26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kita Semua Rasis

Dalam seminggu terakhir, saya dan beberapa rekan keliling mobil (road trip) di bagian tengah Amerika. Melewati Negara Bagian Illinois, Ohio, Indiana, Kansas, dan Missouri. Semuanya adalah ”Red State” alias negara-negara bagian yang memenangkan Partai Republik dan Donald Trump.

Di sisi highway (jalan bebas hambatan), di begitu banyak tempat, terpasang billboard-billboard besar mendukung Trump dan Mike Pence.

Apakah itu membuat kami takut? Mungkin, ada sedikit kekhawatiran. Tapi, saya pribadi tidak pernah takut. Saya pernah tinggal di Kansas (waktu SMA), saya sering ke Indiana, karena urusan basket (klub NBA Indiana Pacers) atau balap (di sana ada Indianapolis Motor Speedway).

Dua tempat itu dikenal dengan keramahannya. Dan saya tahu betul orang-orang di dua tempat itu ramah luar biasa.

Saat kami beristirahat di sebuah restoran cepat saji di Kansas, misalnya, angin berembus begitu kencang. Sebuah mobil berhenti di dekat kami, lalu orangnya –kulit putih sudah tua– mau repot-repot menunjukkan tempat di mana bisa terlindung dari angin kencang yang dingin.

Ke mana pun pergi juga selalu ada sapaan ”Good morning”, ”Hi, how are you?”, dan sebagainya.

Padahal, orang-orang itu kemungkinan besar adalah pemilih Donald Trump.

Ayah angkat saya waktu SMA dulu mengaku sampai heran-heran sendiri dengan situasi negaranya sekarang. Dia bertanya kepada saya, waktu SMA di Kansas dulu, apakah saya pernah merasakan perlakuan buruk, menjadi korban orang rasis.

Saya jawab tidak sama sekali. Malah semua orang sangat baik. Padahal, saya waktu itu mungkin adalah satu-satunya orang Asia di radius 100 mil (160 km).

Padahal, kata dia, ada banyak orang rasis di tempat saya dulu. Dan bahwa mereka baik kepada saya, bukan berarti mereka pura-pura. Keramahan mereka itu juga alami. Karena orang Kansas memang ramah.

”Saya sekarang sedang berkutat dengan konsep baru ini. Karena istilahnya mungkin bukan rasis. Di satu sisi, mereka itu memang rasis, dengan tegas menganggap rasnya lebih baik daripada yang lain. Di sisi lain, mereka tetap ramah dan baik kepada siapa saja, orang dari mana saja. Entah itu istilahnya apa,” paparnya.

Dalam seminggu terakhir, saya dan beberapa rekan keliling mobil (road trip) di bagian tengah Amerika. Melewati Negara Bagian Illinois, Ohio, Indiana, Kansas, dan Missouri. Semuanya adalah ”Red State” alias negara-negara bagian yang memenangkan Partai Republik dan Donald Trump.

Di sisi highway (jalan bebas hambatan), di begitu banyak tempat, terpasang billboard-billboard besar mendukung Trump dan Mike Pence.

Apakah itu membuat kami takut? Mungkin, ada sedikit kekhawatiran. Tapi, saya pribadi tidak pernah takut. Saya pernah tinggal di Kansas (waktu SMA), saya sering ke Indiana, karena urusan basket (klub NBA Indiana Pacers) atau balap (di sana ada Indianapolis Motor Speedway).

Dua tempat itu dikenal dengan keramahannya. Dan saya tahu betul orang-orang di dua tempat itu ramah luar biasa.

Saat kami beristirahat di sebuah restoran cepat saji di Kansas, misalnya, angin berembus begitu kencang. Sebuah mobil berhenti di dekat kami, lalu orangnya –kulit putih sudah tua– mau repot-repot menunjukkan tempat di mana bisa terlindung dari angin kencang yang dingin.

Ke mana pun pergi juga selalu ada sapaan ”Good morning”, ”Hi, how are you?”, dan sebagainya.

Padahal, orang-orang itu kemungkinan besar adalah pemilih Donald Trump.

Ayah angkat saya waktu SMA dulu mengaku sampai heran-heran sendiri dengan situasi negaranya sekarang. Dia bertanya kepada saya, waktu SMA di Kansas dulu, apakah saya pernah merasakan perlakuan buruk, menjadi korban orang rasis.

Saya jawab tidak sama sekali. Malah semua orang sangat baik. Padahal, saya waktu itu mungkin adalah satu-satunya orang Asia di radius 100 mil (160 km).

Padahal, kata dia, ada banyak orang rasis di tempat saya dulu. Dan bahwa mereka baik kepada saya, bukan berarti mereka pura-pura. Keramahan mereka itu juga alami. Karena orang Kansas memang ramah.

”Saya sekarang sedang berkutat dengan konsep baru ini. Karena istilahnya mungkin bukan rasis. Di satu sisi, mereka itu memang rasis, dengan tegas menganggap rasnya lebih baik daripada yang lain. Di sisi lain, mereka tetap ramah dan baik kepada siapa saja, orang dari mana saja. Entah itu istilahnya apa,” paparnya.

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/