30.7 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Tenaga Medis Sempat Lakukan Aksi Mogok, RS GL Tobing Tetap Beroperasi

DIALOG: Kadiskes Sumut Alwi Mujahit Hasibuan dan Jubir Gugus Tugas Covid-19 Sumut yang juga Sekretaris Dinkes Sumut dr Aris Yudhariansyah berdialog dengan tenaga medis RS GL Tobing, Sabtu (2/5).
DIALOG: Kadiskes Sumut Alwi Mujahit Hasibuan dan Jubir Gugus Tugas Covid-19 Sumut yang juga Sekretaris Dinkes Sumut dr Aris Yudhariansyah berdialog dengan tenaga medis RS GL Tobing, Sabtu (2/5).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rumah Sakit (RS) GL Tobing Tanjungmorawa, Kabupaten Deliserdang, tetap beroperasi dalam menangani pasien Covid-19 seperti biasanya, setelah sempat terjadi aksi mogok yang dilakukan tenaga medis, Sabtu (2/5) sore. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Sumut, Alwi Mujahit Hasibuan saat diwawancarai di Rumah Dinas Gubernur Sumut, Jalan Jenderal Sudirman, Minggu (3/5).

“Sekarang para tenaga medis tersebut sudah berkenan bertugas kembali dan masalah ini juga sudah selesai sebenarnya. Namun informasi ini sudah merebak kemana-mana, soal PHK lah, soal insentif lah padahal itu tidak benar. Ini cuma soal fasilitas kamarn

yang awalnya satu kamar untuk satu orang, kini menjadi satu kamar dihuni dua orang,” ungkapnya.

Alwi menuturkan, terjadi perbedaan yang signifikan terkait biaya hotel tenaga medis yang bertugas di RS GL Tobing dengan tenaga medis yang bertugas di RS Martha Friska, sehingga terjadi kesenjangan dan dikhawatirkan menjadi masalah hukum. “Kita tidak tahu sampai kapan Covid-19 ini akan berlalu. Sedangkan untuk anggaran kita, seberapa pun banyaknya juga terbatas.

Untuk biaya hotel petugas yang ada di RS GL Tobing, kita sudah mengeluarkan uang Rp400 juta (untuk dua minggu) dan minggu ini tagihannya sekitar Rp530 juta. Sedangkan tenaga medis yang bertugas di RS Martha Friska hanya Rp400 juta untuk satu bulan. Sudah terjadi kesenjangan yang cukup jauh dan ini perlu kita sinkronkan dan efisienkan, sehingga tidak menjadi masalah hukum belakangan,” terangnya.

Terkait persoalan itu, Alwi pun sudah melakukan komunikasi kepada para tenaga medis yang bertugas di RS GL Tobing yang berjumlah sekitar 80 orang, agar bersedia menggunakan satu kamar untuk dua orang. “Saya sudah komunikasikan pada teman-teman yang bertugas. Tolonglah mohon berkenan untuk dua orang satu kamar. Nanti pun satu kamar itu akan kita bedakan jam shift tugasnya, dan satu kamar itu nanti akan ada dua tempat tidur yang berjarak untuk tetap menjaga physical distancing, karena di daerah lain juga sistemnya seperti itu,” terangnya.

Akhirnya, para tenaga medis pun setuju dengan tawaran tersebut, apalagi mengingat situasi seperti ini penting untuk melakukan efisiensi anggaran. “Mereka semua setuju. Inikan kita sedang dalam keadaan darurat, jadi semuanya harus dilakukan dengan cepat. Sembari berjalannya waktu, ada hal yang harus kita koreksi yang sesuai dengan kemampuan keuangan kita. Dimana memang awalnya kita memfasilitasi satu kamar untuk satu orang, namun anggaranya ternyata terlalu besar untuk itu,” tambahnya.

