28.9 C
Medan
Sunday, June 23, 2024

DPRD Sumut Soroti Penyaluran Pupuk Bersubsidi ke Petani

RDP: Suasana RDP Komisi B DPRD Sumut bersama Dinas TPH Sumut dan perwakilan perusahaan dibawah naungan PT Pupuk Indonesia, Selasa (3/3) siang, membahas kesulitan petani di Sumut mendapat pupuk bersubsidi akibat tak terakomodir melalui e-RDKK. PRAN HASIBUAN/SUMUT POS
RDP: Suasana RDP Komisi B DPRD Sumut bersama Dinas TPH Sumut dan perwakilan perusahaan dibawah naungan PT Pupuk Indonesia, Selasa (3/3) siang, membahas kesulitan petani di Sumut mendapat pupuk bersubsidi akibat tak terakomodir melalui e-RDKK. PRAN HASIBUAN/SUMUT POS

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kalangan petani di Sumatera Utara mengeluhkan sulitnya untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Kondisi itu semakin diperparah, dalam penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani harus menggunakan Kartu Tani.

Keluhan petani itupun disampaikan Komisi B DPRD Sumut kepada Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Sumut dalam rapat dengar pendapat (RDP) pada Selasa (3/3) siang. RDP dipimpin Ketua dan Sekretaris Komisi B, Viktor Silaen dan Ahmad Hadian.

Menjawab keluhan ini, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas TPH Sumut, Jonni Akim Purba, justru menyalahkan para petani karena tidak mau memberikan identitas (KTP). Kata dia, KTP petani berguna sebagai data agar bisa dimasukkan ke dalam rencana defenitif kebutuhan kelompok tani (RDKK) secara elektronik atau e-RDKK.

“Para petani tidak mau menyerahkan KTP-nya agar bisa didaftarkan sebagai peserta penerima fasilitas pertanian dari pemerintah, termasuk untuk pupuk bersubsidi. Petani takut KTP-nya dijadikan untuk kepentingan politik seperti Pilkada,” katanya.

Pihaknya juga menyalahkan infrastuktur teknologi yang lemah. Sebab, sejumlah daerah tidak ada sinyal internet sehingga petugas penyuluh pertanian kesulitan saat mengunggah data petani. Selain itu, ia menyalahkan kapasitas website tempat pendaftaran e-RDKK kurang memadai sehingga data petani yang sudah lengkap tidak bisa diunggah ke dalam aplikasi.

“Sudah mau dimasukkan data para petani oleh petugas penyuluh pertanian, tapi membal (ditolak), Pak,” beber dia.

Ketua Komisi B DPRD Sumut, Viktor Silaen tidak menerima argumen Jonni Akim Purba. Ia tidak terima jika petani terus disalahkan dalam persoalan ini. Dinas TPH menurut dia seharusnya bisa meyakinkan kalau KTP milik petani untuk kepentingan lahan dan tanaman petani, bukan kepentingan politik. Begitupun soal website tempat pendaftaran e-RDKK, sejatinya bisa diatasi dengan memperbesar kapasitas server.

“Seluruh Indonesia saat ini sudah bisa melakukan tender secara elektronik, kapasitas servernya besar. Begitu juga dengan e-katalog,” ujar dia mencontohkan fasilitas internet pemerintah dari kementerian lain.

Zera Salim Ritonga dari Fraksi Nusantara juga mengkritik pernyataan Jonni Akim Purba. “Kurang masuk akal saya kalau petani disalahkan dalam persoalan pendaftaran e-RDKK ini,” katanya. Faktanya, kata dia, petani yang mengeluh ke dirinya mengaku telah mendaftarkan diri melalui e-RDKK. “Sudah terdaftar di e-RDKK, tapi tetap juga enggak bisa dapat pupuk bersubsidi dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah,” ujarnya yang menyebut lokasi para petani ada di Kabupaten Deliserdang. “Mereka dari Deliserdang, silahkan dicek langsung. Ini fakta yang terjadi,” ujarnya.

