32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Why I Love Bu Risma

Azrul AnandaMungkin sudah jadi rahasia umum, khususnya di Surabaya, bahwa saya ini penggemar berat Bu Risma. Walau warga Surabaya mungkin sudah harus berpikir serius tentang life after Risma.

***
Tahun 2010. Surabaya benar-benar kota yang beruntung. Menurut saya, waktu itu kota ini punya dua pilihan calon wali kota yang sangat baik. Mas Arif Afandi orang yang sangat baik dan sangat bisa diandalkan, Bu Risma orang yang kerjanya gila-gilaan.

Siapa pun yang menang waktu itu, Surabaya mungkin tetap menjadi kota yang berada di atas rata-rata. Apalagi, wali kota sebelum itu, Bambang D.H., menurut saya, juga telah bekerja luar biasa, menempatkan Surabaya di arah yang benar.

Pada akhirnya, Bu Risma waktu itu terpilih. Dan waktu itu saya sempat berpikir, andai Pak Bambang boleh satu periode lagi, setelah itu Bu Risma dua periode. Wow, selama 15 tahun Surabaya bakal keren.

Tidak percaya kalau Surabaya ini beruntung? Lihat saja berbagai pemilihan gubernur, wali kota, atau bupati di berbagai wilayah. Kadang masyarakat wilayah tersebut tidak punya opsi yang baik.

Ada daerah yang punya dua opsi mengerikan: Satu kucing dalam karung, tidak jelas bakal seperti apa; satu lagi kucing yang sudah kelihatan kulitnya, tetap akan mengkhawatirkan kalau kembali dipilih.

Ada juga yang benar-benar tidak punya pilihan. Akhirnya ya sudah, tetap yang ini saja, daripada kalau memilih yang lain justru makin berantakan.

Bayangkan betapa krusialnya ini. Siapa pun yang dipilih, karena dia memimpin/menata/mengatur/melayani daerah tempat kita tinggal, dia akan menentukan kualitas hidup kita secara langsung dalam beberapa tahun ke depan.

Kalau pilihannya benar, idealnya tidak ada banjir, penataan kota rapi, dan segala hal yang berkaitan dengan kualitas hidup membaik.

Kalau pilihannya salah, maka situasi bukannya akan terus buruk, karena justru akan terus memburuk. Kalau masalah baru ”bayi” tidak diatasi, beberapa tahun kemudian masalah akan tumbuh menjadi monster dan semakin tidak mungkin diselesaikan.

Saya kali pertama bertemu Bu Risma beberapa tahun sebelum 2010 itu. Saya tidak ingat pastinya kapan. Tapi, secara instan saya langsung jadi fans.

Dalam hati saya, ini ibu benar-benar gila. Waktu itu kepala dinas kebersihan dan pertamanan, hasil kerjanya benar-benar kelihatan.

Sebelum 2010 itu, taman-taman di Surabaya sudah terlihat indah. Sekarang makin spektakuler.

Sebagai perbandingan, banyak kota lain yang sekarang mencoba meniru keindahan ala Bu Risma, tapi saya belum melihat satu pun yang bisa seperti Surabaya. Dan kerjaan saya banyak keliling ke seluruh Indonesia!
Terus terang, waktu itu ”kecintaan” saya terhadap Bu Risma tergolong buta. Saya sangat yakin dan percaya, ini orang yang bekerja dengan hati, orang yang bekerja tanpa banyak berpikir aneh-aneh.

Dan waktu itu warga Surabaya belum semuanya sadar betapa hebatnya Bu Risma. Pernah, saat mencoba membersihkan sebuah kawasan kumuh dan menanaminya dengan tanaman, beliau dilempari dengan telur oleh warga!
Betapa tangguhnya Bu Risma-ku yang tercinta…

Dia bukan politikus dan saya rasa sampai sekarang pun bukan seorang politikus. Itu tentu ada plus-minusnya. Sebab, kita tahu di Indonesia ini butuh kelihaian tertentu untuk mengatasi berbagai masalah politik. Tapi, selama dilawan dengan hasil kerja yang nyata, saya yakin tidak ada masalah politik yang bisa menghalangi beliau.

Bu Risma mungkin juga bukan orang yang bisa mendelegasikan pekerjaan dengan total. Kadang saya merasa Bu Risma terlalu hands on dalam mengerjakan segala hal.

Tapi, untuk kebutuhan manajemen kota/wilayah seperti di Indonesia, mungkin itu sesuatu yang dibutuhkan.

