap bukan ’’Ayo Sukseskan PON’’. Melainkan ’’Ayo kibarkan Merah Putih di kancah olahraga internasional.’’ (*)

Kadang, saya berpikir, seharusnya mereka bisa panen setiap tahun. Tidak harus empat tahun sekali.

Kadang, saya berpikir, hapus saja PON. Lalu, fokus dan arahkan dana yang begitu besar itu ke pengurus cabang olahraga langsung. Selenggarakan kejuaraan nasional berseri setiap tahun, untuk semua cabang olahraga yang jelas arahnya (SEA Games, Asian Games, Olimpiade, atau cabang populer global lain).

Rasanya kok tidak banyak ya negara lain yang punya PON. Yang jelas, negara-negara maju kebanyakan tidak punya. Amerika tidak punya, dan mereka meraih medali emas terbanyak Olimpiade. Australia rasanya juga tidak punya, dan mereka punya banyak medali emas walau populasi negaranya hanya setara Jabotabek.

Kalau dana fokus ke pengurus cabang olahraga langsung (PB-PB), pressure bisa langsung diberikan kepada PB-PB itu. Lalu, beri mereka beban langsung yang bisa ditetapkan secara konkret parameternya: Peningkatan jumlah partisipasi, peningkatan jumlah atlet di tingkat elite, dan lain sebagainya.

Jadi, PB-PB tidak bisa lagi menyalahkan organisasi lain yang juga mengurusi olahraga. Dan organisasi lain itu tidak bisa lebih menyalahkan PB-PB. Satu pintu, fokus, cukup sampai di situ. Dan karena kompetisi dibuat setiap tahun dan rutin serta berseri, tidak perlu pusing mencari atlet untuk turun di tingkat internasional. Tidak perlu ada TC jangka panjang yang kembali menghabiskan dana.

Kadang konyol, ada TC jangka panjang karena harus ada persiapan fisik. Lha yang namanya atlet kelas elite kok harus dipersiapkan fisiknya? Andai kompetisi berlangsung rutin setiap tahun dan berseri, kondisi fisik mereka akan selalu siap. Tinggal mengatur timing supaya mereka peak saat dibutuhkan di tingkat internasional.

Lebih efisien, lebih fokus, buntutnya lebih banyak atlet daripada pengurusnya (yang banyak mungkin sebenarnya tidak paham dan tidak pernah ikut sibuk mengurusi olahraga).

Mungkin, saya masih salah persepsi soal fungsi PON. Ya, saya tahu ini juga merupakan cara untuk membangun infrastruktur olahraga di berbagai wilayah. Tapi, membangun kan tidak harus menunggu PON?
Konyol rasanya kalau ditanya mengapa gedung olahraga ini dibangun, dan jawabannya adalah ’’Untuk PON’’.

Bukankah seharusnya jawabannya: ’’Untuk memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat?’’ Dan itu tidak harus menunggu PON!
Pertanyaan satu lagi di benak saya: Sudah berapa kali, dalam berapa puluh tahun, PON ini diselenggarakan? Dan apakah itu membuat prestasi kita terus membaik di tingkat Asian Games atau Olimpiade?
Kalau iya membaik, kok rasanya pelan sekali ya.

Kalau dipandang tidak membaik, bukankah itu berarti kita harus mengevaluasi lagi cara negara kita menyelenggarakan kegiatan olahraganya?
Anyway, sekali lagi mohon maaf kalau tulisan ini menyinggung perasaan. Saya paham betul, ada begitu banyak orang yang menggantungkan hidupnya dari PON.

Percayalah, saya tetap akan memperhatikan PON jauh lebih dari kebanyakan orang. Sebab, bagaimanapun, saya ini telanjur tercemplung di dunia olahraga nasional. Dan grup media saya harus bisa berperan besar untuk terus mempromosikan dan mengembangkan dunia olahraga nasional.

Tapi, tidak ada salahnya serius memikirkan cara alternatif bukan? Karena tujuan akhirnya kan tetap bukan ’’Ayo Sukseskan PON’’. Melainkan ’’Ayo kibarkan Merah Putih di kancah olahraga internasional.’’ (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/