28 C
Medan
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Tahun Ini, Golkar & PDIP Sumut Terima Rp1 Miliar Lebih

Tolok Ukur Efektifitas Kaderisasi

Naiknya dana partai politik (parpol) yang bersumber dari APBN dan APBD, mulai dari Rp1.000 per suara sah (DPR RI), Rp1.200 (DPRD provinsi), dan Rp1.500 (DPRD Kota/Kabupaten), dinilai menjadi motivasi sekaligus tolok ukur sejauh mana efektivitas kaderisasi di internal partai.

Anggota DPRD Sumut dari fraksi Partai Nasdem, HM Nezar Djoeli mengatakan bahwa anggaran untuk parpol sebesar Rp1.000, Rp.1.200 sampai Rp1.500 per suara sah partai sesuai tingkatan mulai dari pusat hingga kabupaten/kota, harus dapat dipertanggungjawabkan. Sebab melalui dana tersebut, parpol secara tidak langsung didanai oleh pemerintah. Dengan demikian, pengurus parpol harus menjalankan fungsi dengan baik seperti kaderisasi dan memberikan pendidikan politik ke masyarakat.

“Dengan dana yang diberikan pemerintah ini, tentu harus ada pertanggungjawaban dari pengurus nantinya ke mana saja anggaran itu digunakan. Jika memang itu untuk kaderisasi dan pendidikan politik, maka itulah yang seharusnya dilakukan,” ujar Nezar, Minggu (1/4).

Selain itu, sudah seharusnya kader partai menjadikan proses kaderisasi atau regenerasi sebagai program yang benar-benar berjalan. Sebab secara teknis, biaya operasional partai seharusnya merupakan tanggung jawab kader partai, khususnya pengurus. Mengingat untuk iuran, penerimaan anggota legislatif juga dipotong untuk kepentingan jalannya parpol.

“Jadi itu nanti akan ada pertanggungjawaban kepada pengurus, bukan hanya digunakan begitu saja. Karena itu, dana parpol ini bisa menjadi motivasi bagi kader untuk terus berbuat dan memberikan pendidikan politik yang baik kepada rakyat,” sebutnya.

Anggota DPRD Sumut fraksi PDIP, Sutrisno Pangaribuan menilai bahwa dana tersebut bisa dijadikan pemerintah dan masyarakat secara umum, sebagai alat ukur, sejauh mana efektivitas peran parpol di tengah masyarakat. Sebab selama ini masyarakat cenderung merasa kurang berminat terhadap keberadaan parpol, karena manfaat kehadiran parpol belum banyak dirasakan warga.

“Ketika menggunakan dana yang bersumber dari uang rakyat, harus seimbang antara yang diberikan oleh Negara dengan apa yang dibuat parpol untuk rakyat. Kita harus fair. Jika APBD diaudit, maka parpol juga harus siap diaudit, sejauh mana penggunaan dana partainya,” sebut Sutrisno.

Menurut Sutrisno, jika memang ukurannya partai politik semakin baik dan jelas peran serta fungsinya bagi rakyat, maka dana yang bersumber dari pemerintah, justru tidak lagi diperlukan. Hal ini dimaksudkan agar parpol dalam perjalannya tidak lagi dapat diintervensi oleh pemerintah. Karena itu, penambahan dana bantuan untuk parpol ini merupakan alat ukur, apakah roda organisasi berjalan efektif atau tidak.

“Justru kalau memang parpol itu sehat, yang diutamakan adalah iuran anggota atau kadernya, bukan mengharapkan dana pemerintah. Makanya kita juga mendorong, anggaran yang diberikan dari pajak rakyat ini perlu digunakan sebagaimana mestinya,” kata Sutrisno. (prn/bal)

Tolok Ukur Efektifitas Kaderisasi

Naiknya dana partai politik (parpol) yang bersumber dari APBN dan APBD, mulai dari Rp1.000 per suara sah (DPR RI), Rp1.200 (DPRD provinsi), dan Rp1.500 (DPRD Kota/Kabupaten), dinilai menjadi motivasi sekaligus tolok ukur sejauh mana efektivitas kaderisasi di internal partai.

Anggota DPRD Sumut dari fraksi Partai Nasdem, HM Nezar Djoeli mengatakan bahwa anggaran untuk parpol sebesar Rp1.000, Rp.1.200 sampai Rp1.500 per suara sah partai sesuai tingkatan mulai dari pusat hingga kabupaten/kota, harus dapat dipertanggungjawabkan. Sebab melalui dana tersebut, parpol secara tidak langsung didanai oleh pemerintah. Dengan demikian, pengurus parpol harus menjalankan fungsi dengan baik seperti kaderisasi dan memberikan pendidikan politik ke masyarakat.

“Dengan dana yang diberikan pemerintah ini, tentu harus ada pertanggungjawaban dari pengurus nantinya ke mana saja anggaran itu digunakan. Jika memang itu untuk kaderisasi dan pendidikan politik, maka itulah yang seharusnya dilakukan,” ujar Nezar, Minggu (1/4).

Selain itu, sudah seharusnya kader partai menjadikan proses kaderisasi atau regenerasi sebagai program yang benar-benar berjalan. Sebab secara teknis, biaya operasional partai seharusnya merupakan tanggung jawab kader partai, khususnya pengurus. Mengingat untuk iuran, penerimaan anggota legislatif juga dipotong untuk kepentingan jalannya parpol.

“Jadi itu nanti akan ada pertanggungjawaban kepada pengurus, bukan hanya digunakan begitu saja. Karena itu, dana parpol ini bisa menjadi motivasi bagi kader untuk terus berbuat dan memberikan pendidikan politik yang baik kepada rakyat,” sebutnya.

Anggota DPRD Sumut fraksi PDIP, Sutrisno Pangaribuan menilai bahwa dana tersebut bisa dijadikan pemerintah dan masyarakat secara umum, sebagai alat ukur, sejauh mana efektivitas peran parpol di tengah masyarakat. Sebab selama ini masyarakat cenderung merasa kurang berminat terhadap keberadaan parpol, karena manfaat kehadiran parpol belum banyak dirasakan warga.

“Ketika menggunakan dana yang bersumber dari uang rakyat, harus seimbang antara yang diberikan oleh Negara dengan apa yang dibuat parpol untuk rakyat. Kita harus fair. Jika APBD diaudit, maka parpol juga harus siap diaudit, sejauh mana penggunaan dana partainya,” sebut Sutrisno.

Menurut Sutrisno, jika memang ukurannya partai politik semakin baik dan jelas peran serta fungsinya bagi rakyat, maka dana yang bersumber dari pemerintah, justru tidak lagi diperlukan. Hal ini dimaksudkan agar parpol dalam perjalannya tidak lagi dapat diintervensi oleh pemerintah. Karena itu, penambahan dana bantuan untuk parpol ini merupakan alat ukur, apakah roda organisasi berjalan efektif atau tidak.

“Justru kalau memang parpol itu sehat, yang diutamakan adalah iuran anggota atau kadernya, bukan mengharapkan dana pemerintah. Makanya kita juga mendorong, anggaran yang diberikan dari pajak rakyat ini perlu digunakan sebagaimana mestinya,” kata Sutrisno. (prn/bal)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/