Sementara itu, untuk mengantisipasi agar pasien tidak ada telantar, Alwi pun sempat memindahkan pasien yang ada di RS GL Tobing ke RS Martha Friska. “Ada 20 pasien yang sedang dirawat. 17 orang saya pindahkan ke RS Martha Friska, sedangkan 3 orang lagi sudah pulang ke rumah karena telah dinyatakan sembuh,” tambahnya.

Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Sumut, dr Aris Yudhariansyah juga menegaskan, permasalahan mogok kerja telah ada titik temu. Kata Aris, rumah sakit ini masih tetap sebagai rujukan pasien Covid-19. “Rumah sakit tersebut merupakan yang pertama sebagai tempat rujukan pasien Covid-19.

Walapun saat ini sudah ada RS Martha Friska Medan yang juga tempat rujukan pasien Covid-19, tidak pernah dibedakan antara keduanya. Bahkan, tidak pernah terlintas sedikitpun menutup RS GL Tobing yang sudah menjadi sejarah di Sumut dalam penanganan pasien Covid-19,” ujar Aris, Minggu (3/5).

Dikatakannya, tenaga medis RS GL Tobing protes soal gaji yang baru pekan depan akan dibayar. Aris mengaku, dipastikan uang untuk membayar gaji mereka ada tetapi tidak bisa seenaknya dibayarkan langsung begitu saja. “Uang untuk gaji ada, dibayarkan pakai uang negara jadi enggak bisa asal-asalan.

Ada proses administrasi yang harus dipenuhi atau diverifikasi dulu agar uang tersebut aman digunakan. Artinya, kami tidak mau dikemudian hari terjadi persoalan misalnya diperiksa lembaga terkait karena tidak sesuai prosedur. Makanya, mohon maaf dan harap dimaklumi memang sedikit terlambat. Akan tetapi, jangan khawatir insya Allah minggu depan (pekan ini, red) ini dituntaskan,” katanya.

Terkait protes tenaga medis soal penginapan di hotel yang menjadi dua orang pada satu kamar dari sebelumnya satu orang satu kamar, Aris menyatakan sudah disepakati Paramedis RS GL Tobing selama ini diinapkan di salah satu hotel dekat Bandara Kualanamu Internasional, Deliserdang.

“Paramedis sudah kembali menempati hotel yang menjadi tempat penginapan mereka sementara, dengan catatan tetap mengikuti kebijakan yang sudah ditetapkan yaitu 1 kamar 2 orang. Terkait bagaimana pengaturannya dalam satu kamar, kan bisa disesuaikan. Seandainya ada penginapan di sekitar RS GL Tobing yang bisa disewa dan lebih murah, maka kenapa tidak,” ucapnya.

Aris mengimbau, kepada paramedis di rumah sakit tersebut jangan membuat sesuatu yang merugikan tidak hanya dirinya sendiri melainkan orang lain. Jangan sampai sudah 1 bulan lebih berjuang bersama, namun karena hanya ada masalah kecil lalu terprovokasi sehingga bermusuhan. “Kita tidak mau semuanya diperiksa oleh lembaga terkait pengeluaran anggaran, padahal memiliki tujuan mulia.

Sebab, dalam sebulan biaya penginapan tenaga medis RSU Martha Friska sekitar Rp300 juta lebih. Sedangkan tenaga kesehatan RS GL Tobing mencapai sekitar Rp1 miliar. Itu biaya untuk hotel atau penginapan saja, belum yang lain. Jadi, bisa dibayangkan jika ada lembaga yang memeriksa keuangan negara dan mempertanyakan, kenapa biaya yang di Medan lebih murah ketimbang di luar Medan,” papar sekretaris Dinas Kesehatan Sumut ini.

Sementara, dalam keterangan pers melalui video streaming Youtube, Jubir GTPP Covid-19 Sumut lainnya, Mayor Kes dr Whiko Irwan SpB menyatakan hal yang sama. “Kita dapat kabar tidak benar tentang petugas kesehatan (RS GL Tobing) yang dikatakan di-PHK dan sebagainya, sehingga perlu diluruskan,” ucapnya.

