Perdamaian di Timur Tengah? Juga belum!
Marty pun bertanya keheranan, lalu, kalian ngapain aja dalam 30 tahun terakhir?Ғ
Kimmel menjawab, ‘Kami berhasil menemukan cronut. Gabungan antara croissant dan donut.”
Geleng-geleng kepala, Marty pun bilang kepada Doc Brown, “Doc, ternyata tahun 2015 itu menyebalkan.”
Ketika berdiskusi, Kimmel mengeluarkan telepon, mendekati keduanya, lalu melakukan selfie. “Apa-apaan ini?” tanya Doc Brown.
“Ini namanya selfie. Ini cara kami sekarang mendokumentasikan event-event penting dalam hidup,” jawab Kimmel.
Doc Brown, seorang profesor genius, lantas terkagum-kagum melihat smartphone milik Kimmel. :Ini superkomputer mungil. Ini bisa membantu para astrophysichist untuk melakukan perhitungan kompleks, “ ucapnya .
Kimmel kembali menimpali, Ya, mungkin itu bisa melakukan itu. Tapi, kami lebih banyak menggunakannya untuk mengirim gambar wajah senyum ke satu sama lain.
Silakan nonton di YouTube. Lucunya minta ampun.
Dan alangkah ironisnya memang. Orang dari masa lalu punya harapan begitu tinggi untuk masa depan (sekarang), tapi ternyata hasilnya ‘begini-begini saja’.
Pada akhir acara itu, Doc Brown pun berkata kepada Marty bahwa mereka harus kembali lagi ke masa lalu untuk menemukan apa yang salah pada masa lalu, sehingga mengakibatkan kondisi pada 2015 ‘begini-begini saja&,’ Untuk mengetahui mengapa evolusi manusia terhenti?
Nah, kalau di negara maju saja harapan belum tercapai, apalagi di negara kita? Wkwkwkwkwk.
Jangankan membangun jalan tol di angkasa, membangun jalan tol yang biasa saja tak kunjung nyambung-nyambung.
***
Karena prediksi 30 tahun tidak tercapai, beranikah kita memprediksi 30 tahun ke depan seperti apa? Terus terang, jangankan memikirkan sepuluh tahun ke depan, menghadapi tahun depan saja ini sudah lumayan ngeri. Apalagi sekarang waktunya memikirkan budget dan proyeksi untuk tahun depan.
Dulu, orang generasi lama mungkin pernah bilang, masa depan yang lebih baik ada di tangan generasi kita (kalau saya generasi lahir 1970-an).
Sekarang, kita kayaknya harus melanjutkan ucapan tersebut ke generasi selanjutnya. Bahwa masa depan yang lebih baik mungkin belum tercapai di generasi yang sekarang berkarya dan berkuasa, baru akan dicapai oleh generasi anak-anak kita kelak.
Dengan alasan itu, minggu lalu, saya mengajak anak-anak saya (usia 7, 6, dan 4 tahun) menonton Back to the Future seri 1, 2, dan 3 selama tiga hari berturut-turut.
Supaya mereka punya imajinasi tentang masa depan yang lebih baik. Karena mungkin pada era mereka kelak benar-benar ada jalan tol di angkasa, hoverboard, dan perdamaian di Timur Tengah. (*)