25.6 C
Medan
Thursday, May 9, 2024

Kasihan… Bayi Ini Lahir Tanpa Tempurung Kepala

Foto: Aman/PM Bayi yang lahir tanpa tempurung kepala dirawat di RSUD Salak, Kabupaten Pakpak Bharat, Kamis (3/3/2016).
Foto: Aman/PM
Bayi yang lahir tanpa tempurung kepala dirawat di RSUD Salak, Kabupaten Pakpak Bharat, Kamis (3/3/2016).

PAKPAK BHARAT, SUMUTPOS.CO – Seorang bayi berjenis kelamin laki-laki lahir tanpa tempurung kepala di Desa Resdes, Kecamatan Siempat Rube, Kabupaten Pakpak Bharat. Saat lahir, keadaannya memprihatinkan. Tubuhnya membiru kekuningan. Gerakannya juga tidak aktif.

Anak pertama dari pasangan suami istri (pasutri) Lisman Padang dan Nursitta Berutu lahir pada Selasa (1/3). Proses kelahiran hanya dibantu seorang bidan desa.

Karena kondisinya yang tidak baik, bayi tersebut langsung dilarikan menuju RSUD Salak.

dr Elisabeth yang menangani si bayi, mengatakan kondisi tubuh bayi itu membiru dan kuning. ”Geraknya tidak aktif. Sehingga perlu penanganan yang serius. Kondisinya saat masuk juga sangat jelek,” tutur Elisabeth.

Melihat bayi tidak bergerak, tim medis langusung melakukan pertolongan pertama. Oksigen dikeluarkan dan dipasangkan ke bayi malang itu.

“Kemudian memasukkan ke incubator untuk meningkatkan suhu tubuhnya sampai 37 derajat celcius. Lalu memasukkan cairan ke lambung melalui selang,” jelasnya.

Setelah itu, kondisi kepala bayi diperiksa. Kepala tanpa tempurung sudah mengeluarkan nanah.

Keadaan tersebut mungkin disebabkan kondisi kelahiran yang kurang baik. Sebab, saat lahir hanya tertutup oleh kain dan peralatan seadanya di desa.

“Badan bayi yang membiru disebabkan kekurangan oksigen dan hipotermi yang terjadi sepanjang perjalanan dari Resdes ke RSUD Salak. Jauh, 15 KM,” jabar Elisabeth.

“Saat pertama harusnya sudah dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas lebih baik. Sebab, bayi tidak bergerak aktif dan tidak bersuara,” tuturnya.

Namun, karena orang tua tergolong kurang mampu, Lisman Padang (ayah bayi) memilih berembuk lebih dulu bersama keluarganya.

“Bagaimanalah kami bilang rujuk pak, ini pasti membutuhkan biaya yang sangat besar. Kalau kami saja yang menanggung, kami tidak punya kemampuan ekonomi pak,” tutur Lisman.

Foto: Aman/PM Bayi yang lahir tanpa tempurung kepala dirawat di RSUD Salak, Kabupaten Pakpak Bharat, Kamis (3/3/2016).
Foto: Aman/PM
Bayi yang lahir tanpa tempurung kepala dirawat di RSUD Salak, Kabupaten Pakpak Bharat, Kamis (3/3/2016).

PAKPAK BHARAT, SUMUTPOS.CO – Seorang bayi berjenis kelamin laki-laki lahir tanpa tempurung kepala di Desa Resdes, Kecamatan Siempat Rube, Kabupaten Pakpak Bharat. Saat lahir, keadaannya memprihatinkan. Tubuhnya membiru kekuningan. Gerakannya juga tidak aktif.

Anak pertama dari pasangan suami istri (pasutri) Lisman Padang dan Nursitta Berutu lahir pada Selasa (1/3). Proses kelahiran hanya dibantu seorang bidan desa.

Karena kondisinya yang tidak baik, bayi tersebut langsung dilarikan menuju RSUD Salak.

dr Elisabeth yang menangani si bayi, mengatakan kondisi tubuh bayi itu membiru dan kuning. ”Geraknya tidak aktif. Sehingga perlu penanganan yang serius. Kondisinya saat masuk juga sangat jelek,” tutur Elisabeth.

Melihat bayi tidak bergerak, tim medis langusung melakukan pertolongan pertama. Oksigen dikeluarkan dan dipasangkan ke bayi malang itu.

“Kemudian memasukkan ke incubator untuk meningkatkan suhu tubuhnya sampai 37 derajat celcius. Lalu memasukkan cairan ke lambung melalui selang,” jelasnya.

Setelah itu, kondisi kepala bayi diperiksa. Kepala tanpa tempurung sudah mengeluarkan nanah.

Keadaan tersebut mungkin disebabkan kondisi kelahiran yang kurang baik. Sebab, saat lahir hanya tertutup oleh kain dan peralatan seadanya di desa.

“Badan bayi yang membiru disebabkan kekurangan oksigen dan hipotermi yang terjadi sepanjang perjalanan dari Resdes ke RSUD Salak. Jauh, 15 KM,” jabar Elisabeth.

“Saat pertama harusnya sudah dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas lebih baik. Sebab, bayi tidak bergerak aktif dan tidak bersuara,” tuturnya.

Namun, karena orang tua tergolong kurang mampu, Lisman Padang (ayah bayi) memilih berembuk lebih dulu bersama keluarganya.

“Bagaimanalah kami bilang rujuk pak, ini pasti membutuhkan biaya yang sangat besar. Kalau kami saja yang menanggung, kami tidak punya kemampuan ekonomi pak,” tutur Lisman.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/