27.8 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

PTPN 2 Diminta Eksekusi eks Karyawannya

Warga Ngotot di Ganti Rugi di Angka Rp1 Juta

LUBUK PAKAM-PTPN2 diminta melakukan eksekusi terhadap bangunan diatas lahan HGU dan yang dikuasai 117 kepala keluarga (KK) di lahan rencana pembangunan jalan arteri jalan non tol Simpang Kayu Besar-Batang Kuis. Pasalnya,  PTPN 2  telah menerima pembayaran sebesar Rp144 juta terhadap untuk pembebasan lahan HGU PTPN2 seluas 8 ribu meter tersebut.

Pernyataan itu disampaikan Ketua Komisi C DPRD Deliserdang Mikail TP Purba, Sabtu (1/9). Menurut dia, sejatinya PTPN 2 harus terlibat serta bertanggung jawab soal keberadan eks karyawan yang masih bertahan. “Jangan hanya Pemkab Deliserdang diserahkan tugas merelokasi eks karyawan PTPN 2n
Tapi  peranan PTPN 2 tetap dibutuhkan menuntaskan permasalahan soal eks karyawan  itu,” tegasnya.

Mikail menyatakan, PTPN 2 jangan lepas tangan terhadap eks karyawan PTPN 2 yang bermukim di areal HGU tersebut. Apalagi tim sudah membayar sebesar Rp14 ribu dari tertulis semula Rp18 ribu per meter untuk tanah HGU PTPN2. “Persoalan ini jangan dibiarkan berlarut, PTPN2 punya hak melakukan eksekusi terhadap warga yang mengusahai HGU PTPN2,” sebutnya.

Mikail menambahkan, Pemkab Deliserdang jangan diberikan tugas melakukan relokasi terhadap mantan karyawan PTPN 2 dari areal yang bakal direncanakan akan dibangun jalan arteri non tol itu. “PTPN2 yang sebaiknya mengurus eks karyawan PTPN 2 itu,” tegasnya.

Ketua Ketua Komisi A DPRD Deliserdang Imran Obos turut meminta PTPN 2 mencari solusi terbaik untuk eks karyawan PTPN 2 serta penggarap yang masih bercokol di lahan tersebut. Soalnya kewenangan itu ada ditanggan perusahan plat merah itu.

“Tolong jangan berikan lagi PR mengurusi relokasi. Pemkab Deliserdang sudah pernah kerepotan karena tindakan PTPN 2 yang terkesan tidak mau tahu itu,” kecamnya.

Permasalahan lainnya, di sana banyak para eks karyawan PTPN 2 menguasai serta mengarap lahan HGU dan eks HGU PTPN 2, kemudian menjual lahan garapan itu kepada warga lainnya, sekarang timbul masalah baru karena lahan yang digarap itu masuk kedalam rencana pembangunan jalan arteri non tol.
“Nah pemerintah kesulitan untuk melakukan pembebasan lahan itu karena lahan itu milik Negara tetapi karena telah dikuasai melalui jual beli serta disahkan pejabat setingkat camat, menjadikan pembebasan lahan itu menjadi tugas yang harus diselesaikan secara komprenhensif, bagai menarik benang di dalam tepung,” ungkapnya.

Humas PTPN 2, Rachmuddin SH  ketika dihubungi, mengungkapkan kesulitannya merelokasi eks karyawan PTPN 2. “Apalah yang mampu dilakukan PTPN2. Tapi Senin saja kita jumpa ya, saya mau tanyakan ke bagian pertanahan permasalahan ini, biar tidak keliru,” elak Rachmuddin SH.

Ketika dikejar dengan sejumlah pertanyaan, Rachmuddin SH  mengaku sedang berada di luar kota. “Maaf, saya sedang di luar kota,” sebutnya.
Sementara itu, Ir Hedly Situmorang bersama dua warga lainnya, Sahdan dan Ngadiran bersekukuh dengan patokan harga Rp 1 juta per meter. “Itu sudah harga mati. Nilai segitu saat ini sudah layak,” tegasnya ketika ditemui di kediamannya di Gang Peringan Dusun V Desa Telagasari Tanjung Morawa, Jumat (31/8).

Dilanjutkannya, dia tidak pernah berniat menjual tanah. Tapi karena negara membutuhkan dan untuk kepentingan orang banyak, Hedly bersama 117 kepala keluarga (KK) lainnya, merelakan tanah mereka diambil negara. “Tapi harus dihargai dengan nilai yang pantas,” katanya.

Hedly adalah pemilik lahan seluas 8×35 m terletak di Dusun V Desa Telagasari. Dia membeli lahan itu pada 2001 silam dengan harga Rp20 juta dari Jumiko (60), pensiunan karyawan PTPN IX (sekarang PTPN 2). Bahkan surat jual belinya ditingkatkan, surat pernyataan melepaskan hak atas tanah no 593.83/183/2003 tertanggal 21-2-2003, kemudian surat itu dilegalisasi Camat Tanjungmorawa dengan nomor 593.83/183/2003 yang diteken Camat Drs MA Yusuf  Siregar.