Menanggapi hal ini, Viktor Silaen mengusulkan agar Dinas TPH tetap menerima pendaftaran petani melalui RDKK manual agar bisa memeroleh fasilitas pupuk bersubsidi, sembari pemerintah memperbaiki fasilitas website dengan cara memperbesar kapasitas server sehingga seluruh data petani bisa dimasukkan dalam e-RDKK.

“Sebab, bulan-bulan ini adalah musim tanam bagi para petani di Sumut. Mereka butuh pupuk bersubsidi. Jika persoalan ini lambat diatasi, sementara petani harus menanam tapi tak bisa mendapatkan pupuk bersubsidi hanya karena tak terdaftar di dalam e-RDKK, ya tidak ada gunanya seluruh alokasi pupuk bersubsidi itu,” tegas politisi Golkar ini.

Dinas TPH dalam kesempatan itu turut memaparkan alokasi pupuk bersubsidi untuk Sumut pada 2020. Jatahnya jauh berkurang dari tahun sebelumnya. Anehnya, dari data yang disampaikan untuk pupuk urea misalnya, kebutuhan 200 ton lebih hanya diberikan 90 ton saja. Begitupun untuk jenis SP-36, ZA, NPK dan organik, tidak sampai disetujui hingga 10 persen dari total kebutuhan. Menjawab ini, Komisi B menyampaikan perlu diupayakan secara bersama ke Kementerian Pertanian agar kebutuhan pupuk bersubsidi di Sumut tetap terpenuhi. Selain itu diminta stakeholders terkait dapat mengawasi penyaluran pupuk bersubsidi mulai dari distributor, agen hingga petani.

Sementara itu dari perwakilan dibawah PT Pupuk Indonesia seperti PT Petrokimia Gresik dan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) sebelumnya mengungkapkan, pihaknya siap melayani ketersediaan pupuk bersubsidi di seluruh Indonesia termasuk Sumut. Namun soal alokasi dan kebutuhan, pihaknya tidak dapat intervensi sebab hal itu merupakan kewenangan dari pemerintah. (prn)

RDP: Suasana RDP Komisi B DPRD Sumut bersama Dinas TPH Sumut dan perwakilan perusahaan dibawah naungan PT Pupuk Indonesia, Selasa (3/3) siang, membahas kesulitan petani di Sumut mendapat pupuk bersubsidi akibat tak terakomodir melalui e-RDKK. PRAN HASIBUAN/SUMUT POS
RDP: Suasana RDP Komisi B DPRD Sumut bersama Dinas TPH Sumut dan perwakilan perusahaan dibawah naungan PT Pupuk Indonesia, Selasa (3/3) siang, membahas kesulitan petani di Sumut mendapat pupuk bersubsidi akibat tak terakomodir melalui e-RDKK. PRAN HASIBUAN/SUMUT POS

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kalangan petani di Sumatera Utara mengeluhkan sulitnya untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Kondisi itu semakin diperparah, dalam penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani harus menggunakan Kartu Tani.

Keluhan petani itupun disampaikan Komisi B DPRD Sumut kepada Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Sumut dalam rapat dengar pendapat (RDP) pada Selasa (3/3) siang. RDP dipimpin Ketua dan Sekretaris Komisi B, Viktor Silaen dan Ahmad Hadian.

Menjawab keluhan ini, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas TPH Sumut, Jonni Akim Purba, justru menyalahkan para petani karena tidak mau memberikan identitas (KTP). Kata dia, KTP petani berguna sebagai data agar bisa dimasukkan ke dalam rencana defenitif kebutuhan kelompok tani (RDKK) secara elektronik atau e-RDKK.

“Para petani tidak mau menyerahkan KTP-nya agar bisa didaftarkan sebagai peserta penerima fasilitas pertanian dari pemerintah, termasuk untuk pupuk bersubsidi. Petani takut KTP-nya dijadikan untuk kepentingan politik seperti Pilkada,” katanya.

