31 C
Medan
Friday, July 5, 2024

Penjual Bensin Eceran

Dame Ambarita

Pemimpin Redaksi Sumut Pos

Selama ini, penjual bensin eceran dalam botol-botol air mineral, menjadi penyelamat bagi pengendara roda dua, roda tiga, maupun roda empat yang tangki bensinnya sedang sekarat, sementara pom bensin masih jauh. Bisa beli bensin 1 botol (isi kurang lebih 1 liter), kendaraan pun aman, paling tidak hingga SPBU ditemukan.

Namun, posisi penjual bensin eceran ini bisa-bisa terancam. Adanya kebijakan mengharamkan mobil dengan minimal 1.500 cc minum premium, membuat keberadaan para penjual bensin eceran perlu dicermati. Apalagi di wilayah Medan dan daerah lainnya di Sumut, banyak warga yang mencari nafkah dengan menjual bensin botolan ini.

Jika pemerintah benar-benar memberlakukan kebijakan pengharaman minum premium bagi mobil 1.500 cc ke atas, pengendara ‘pelit’ dan pengendara hemat, bisa saja diam-diam memilih penjual bensin eceran. Betapa tidak, beda antara premium di SPBU dengan premium di penjual eceran hanya Rp500. Bandingkan biaya yang dihemat jika harus membeli Pertamax yang saat ini mencapai Rp10 ribuan per liter.

Tentu, bisa saja posisi para penjual bensin eceran ini tetap aman, dengan syarat mereka hanya boleh melayani roda dua dan roda tiga (becak mesin). Tetapi namanya pedagang, tentu ingin dagangannya laku secepat-cepatnya. Jika pemilik roda empat kapasitas 1.500 cc ke atas memborong dagangannya, jelas dia tak bisa disalahkan jika bersedia.

Pengawasan terhadap pedagang ini pastinya tidak bisa dilakukan terus menerus. Posisi mereka yang tersebar di sembarang tempat, dengan waktu berjualan yang tidak terbatas, membuat para pemilik kendaraan yang ‘pelit/hemat’ tadi tetap bisa diam-diam bertransaksi dengan mereka.
Memang, jumlah bensin yang beredar di kalangan pedagang eceran ini tidak signifikan dibanding dengan yang dijual harian di SPBU-SPBU. Namun ini tetap sebuah kebocoran. Apalagi jika ternyata pengendara ‘pelit/hemat’ tadi cukup banyak, hingga dagangan penjual bensin eceran laris manis, dan perputaran bensin pun semakin lancar.

Memang, bisa saja pemerintah membatasi pembelian premium dari SPBU untuk konsumen yang menggunakan jerigen. Misalnya, hanya 1 jerigen per hari per pedagang. Tetapi namanya orang usaha, segala teknik akan dilakukan. Si pedagang bisa saja menyiasatinya dengan bekerja sama dengan pemilik kendaraan roda empat di bawah 1.500 cc untuk membeli premium secara sah, namun kemudian menjualnya secara eceran. Ini sulit diawasi.
Sementara melarang pedagang bensin eceran ini untuk beroperasi, jelas akan mengganggu mata pencaharian puluhan bahkan ratusan orang yang selama ini bergantung padanya.

Lantas, gimana? Dilarang atau diizinkan?

Ini bukan sesuatu yang bisa diputuskan dengan pertimbangan untung rugi. Ini sesuatu yang harus diputuskan dengan hati. Kalaupun mereka diizinkan beroperasi, tentu dengan pembinaan yang terus-menerus, agar pedagang memiliki sendiri kesadaran untuk tidak menjual premium bersubsidi ke pemilik mobil yang nyata-nyata tidak berhak menikmatinya.

Dan kalau dilarang beroperasi, pemerintah harus memikirkan jalan lain bagi mereka untuk tetap bisa mencari nafkah halal, seperti yang selama ini dilakoninya. (*)

Dame Ambarita

Pemimpin Redaksi Sumut Pos

Selama ini, penjual bensin eceran dalam botol-botol air mineral, menjadi penyelamat bagi pengendara roda dua, roda tiga, maupun roda empat yang tangki bensinnya sedang sekarat, sementara pom bensin masih jauh. Bisa beli bensin 1 botol (isi kurang lebih 1 liter), kendaraan pun aman, paling tidak hingga SPBU ditemukan.

Namun, posisi penjual bensin eceran ini bisa-bisa terancam. Adanya kebijakan mengharamkan mobil dengan minimal 1.500 cc minum premium, membuat keberadaan para penjual bensin eceran perlu dicermati. Apalagi di wilayah Medan dan daerah lainnya di Sumut, banyak warga yang mencari nafkah dengan menjual bensin botolan ini.

Jika pemerintah benar-benar memberlakukan kebijakan pengharaman minum premium bagi mobil 1.500 cc ke atas, pengendara ‘pelit’ dan pengendara hemat, bisa saja diam-diam memilih penjual bensin eceran. Betapa tidak, beda antara premium di SPBU dengan premium di penjual eceran hanya Rp500. Bandingkan biaya yang dihemat jika harus membeli Pertamax yang saat ini mencapai Rp10 ribuan per liter.

Tentu, bisa saja posisi para penjual bensin eceran ini tetap aman, dengan syarat mereka hanya boleh melayani roda dua dan roda tiga (becak mesin). Tetapi namanya pedagang, tentu ingin dagangannya laku secepat-cepatnya. Jika pemilik roda empat kapasitas 1.500 cc ke atas memborong dagangannya, jelas dia tak bisa disalahkan jika bersedia.

Pengawasan terhadap pedagang ini pastinya tidak bisa dilakukan terus menerus. Posisi mereka yang tersebar di sembarang tempat, dengan waktu berjualan yang tidak terbatas, membuat para pemilik kendaraan yang ‘pelit/hemat’ tadi tetap bisa diam-diam bertransaksi dengan mereka.
Memang, jumlah bensin yang beredar di kalangan pedagang eceran ini tidak signifikan dibanding dengan yang dijual harian di SPBU-SPBU. Namun ini tetap sebuah kebocoran. Apalagi jika ternyata pengendara ‘pelit/hemat’ tadi cukup banyak, hingga dagangan penjual bensin eceran laris manis, dan perputaran bensin pun semakin lancar.

Memang, bisa saja pemerintah membatasi pembelian premium dari SPBU untuk konsumen yang menggunakan jerigen. Misalnya, hanya 1 jerigen per hari per pedagang. Tetapi namanya orang usaha, segala teknik akan dilakukan. Si pedagang bisa saja menyiasatinya dengan bekerja sama dengan pemilik kendaraan roda empat di bawah 1.500 cc untuk membeli premium secara sah, namun kemudian menjualnya secara eceran. Ini sulit diawasi.
Sementara melarang pedagang bensin eceran ini untuk beroperasi, jelas akan mengganggu mata pencaharian puluhan bahkan ratusan orang yang selama ini bergantung padanya.

Lantas, gimana? Dilarang atau diizinkan?

Ini bukan sesuatu yang bisa diputuskan dengan pertimbangan untung rugi. Ini sesuatu yang harus diputuskan dengan hati. Kalaupun mereka diizinkan beroperasi, tentu dengan pembinaan yang terus-menerus, agar pedagang memiliki sendiri kesadaran untuk tidak menjual premium bersubsidi ke pemilik mobil yang nyata-nyata tidak berhak menikmatinya.

Dan kalau dilarang beroperasi, pemerintah harus memikirkan jalan lain bagi mereka untuk tetap bisa mencari nafkah halal, seperti yang selama ini dilakoninya. (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/