30 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Why I Love Bu Risma

Pada hari ini, saya selalu berharap dan berdoa, semoga masyarakat kita terus makin pintar dalam memilih. Bahwa orang yang jago di media sosial belum tentu orang yang benar-benar jago dalam bekerja.

Dalam beberapa pekan terakhir, entah berapa banyak orang yang meminta saya untuk menulis tentang Bu Risma. Apalagi ketika santer berita beliau akan diminta untuk maju di pemilihan di Jakarta.

Tapi, saya terus menolak untuk menulis itu.

Satu, saya sebenarnya tidak ingin menulis soal politik.

Bahwa akhirnya hari ini saya menulis tentang Bu Risma, saya mencoba supaya tulisan ini tidak menjadi tulisan politik.

Selama bertahun-tahun ini, dan pada dasarnya sejak Bu Risma menjadi wali kota, saya sangat membatasi pertemuan dengan beliau. Entah berapa banyak orang yang minta tolong kepada saya untuk dihubungkan dengan beliau, tapi saya tidak pernah memenuhinya.

Saya tidak mau mengganggu Bu Risma.

Bahkan ketika santer pembicaraan soal Bu Risma ke Jakarta, saya tak sekali pun berbicara dengan Bu Risma soal itu. Saat bertemu pun, saya tak mau bicara soal itu. Tanya saja Bu Risma kalau tidak percaya.

Saya bisa merasakan betapa banyaknya warga Surabaya yang kecewa kalau Bu Risma jadi ke Jakarta. Tapi, saya tidak perlu menyampaikan itu kepada Bu Risma. Karena saya yakin beliau tahu soal itu.

Sekarang, tampaknya, kekhawatiran itu tidak akan terjadi.

Bu Risma saat ini tetap di Surabaya.

Meski demikian, sebagai orang yang ber-KTP Surabaya, saya tetap harus berpikir tentang life after Risma. Karena ini akan berkaitan langsung dengan kualitas hidup saya dan keluarga saya pada masa mendatang.

Paling tidak pada 2020, Surabaya akan menghadapi masalah yang sudah sepuluh tahun tidak dipunyai: memilih lagi sosok baru untuk memimpin Kota Pahlawan.

Kota yang beruntung dalam dua pemilihan terakhir, bisa-bisa bernasib seperti kebanyakan kota lain.

Dan Surabaya akan beda dengan kebanyakan. Sebab, Surabaya telanjur punya standar yang begitu tinggi.

Ini juga tantangan bagi mereka yang punya ambisi jadi penerus Bu Risma. Warga Surabaya sudah pintar, sudah bisa menilai mana yang benar-benar bekerja atau sekadar banyak bicara. Seandainya ada pilihan-pilihan, warga Surabaya akan mencari yang minimal seperti Bu Risma.

Tapi, ini yang paling saya takutkan sampai ke ubun-ubun: Bagaimana kalau Surabaya ternyata tidak beruntung dan tidak mendapatkan pilihan yang minimal seperti Bu Risma… (*)

Pada hari ini, saya selalu berharap dan berdoa, semoga masyarakat kita terus makin pintar dalam memilih. Bahwa orang yang jago di media sosial belum tentu orang yang benar-benar jago dalam bekerja.

Dalam beberapa pekan terakhir, entah berapa banyak orang yang meminta saya untuk menulis tentang Bu Risma. Apalagi ketika santer berita beliau akan diminta untuk maju di pemilihan di Jakarta.

Tapi, saya terus menolak untuk menulis itu.

Satu, saya sebenarnya tidak ingin menulis soal politik.

Bahwa akhirnya hari ini saya menulis tentang Bu Risma, saya mencoba supaya tulisan ini tidak menjadi tulisan politik.

Selama bertahun-tahun ini, dan pada dasarnya sejak Bu Risma menjadi wali kota, saya sangat membatasi pertemuan dengan beliau. Entah berapa banyak orang yang minta tolong kepada saya untuk dihubungkan dengan beliau, tapi saya tidak pernah memenuhinya.

Saya tidak mau mengganggu Bu Risma.

Bahkan ketika santer pembicaraan soal Bu Risma ke Jakarta, saya tak sekali pun berbicara dengan Bu Risma soal itu. Saat bertemu pun, saya tak mau bicara soal itu. Tanya saja Bu Risma kalau tidak percaya.

Saya bisa merasakan betapa banyaknya warga Surabaya yang kecewa kalau Bu Risma jadi ke Jakarta. Tapi, saya tidak perlu menyampaikan itu kepada Bu Risma. Karena saya yakin beliau tahu soal itu.

Sekarang, tampaknya, kekhawatiran itu tidak akan terjadi.

Bu Risma saat ini tetap di Surabaya.

Meski demikian, sebagai orang yang ber-KTP Surabaya, saya tetap harus berpikir tentang life after Risma. Karena ini akan berkaitan langsung dengan kualitas hidup saya dan keluarga saya pada masa mendatang.

Paling tidak pada 2020, Surabaya akan menghadapi masalah yang sudah sepuluh tahun tidak dipunyai: memilih lagi sosok baru untuk memimpin Kota Pahlawan.

Kota yang beruntung dalam dua pemilihan terakhir, bisa-bisa bernasib seperti kebanyakan kota lain.

Dan Surabaya akan beda dengan kebanyakan. Sebab, Surabaya telanjur punya standar yang begitu tinggi.

Ini juga tantangan bagi mereka yang punya ambisi jadi penerus Bu Risma. Warga Surabaya sudah pintar, sudah bisa menilai mana yang benar-benar bekerja atau sekadar banyak bicara. Seandainya ada pilihan-pilihan, warga Surabaya akan mencari yang minimal seperti Bu Risma.

Tapi, ini yang paling saya takutkan sampai ke ubun-ubun: Bagaimana kalau Surabaya ternyata tidak beruntung dan tidak mendapatkan pilihan yang minimal seperti Bu Risma… (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/