Menurut Whiko, mereka dibentuk dalam beberapa tim satgas kesehatan yang memiliki jadwal dan batas waktu dalam bekerja. Jadwal petugas kesehatan terdiri dari dua minggu bekerja operasional di rumah sakit. Selanjutnya pelaksanaan karantina dua minggu, satu minggu di antaranya mengkarantinakan diri di penginapan hotel. “Setelah tim pertama melaksanakan karantina, maka operasional rumah sakit dilakukan oleh tim kedua dan demikian seterusnya. Setelah bekerja 1 bulan, kembali tim yang pertama dapat bertugas kembali usai pelaksanaan karantina,” cetusnya.

Whiko juga menyatakan, mengenai informasi permasalahan penggajian tidak benar, karena petugas kesehatan yang tergabung dalam tim kesehatan RS GL Tobing memiliki SK Gubernur Sumatera Utara dan mendapatkan insentif tenaga medis. Artinya, rumah sakit itu tetap memberikan pelayanan, menerima rujukan pasien Covid-19. “Sebanyak 17 pasien diantaranya sempat kita pindahkan ke RS Martha Friska Multatuli, sedangkan 3 orang diantaranya sudah dinyatakan sembuh dan dapat dipulangkan,” tukasnya sembari menambahkan, tidak pekerjaan yang berlangsung dengan sempurna tanpa keseimbangan dukungan dari semua pihak.

Jangan Sampai Keringat Kering Baru Dibayar

Menyikapi persoalan ini, DPRD Sumut meminta Pemprov Sumut melalui GTPP Covid-19 Sumut, segera menyelesaikan kewajiban terhadap para tenaga medis yang telah menjadi garda terdepan menangani pasien Corona. “Memang hasil tabayun saya ke Pak Alwi (Kadis Kesehatan), beliau sampaikan bahwa ini demi efisiensi anggaran. Semula kan tenaga medis satu orang per kamar, nah diusulkan jadi satu kamar berdua. Namun tenaga medis tak mau dengan alasan takut penyebaran corona. Namun untuk honorium ini jangan sampai keringat mereka kering, baru dibayarkan oleh Pemprovsu, itu dzalim namanya,” kata Ketua Komisi A DPRD Sumut, Hendro Susanto menjawab Sumut Pos, kemarin.

Dia menilai, dinamika yang terjadi ini disebabkan kurang baiknya pengelolaan bencana Corona yang dilakukan GGTP Covid-19 Sumut. Baik dari aspek pengelolaan keuangan, keteraturan cara kerja tenaga medis ataupun aspek lainnya. “Saya bilang, infonya sudah dikucurkan Rp110 miliar melalui Plt Kepala BPKAD Ismael Sinaga dari pemprov ke Disnakes Sumut. Saya minta beri ke DPRD rinciannya, agar kami awasi penggunaannya. Beliau tak jawab,” kata politisi PKS itu.

Menurutnya, sistem koordinasi Tim GTPP Covid-19 Sumut tidak lancar. Sehingga menyebabkan peristiwa tersebut terjadi. Terutama ihwal permintaan honor para tenaga medis yang telah bekerja menangani pasien corona kepada Pemprovsu. “Semua unsur yang terlibat dalam tim gugus ini, sepertinya tidak memainkan peran maksimal sesuai tugas dan fungsinya. Padahal, tim ini memiliki alokasi anggaran yang besar,” ujarnya.