Azrul AnandaMungkin sudah jadi rahasia umum, khususnya di Surabaya, bahwa saya ini penggemar berat Bu Risma. Walau warga Surabaya mungkin sudah harus berpikir serius tentang life after Risma.

***
Tahun 2010. Surabaya benar-benar kota yang beruntung. Menurut saya, waktu itu kota ini punya dua pilihan calon wali kota yang sangat baik. Mas Arif Afandi orang yang sangat baik dan sangat bisa diandalkan, Bu Risma orang yang kerjanya gila-gilaan.

Siapa pun yang menang waktu itu, Surabaya mungkin tetap menjadi kota yang berada di atas rata-rata. Apalagi, wali kota sebelum itu, Bambang D.H., menurut saya, juga telah bekerja luar biasa, menempatkan Surabaya di arah yang benar.

Pada akhirnya, Bu Risma waktu itu terpilih. Dan waktu itu saya sempat berpikir, andai Pak Bambang boleh satu periode lagi, setelah itu Bu Risma dua periode. Wow, selama 15 tahun Surabaya bakal keren.

Tidak percaya kalau Surabaya ini beruntung? Lihat saja berbagai pemilihan gubernur, wali kota, atau bupati di berbagai wilayah. Kadang masyarakat wilayah tersebut tidak punya opsi yang baik.

Ada daerah yang punya dua opsi mengerikan: Satu kucing dalam karung, tidak jelas bakal seperti apa; satu lagi kucing yang sudah kelihatan kulitnya, tetap akan mengkhawatirkan kalau kembali dipilih.

Ada juga yang benar-benar tidak punya pilihan. Akhirnya ya sudah, tetap yang ini saja, daripada kalau memilih yang lain justru makin berantakan.

Bayangkan betapa krusialnya ini. Siapa pun yang dipilih, karena dia memimpin/menata/mengatur/melayani daerah tempat kita tinggal, dia akan menentukan kualitas hidup kita secara langsung dalam beberapa tahun ke depan.

Kalau pilihannya benar, idealnya tidak ada banjir, penataan kota rapi, dan segala hal yang berkaitan dengan kualitas hidup membaik.

Kalau pilihannya salah, maka situasi bukannya akan terus buruk, karena justru akan terus memburuk. Kalau masalah baru ”bayi” tidak diatasi, beberapa tahun kemudian masalah akan tumbuh menjadi monster dan semakin tidak mungkin diselesaikan.

Saya kali pertama bertemu Bu Risma beberapa tahun sebelum 2010 itu. Saya tidak ingat pastinya kapan. Tapi, secara instan saya langsung jadi fans.

Dalam hati saya, ini ibu benar-benar gila. Waktu itu kepala dinas kebersihan dan pertamanan, hasil kerjanya benar-benar kelihatan.

Sebelum 2010 itu, taman-taman di Surabaya sudah terlihat indah. Sekarang makin spektakuler.

Sebagai perbandingan, banyak kota lain yang sekarang mencoba meniru keindahan ala Bu Risma, tapi saya belum melihat satu pun yang bisa seperti Surabaya. Dan kerjaan saya banyak keliling ke seluruh Indonesia!
Terus terang, waktu itu ”kecintaan” saya terhadap Bu Risma tergolong buta. Saya sangat yakin dan percaya, ini orang yang bekerja dengan hati, orang yang bekerja tanpa banyak berpikir aneh-aneh.

Dan waktu itu warga Surabaya belum semuanya sadar betapa hebatnya Bu Risma. Pernah, saat mencoba membersihkan sebuah kawasan kumuh dan menanaminya dengan tanaman, beliau dilempari dengan telur oleh warga!
Betapa tangguhnya Bu Risma-ku yang tercinta…

Dia bukan politikus dan saya rasa sampai sekarang pun bukan seorang politikus. Itu tentu ada plus-minusnya. Sebab, kita tahu di Indonesia ini butuh kelihaian tertentu untuk mengatasi berbagai masalah politik. Tapi, selama dilawan dengan hasil kerja yang nyata, saya yakin tidak ada masalah politik yang bisa menghalangi beliau.

Bu Risma mungkin juga bukan orang yang bisa mendelegasikan pekerjaan dengan total. Kadang saya merasa Bu Risma terlalu hands on dalam mengerjakan segala hal.

Tapi, untuk kebutuhan manajemen kota/wilayah seperti di Indonesia, mungkin itu sesuatu yang dibutuhkan.

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/