Ia mengatakan, masih banyak laki-laki di lokalisasi tidak menggunakan kondom saat berkencang dengan PSK. Padahal pihaknya sudah sangat sering melakukan sosialisasi hal tersebut. “Jadi masih banyak laki-laki yang jajan sembarangan, tapi tidak menggunakan alat pengaman. Sebenarnya sudah disosialisasikan. Tapi banyak pelangggan yang tidak mau, bahkan memaksa untuk tidak menggunakan kondom. Jadi ada alasan materi juga di sini,” beber Rachmatsyah.
Disinggung soal anggaran, Rachmatsyah mengakui masih terbatas. KPA sebagai lembaga non-struktural yang dibentuk dengan Peraturan Gubernur 23 Tahun 2014, tentang Penanggulangan HIV-AIDS, hingga mendekati akhir 2017, belum menerima kucuran dana dari pemerintah.
Namun ia mengakui, berdasar informasi diterima pihaknya, anggaran itu akan segera turun. Untuk 2017, anggaran KPA ditampung di PAPBD Sumut 2017 sebesar Rp200 juta, dari yang diajukan pihaknya sebesar Rp2 miliar. Begitu pun, anggaran itu diakui Rachmatsyah belum juga mereka terima.
Meski begitu, ia menilai, hal itu bukan karena ketidakpedulian. Menurut Rachmatsyah, pemerintah lebih berhati-hati dalam penggunaan anggaran. Hal itu dilihat dari serapan anggaran pemerintah daerah yang rendah. Selain itu, disebut pihaknya tetap menjalankan program, memberikan stimulus kepada seluruh kabupaten/kota yang KPA-nya tidak aktif, atau tidak ada. “Program kita tetap jalan, di antaranya edukasi, dan kegiatan seperti asistensi dan penguatan ke kabupaten/kota untuk upaya penanggulangan HIV/AIDS, serta berkoordinasi dengan stakeholder untuk menjangkau kelompok berisiko tinggi, seperti wanita pekerja seks, lelaki yang bekerja di pelabuhan, pengguna narkoba suntik, waria, dan homoseksual ataupun laki suka laki,” pungkasnya. (ain/saz)