Legislatif sangat menyayangkan peristiwa dimaksud terjadi akibat ketidakprofesionalan GTPP Covid-19. Padahal, para tenaga medis itu mempertaruhkan nyawa menjalankan tugas untuk percepatan penanganan penyebaran virus Covid-19 dari Sumut. “Ini pertarungan hidup mati. Mereka mempertaruhkan nyawa membantu Sumut melawan Covid-19. Tapi sayang, perlakuan terhadap mereka tidak setimpal apa yang mereka pertaruhkan. Karenanya kami meminta Gubsu selaku ketua gugus tugas, agar dengan cepat menyelesaikan persoalan ini terutama menyangkut honor para tim medis,” pungkasnya. (prn/ris)

DIALOG: Kadiskes Sumut Alwi Mujahit Hasibuan dan Jubir Gugus Tugas Covid-19 Sumut yang juga Sekretaris Dinkes Sumut dr Aris Yudhariansyah berdialog dengan tenaga medis RS GL Tobing, Sabtu (2/5).
DIALOG: Kadiskes Sumut Alwi Mujahit Hasibuan dan Jubir Gugus Tugas Covid-19 Sumut yang juga Sekretaris Dinkes Sumut dr Aris Yudhariansyah berdialog dengan tenaga medis RS GL Tobing, Sabtu (2/5).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rumah Sakit (RS) GL Tobing Tanjungmorawa, Kabupaten Deliserdang, tetap beroperasi dalam menangani pasien Covid-19 seperti biasanya, setelah sempat terjadi aksi mogok yang dilakukan tenaga medis, Sabtu (2/5) sore. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Sumut, Alwi Mujahit Hasibuan saat diwawancarai di Rumah Dinas Gubernur Sumut, Jalan Jenderal Sudirman, Minggu (3/5).

“Sekarang para tenaga medis tersebut sudah berkenan bertugas kembali dan masalah ini juga sudah selesai sebenarnya. Namun informasi ini sudah merebak kemana-mana, soal PHK lah, soal insentif lah padahal itu tidak benar. Ini cuma soal fasilitas kamarn

yang awalnya satu kamar untuk satu orang, kini menjadi satu kamar dihuni dua orang,” ungkapnya.

Alwi menuturkan, terjadi perbedaan yang signifikan terkait biaya hotel tenaga medis yang bertugas di RS GL Tobing dengan tenaga medis yang bertugas di RS Martha Friska, sehingga terjadi kesenjangan dan dikhawatirkan menjadi masalah hukum. “Kita tidak tahu sampai kapan Covid-19 ini akan berlalu. Sedangkan untuk anggaran kita, seberapa pun banyaknya juga terbatas.

Untuk biaya hotel petugas yang ada di RS GL Tobing, kita sudah mengeluarkan uang Rp400 juta (untuk dua minggu) dan minggu ini tagihannya sekitar Rp530 juta. Sedangkan tenaga medis yang bertugas di RS Martha Friska hanya Rp400 juta untuk satu bulan. Sudah terjadi kesenjangan yang cukup jauh dan ini perlu kita sinkronkan dan efisienkan, sehingga tidak menjadi masalah hukum belakangan,” terangnya.

Terkait persoalan itu, Alwi pun sudah melakukan komunikasi kepada para tenaga medis yang bertugas di RS GL Tobing yang berjumlah sekitar 80 orang, agar bersedia menggunakan satu kamar untuk dua orang. “Saya sudah komunikasikan pada teman-teman yang bertugas. Tolonglah mohon berkenan untuk dua orang satu kamar. Nanti pun satu kamar itu akan kita bedakan jam shift tugasnya, dan satu kamar itu nanti akan ada dua tempat tidur yang berjarak untuk tetap menjaga physical distancing, karena di daerah lain juga sistemnya seperti itu,” terangnya.

Akhirnya, para tenaga medis pun setuju dengan tawaran tersebut, apalagi mengingat situasi seperti ini penting untuk melakukan efisiensi anggaran. “Mereka semua setuju. Inikan kita sedang dalam keadaan darurat, jadi semuanya harus dilakukan dengan cepat. Sembari berjalannya waktu, ada hal yang harus kita koreksi yang sesuai dengan kemampuan keuangan kita. Dimana memang awalnya kita memfasilitasi satu kamar untuk satu orang, namun anggaranya ternyata terlalu besar untuk itu,” tambahnya.

