“Hal ini menandakan pengelolaan aset kenderaan di Kota Siantar tidak tertib. Lihat saja, masa sebanyak 78 BPKB bisa hilang tanpa ada yang mau bertanggungjawab. Ini memerlihatkan adaministrasi yang berantakan. Kalau sudah begini pimpinannya patut diduga makan gaji buta kalau tidak mau memerbaiki manajemen aset,” katanya.
Kendaraan-kendaraan tersebut menurut Uchok, antara lain mobil sedan nomor kendaraan BK 157 T dengan nilai sebesar Rp 234 juta. Sedan dengan nomor kendaraan BK 141 T senilai Rp 269 juta, sedan nomor kendaraan BK 187 T senilai Rp 357 juta dan mini bus nomor plat BK 499 T senilai Rp 29,9 juta.
Kemudian sedan nomor plat BK 50 K senilai Rp 140,8 juta dan sedan nomor kendaraan BK 16 K senilai Rp.43,5 juta.
“Dari kasus di atas kami dari Centre For Budget Analysis meminta aparat hukum segera memanggil Wali Kota Siantar untuk diminta keterangan. Lantaran diduga melakukan pembiaran atas aset daerah dimiliki oleh mantan pejabat,” ujarnya.
Alasan pemanggilan menurut Uchok, karena diduga telah melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 tahun 2007, tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah dan potensi kerugian negara yang bisa mencapai Rp 1,4 miliar. (gir/jpnn)