Tapi, penggemar Kings dan masyarakat Sacramento total men-support tim tersebut. Walau prestasi belum memuaskan, mereka tetap mendukung sepenuh hati. Penjualan season ticket alias tiket terusan Sacramento Kings tergolong salah satu yang terbaik di seantero NBA.
Sacramento Kings dan NBA menunjukkan komitmen mereka kepada penggemar di Sacramento dan masyarakat Sacramento membalas dengan komitmen yang sama untuk Kings.
Bagi pembaca yang mengikuti perkembangan sepak bola nasional, ada banyak kemiripan antara Sacramento Kings itu dan Persebaya Surabaya.
Karena berbagai hal, yang sekarang sudah tidak perlu lagi dipusingkan atau diributkan, nasib Persebaya sempat tidak menentu. Tahunnya pun kurang lebih sama dengan Kings.
Bisa saya rasakan, kekecewaan, amarah, dan kegalauan suporter Persebaya kurang lebih ya sama dengan yang dirasakan penggemar Kings itu. Pengurus, suporter, dan lain-lain ikut berupaya agar Persebaya bisa kembali ke tempat yang semestinya.
Sama-sama bernuansa people power. Sekarang, Persebaya sudah kembali. Sekarang, Persebaya juga sudah ganti pemilik. Sekarang, Persebaya akan mencoba kembali melangkah ke barisan teratas.
Dua tim di negara yang berbeda. Dua tim dari cabang olahraga yang berbeda. Dua tim yang tetap bisa selamat dari cobaan berat berkat penggemarnya.
Malah sebenarnya ada satu lagi kemiripan. Selama bertahun-tahun, pendukung Kings diejek-ejek sebagai pendukung paling norak (cenderung dianggap kampungan) oleh yang lain.
Karena dukungan mereka memang selalu riuh, dengan sorakan di dalam arena sebagai salah satu yang paling nyaring di seantero NBA.
Pernah, pada satu tahun, penggemar Kings diejek oleh seorang bintang lawan sebagai pendukung ”kota sapi” karena dianggap ”ndeso”. Balasannya? Pendukung Kings ramai-ramai datang menonton dengan menggunakan lonceng sapi.
Bunyi klunungan lonceng sapi itu kini menjadi salah satu identitas pendukung Sacramento Kings!
Saya rasa, kita harus secara terbuka mengakui dan menyadari bahwa suporter Persebaya sempat punya image yang kurang positif. Malahan, ini pertanyaan yang paling banyak ditujukan kepada saya, yang kebetulan sekarang menjadi direktur utama Persebaya.
”Memangnya Bonek bisa berubah?” tanya mereka.
”Memangnya Bonek bisa diharapkan?” sindir mereka.
Menanggapi itu, saya biasanya tersenyum. Saya bilang, ”Kenapa tidak?” Saya meminta mereka membayangkan dalam posisi suporter Persebaya. Begitu rindu tribun, begitu sering dikecewakan, selama bertahun-tahun. Wajar kalau rasa frustrasi itu terus memuncak.
Padahal, mereka hebat sekali, tetap loyal walau bertahun-tahun tidak ada pertandingan!