Pihaknya juga menyalahkan infrastuktur teknologi yang lemah. Sebab, sejumlah daerah tidak ada sinyal internet sehingga petugas penyuluh pertanian kesulitan saat mengunggah data petani. Selain itu, ia menyalahkan kapasitas website tempat pendaftaran e-RDKK kurang memadai sehingga data petani yang sudah lengkap tidak bisa diunggah ke dalam aplikasi.

“Sudah mau dimasukkan data para petani oleh petugas penyuluh pertanian, tapi membal (ditolak), Pak,” beber dia.

Ketua Komisi B DPRD Sumut, Viktor Silaen tidak menerima argumen Jonni Akim Purba. Ia tidak terima jika petani terus disalahkan dalam persoalan ini. Dinas TPH menurut dia seharusnya bisa meyakinkan kalau KTP milik petani untuk kepentingan lahan dan tanaman petani, bukan kepentingan politik. Begitupun soal website tempat pendaftaran e-RDKK, sejatinya bisa diatasi dengan memperbesar kapasitas server.

“Seluruh Indonesia saat ini sudah bisa melakukan tender secara elektronik, kapasitas servernya besar. Begitu juga dengan e-katalog,” ujar dia mencontohkan fasilitas internet pemerintah dari kementerian lain.

Zera Salim Ritonga dari Fraksi Nusantara juga mengkritik pernyataan Jonni Akim Purba. “Kurang masuk akal saya kalau petani disalahkan dalam persoalan pendaftaran e-RDKK ini,” katanya. Faktanya, kata dia, petani yang mengeluh ke dirinya mengaku telah mendaftarkan diri melalui e-RDKK. “Sudah terdaftar di e-RDKK, tapi tetap juga enggak bisa dapat pupuk bersubsidi dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah,” ujarnya yang menyebut lokasi para petani ada di Kabupaten Deliserdang. “Mereka dari Deliserdang, silahkan dicek langsung. Ini fakta yang terjadi,” ujarnya.

Menanggapi hal ini, Viktor Silaen mengusulkan agar Dinas TPH tetap menerima pendaftaran petani melalui RDKK manual agar bisa memeroleh fasilitas pupuk bersubsidi, sembari pemerintah memperbaiki fasilitas website dengan cara memperbesar kapasitas server sehingga seluruh data petani bisa dimasukkan dalam e-RDKK.

“Sebab, bulan-bulan ini adalah musim tanam bagi para petani di Sumut. Mereka butuh pupuk bersubsidi. Jika persoalan ini lambat diatasi, sementara petani harus menanam tapi tak bisa mendapatkan pupuk bersubsidi hanya karena tak terdaftar di dalam e-RDKK, ya tidak ada gunanya seluruh alokasi pupuk bersubsidi itu,” tegas politisi Golkar ini.

Dinas TPH dalam kesempatan itu turut memaparkan alokasi pupuk bersubsidi untuk Sumut pada 2020. Jatahnya jauh berkurang dari tahun sebelumnya. Anehnya, dari data yang disampaikan untuk pupuk urea misalnya, kebutuhan 200 ton lebih hanya diberikan 90 ton saja. Begitupun untuk jenis SP-36, ZA, NPK dan organik, tidak sampai disetujui hingga 10 persen dari total kebutuhan. Menjawab ini, Komisi B menyampaikan perlu diupayakan secara bersama ke Kementerian Pertanian agar kebutuhan pupuk bersubsidi di Sumut tetap terpenuhi. Selain itu diminta stakeholders terkait dapat mengawasi penyaluran pupuk bersubsidi mulai dari distributor, agen hingga petani.

Sementara itu dari perwakilan dibawah PT Pupuk Indonesia seperti PT Petrokimia Gresik dan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) sebelumnya mengungkapkan, pihaknya siap melayani ketersediaan pupuk bersubsidi di seluruh Indonesia termasuk Sumut. Namun soal alokasi dan kebutuhan, pihaknya tidak dapat intervensi sebab hal itu merupakan kewenangan dari pemerintah. (prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/