Sebelum dijual kepada Hedly, Jumiko menguasai sebidang tanah garapan di Dusun III Desa Telaga Sari.
Hedly semakin ngotot karena terbitnya surat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di atas lahan itu. “Setiap tahun saya membayar PBB. Saya mau dihargailah. Bila dusun delapan per meternya Rp1,5 juta sampai Rp 2 juta, saya hanya minta Rp1 juta per meter sudah turut bangunannya,” katanya. (btr)

Warga Ngotot di Ganti Rugi di Angka Rp1 Juta

LUBUK PAKAM-PTPN2 diminta melakukan eksekusi terhadap bangunan diatas lahan HGU dan yang dikuasai 117 kepala keluarga (KK) di lahan rencana pembangunan jalan arteri jalan non tol Simpang Kayu Besar-Batang Kuis. Pasalnya,  PTPN 2  telah menerima pembayaran sebesar Rp144 juta terhadap untuk pembebasan lahan HGU PTPN2 seluas 8 ribu meter tersebut.

Pernyataan itu disampaikan Ketua Komisi C DPRD Deliserdang Mikail TP Purba, Sabtu (1/9). Menurut dia, sejatinya PTPN 2 harus terlibat serta bertanggung jawab soal keberadan eks karyawan yang masih bertahan. “Jangan hanya Pemkab Deliserdang diserahkan tugas merelokasi eks karyawan PTPN 2n
Tapi  peranan PTPN 2 tetap dibutuhkan menuntaskan permasalahan soal eks karyawan  itu,” tegasnya.

Mikail menyatakan, PTPN 2 jangan lepas tangan terhadap eks karyawan PTPN 2 yang bermukim di areal HGU tersebut. Apalagi tim sudah membayar sebesar Rp14 ribu dari tertulis semula Rp18 ribu per meter untuk tanah HGU PTPN2. “Persoalan ini jangan dibiarkan berlarut, PTPN2 punya hak melakukan eksekusi terhadap warga yang mengusahai HGU PTPN2,” sebutnya.

Mikail menambahkan, Pemkab Deliserdang jangan diberikan tugas melakukan relokasi terhadap mantan karyawan PTPN 2 dari areal yang bakal direncanakan akan dibangun jalan arteri non tol itu. “PTPN2 yang sebaiknya mengurus eks karyawan PTPN 2 itu,” tegasnya.

Ketua Ketua Komisi A DPRD Deliserdang Imran Obos turut meminta PTPN 2 mencari solusi terbaik untuk eks karyawan PTPN 2 serta penggarap yang masih bercokol di lahan tersebut. Soalnya kewenangan itu ada ditanggan perusahan plat merah itu.

“Tolong jangan berikan lagi PR mengurusi relokasi. Pemkab Deliserdang sudah pernah kerepotan karena tindakan PTPN 2 yang terkesan tidak mau tahu itu,” kecamnya.

Permasalahan lainnya, di sana banyak para eks karyawan PTPN 2 menguasai serta mengarap lahan HGU dan eks HGU PTPN 2, kemudian menjual lahan garapan itu kepada warga lainnya, sekarang timbul masalah baru karena lahan yang digarap itu masuk kedalam rencana pembangunan jalan arteri non tol.
“Nah pemerintah kesulitan untuk melakukan pembebasan lahan itu karena lahan itu milik Negara tetapi karena telah dikuasai melalui jual beli serta disahkan pejabat setingkat camat, menjadikan pembebasan lahan itu menjadi tugas yang harus diselesaikan secara komprenhensif, bagai menarik benang di dalam tepung,” ungkapnya.

Humas PTPN 2, Rachmuddin SH  ketika dihubungi, mengungkapkan kesulitannya merelokasi eks karyawan PTPN 2. “Apalah yang mampu dilakukan PTPN2. Tapi Senin saja kita jumpa ya, saya mau tanyakan ke bagian pertanahan permasalahan ini, biar tidak keliru,” elak Rachmuddin SH.

Ketika dikejar dengan sejumlah pertanyaan, Rachmuddin SH  mengaku sedang berada di luar kota. “Maaf, saya sedang di luar kota,” sebutnya.
Sementara itu, Ir Hedly Situmorang bersama dua warga lainnya, Sahdan dan Ngadiran bersekukuh dengan patokan harga Rp 1 juta per meter. “Itu sudah harga mati. Nilai segitu saat ini sudah layak,” tegasnya ketika ditemui di kediamannya di Gang Peringan Dusun V Desa Telagasari Tanjung Morawa, Jumat (31/8).

Dilanjutkannya, dia tidak pernah berniat menjual tanah. Tapi karena negara membutuhkan dan untuk kepentingan orang banyak, Hedly bersama 117 kepala keluarga (KK) lainnya, merelakan tanah mereka diambil negara. “Tapi harus dihargai dengan nilai yang pantas,” katanya.

Hedly adalah pemilik lahan seluas 8×35 m terletak di Dusun V Desa Telagasari. Dia membeli lahan itu pada 2001 silam dengan harga Rp20 juta dari Jumiko (60), pensiunan karyawan PTPN IX (sekarang PTPN 2). Bahkan surat jual belinya ditingkatkan, surat pernyataan melepaskan hak atas tanah no 593.83/183/2003 tertanggal 21-2-2003, kemudian surat itu dilegalisasi Camat Tanjungmorawa dengan nomor 593.83/183/2003 yang diteken Camat Drs MA Yusuf  Siregar.

Sebelum dijual kepada Hedly, Jumiko menguasai sebidang tanah garapan di Dusun III Desa Telaga Sari.
Hedly semakin ngotot karena terbitnya surat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di atas lahan itu. “Setiap tahun saya membayar PBB. Saya mau dihargailah. Bila dusun delapan per meternya Rp1,5 juta sampai Rp 2 juta, saya hanya minta Rp1 juta per meter sudah turut bangunannya,” katanya. (btr)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/