26 C
Medan
Friday, September 27, 2024

Ternyata, Erry Ikut Tandatangani Bansos

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Amir Yanto mengatakan, Tengku Erry tak bisa memenuhi panggilan Kamis (25/11) kemarin. Pasalnya, surat panggilan yang dikirim lewat atasan Tengku Erry, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, tidak sampai ke Tengku Erry.

“Panggilan yang dikirim melalui atasan beliau, Mendagri, belum diterima yang bersangkutan (Erry),” kata Amir.

Mantan Wakil Kepala Kejati Sumut itu mengaku tidak tahu alasan mengapa surat panggilan itu belum sampai ke Erry.  “Saya belum tahu itu. Informasi dari penyidik surat dikirim melalui atasan beliau,” ujar Amir.

Saat ditanya sejauh mana kemungkinan status Tengku Erry berubah dari saksi menjadi tersangka, Amir belum bersedia memberi penjelasan lebih lanjut. Ia hanya menyatakan kalau hingga saat ini mantan Bupati Serdang Bedagai tersebut masih berstatus saksi. “Sampai saat ini dia (Tengku Erry,red) berstatus saksi. Itu saja yang dapat disampaikan,” ujar Amir.

Tengku Erry Nuradi menjelaskan pemeriksaan soal tandatangannya dalam pencairan dana bansos. “Tentu saya jelaskan bagaimana proses dana hibah dan bansos tersebut,” kata Erry usai digarap Kejagung, Senin (30/11), di gedung bundar Pidana Khusus Kejagung.

Erry mengaku menjelaskan kepada penyidik mulai dari pemohon diajukan kepada gubernur dan sekretaris daerah. Kemudian, oleh Gubernur dan Sekda dikembalikan kepada beberapa satuan kerja perangkat daerah untuk dilakukan evaluasi.”Setelah itu direkomendasi masuk ke tim anggaran, baru itu menjadi APBD (anggaran pendapatan belanja daerah). Proses itu yang ditanya,” katanya.

Menurut Erry, ada ketidaksesuaian setelah pencairan dana bansos. Dia menjelaskan, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur, ada 1.482 lembaga yang terdaftar sebagai penerima. “Tapi yang teralisasi di akhir tahun itu 923,” kata Erry.

Lebih lanjut Erry menegaskan, dalam SK Gubernur terkait bansos dan hibah, itu dibagi klasifikasinya. Yang menandatangani naskah perjanjian hibah daerah di bawah Rp100 juta itu adalah kepala biro keuangan pemprov Sumut. Sedangkan Rp 100 juga hingga Rp 150 juta ditandatangani oleh sekda.”Saya (Wagub menandatangani) Rp 151 juta hingga Rp 200 juta. Kemudian di atas Rp 200 juta gubernur (yang tandatangan),” katanya.

Erry menambahkan, dari total 923 penerima bansos yang terealisasi, 37 di antaranya adalah yang ditandatanganinya. Dia mengklaim, semua sudah melakukan pertanggungjawaban. “Hanya yang terlambat melaporkan LPj (laporan pertanggungjawaban) 12 lembaga,” katanya.

Pemeriksaan kali ini merupakan yang kedua dilakukan Kejagung, setelah sebelumnya Tengku Erry menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada 5 Agustus lalu. Terhadapnya penyidik setidaknya mengajukan 22 pertanyaan.

Meski demikian, Tengku Erry enggan berkomentar lebih jauh terkait kasus ini. Ia hanya menyatakan telah menjelaskan semuanya kepada penyidik.”Yang jadi tersangka kan sudah ada dua, Gatot dan Eddy. Nah kami jelaskan apa yang mau diperiksa (kepada penyidik,Red),” ujar Tengku Erry. (gir/ril)

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Amir Yanto mengatakan, Tengku Erry tak bisa memenuhi panggilan Kamis (25/11) kemarin. Pasalnya, surat panggilan yang dikirim lewat atasan Tengku Erry, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, tidak sampai ke Tengku Erry.

“Panggilan yang dikirim melalui atasan beliau, Mendagri, belum diterima yang bersangkutan (Erry),” kata Amir.

Mantan Wakil Kepala Kejati Sumut itu mengaku tidak tahu alasan mengapa surat panggilan itu belum sampai ke Erry.  “Saya belum tahu itu. Informasi dari penyidik surat dikirim melalui atasan beliau,” ujar Amir.

Saat ditanya sejauh mana kemungkinan status Tengku Erry berubah dari saksi menjadi tersangka, Amir belum bersedia memberi penjelasan lebih lanjut. Ia hanya menyatakan kalau hingga saat ini mantan Bupati Serdang Bedagai tersebut masih berstatus saksi. “Sampai saat ini dia (Tengku Erry,red) berstatus saksi. Itu saja yang dapat disampaikan,” ujar Amir.

Tengku Erry Nuradi menjelaskan pemeriksaan soal tandatangannya dalam pencairan dana bansos. “Tentu saya jelaskan bagaimana proses dana hibah dan bansos tersebut,” kata Erry usai digarap Kejagung, Senin (30/11), di gedung bundar Pidana Khusus Kejagung.

Erry mengaku menjelaskan kepada penyidik mulai dari pemohon diajukan kepada gubernur dan sekretaris daerah. Kemudian, oleh Gubernur dan Sekda dikembalikan kepada beberapa satuan kerja perangkat daerah untuk dilakukan evaluasi.”Setelah itu direkomendasi masuk ke tim anggaran, baru itu menjadi APBD (anggaran pendapatan belanja daerah). Proses itu yang ditanya,” katanya.

Menurut Erry, ada ketidaksesuaian setelah pencairan dana bansos. Dia menjelaskan, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur, ada 1.482 lembaga yang terdaftar sebagai penerima. “Tapi yang teralisasi di akhir tahun itu 923,” kata Erry.

Lebih lanjut Erry menegaskan, dalam SK Gubernur terkait bansos dan hibah, itu dibagi klasifikasinya. Yang menandatangani naskah perjanjian hibah daerah di bawah Rp100 juta itu adalah kepala biro keuangan pemprov Sumut. Sedangkan Rp 100 juga hingga Rp 150 juta ditandatangani oleh sekda.”Saya (Wagub menandatangani) Rp 151 juta hingga Rp 200 juta. Kemudian di atas Rp 200 juta gubernur (yang tandatangan),” katanya.

Erry menambahkan, dari total 923 penerima bansos yang terealisasi, 37 di antaranya adalah yang ditandatanganinya. Dia mengklaim, semua sudah melakukan pertanggungjawaban. “Hanya yang terlambat melaporkan LPj (laporan pertanggungjawaban) 12 lembaga,” katanya.

Pemeriksaan kali ini merupakan yang kedua dilakukan Kejagung, setelah sebelumnya Tengku Erry menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada 5 Agustus lalu. Terhadapnya penyidik setidaknya mengajukan 22 pertanyaan.

Meski demikian, Tengku Erry enggan berkomentar lebih jauh terkait kasus ini. Ia hanya menyatakan telah menjelaskan semuanya kepada penyidik.”Yang jadi tersangka kan sudah ada dua, Gatot dan Eddy. Nah kami jelaskan apa yang mau diperiksa (kepada penyidik,Red),” ujar Tengku Erry. (gir/ril)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/