SUMUTPOS.CO – ADA fakta baru yang cukup menarik terkait kasus korupsi perawatan jalan di Kabupaten Sergai. Motif sakit hati menjadi awal terbongkarnya kasus ‘saliap’ uang negara ini.
Kasus itu terungkap karena pihak CV Karya Bakti Mandiri (rekanan) merasa sakit hati. Sebab, honor pengerjaan jalan tidak dibayarkan sesuai dengan kontrak oleh Dinas PU Sergai.
Alhasil, CV Karya Bakti Mandiri melaporkan mantan Kepala Dinas PU Bina Marga Sergai Darwin Sitepu dan Bendahara Dinas PU Bina Marga Sergai Samsir Muhammad Nasution ke Kejati Sumut.
Hal tersebut diungkap Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Sumut, Sumanggar Siagian SH kepada Sumut Pos, Kamis (1/6) siang. Pernyataan itu sekaligus mengklarifikasi, bahwa dalam kasus ini CV Karya Bakti Mandiri tidak terlibat. Sebaliknya, malah pihak rekanan yang dirugikan oleh kedua tersangka.
“Kalau rekanan (CV Karya Bakti Mandiri) dalam kasus ini adalah korban dari dua tersangka itu. Karena (honor) pengerjaan proyek tersebut, tidak dibayarkan,” sebut Sumanggar.
“Yang biasanya dalam kasus korupsi, pihak rekanan ikut terlibat. Namun, ini tidak. Malah rekanan tidak dibayarkan (honor) hasil pengerjaannya,” tutur Mantan Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Binjai itu.
Mengapa CV Karya Bakti Mandiri tidak melaksanakan pengerjaan proyek sesuai dengan kontrak? Sumanggar beralasan, karena honor pengerjaan tidak dibayarkan.
“Menurut hasil penyidikan, karena tidak dikerjakan itu. Makanya mereka (kedua tersangka) membuat proyek fiktif. Karena, belum dibayar (honor) pengerjaan itu,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, penyidikan kasus ini sudah masuk pelimpahan tersangka bersama berkas perkara atau tahap dua. Atas hal itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) tengah menyusun surat dakwaan milik kedua tersangka.
“Ya, secepat kita akan limpahkan. Sekarang fokus penyusunan surat dakwaan kita ini,” tutur Sumanggar beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Sumanggar mengklaim pihaknya sudah melakukan audit penghitungan kerugian negara (PKN) dari total anggaran Rp 11,8 miliar. Dalam kasus korupsi ini, negara dirugikan mencapai Rp 6,9 miliar.
“Kita tidak menggunakan auditor BPKP atau akuntan publik. Ini penghitungan kerugian negara dari penyidik kita di Pidsus Kejati Sumut,” jelas Sumanggar.(gus/ala)