Sementara itu, untuk mengantisipasi agar pasien tidak ada telantar, Alwi pun sempat memindahkan pasien yang ada di RS GL Tobing ke RS Martha Friska. “Ada 20 pasien yang sedang dirawat. 17 orang saya pindahkan ke RS Martha Friska, sedangkan 3 orang lagi sudah pulang ke rumah karena telah dinyatakan sembuh,” tambahnya.

Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Sumut, dr Aris Yudhariansyah juga menegaskan, permasalahan mogok kerja telah ada titik temu. Kata Aris, rumah sakit ini masih tetap sebagai rujukan pasien Covid-19. “Rumah sakit tersebut merupakan yang pertama sebagai tempat rujukan pasien Covid-19.

Walapun saat ini sudah ada RS Martha Friska Medan yang juga tempat rujukan pasien Covid-19, tidak pernah dibedakan antara keduanya. Bahkan, tidak pernah terlintas sedikitpun menutup RS GL Tobing yang sudah menjadi sejarah di Sumut dalam penanganan pasien Covid-19,” ujar Aris, Minggu (3/5).

Dikatakannya, tenaga medis RS GL Tobing protes soal gaji yang baru pekan depan akan dibayar. Aris mengaku, dipastikan uang untuk membayar gaji mereka ada tetapi tidak bisa seenaknya dibayarkan langsung begitu saja. “Uang untuk gaji ada, dibayarkan pakai uang negara jadi enggak bisa asal-asalan.

Ada proses administrasi yang harus dipenuhi atau diverifikasi dulu agar uang tersebut aman digunakan. Artinya, kami tidak mau dikemudian hari terjadi persoalan misalnya diperiksa lembaga terkait karena tidak sesuai prosedur. Makanya, mohon maaf dan harap dimaklumi memang sedikit terlambat. Akan tetapi, jangan khawatir insya Allah minggu depan (pekan ini, red) ini dituntaskan,” katanya.

Terkait protes tenaga medis soal penginapan di hotel yang menjadi dua orang pada satu kamar dari sebelumnya satu orang satu kamar, Aris menyatakan sudah disepakati Paramedis RS GL Tobing selama ini diinapkan di salah satu hotel dekat Bandara Kualanamu Internasional, Deliserdang.

“Paramedis sudah kembali menempati hotel yang menjadi tempat penginapan mereka sementara, dengan catatan tetap mengikuti kebijakan yang sudah ditetapkan yaitu 1 kamar 2 orang. Terkait bagaimana pengaturannya dalam satu kamar, kan bisa disesuaikan. Seandainya ada penginapan di sekitar RS GL Tobing yang bisa disewa dan lebih murah, maka kenapa tidak,” ucapnya.

Aris mengimbau, kepada paramedis di rumah sakit tersebut jangan membuat sesuatu yang merugikan tidak hanya dirinya sendiri melainkan orang lain. Jangan sampai sudah 1 bulan lebih berjuang bersama, namun karena hanya ada masalah kecil lalu terprovokasi sehingga bermusuhan. “Kita tidak mau semuanya diperiksa oleh lembaga terkait pengeluaran anggaran, padahal memiliki tujuan mulia.

Sebab, dalam sebulan biaya penginapan tenaga medis RSU Martha Friska sekitar Rp300 juta lebih. Sedangkan tenaga kesehatan RS GL Tobing mencapai sekitar Rp1 miliar. Itu biaya untuk hotel atau penginapan saja, belum yang lain. Jadi, bisa dibayangkan jika ada lembaga yang memeriksa keuangan negara dan mempertanyakan, kenapa biaya yang di Medan lebih murah ketimbang di luar Medan,” papar sekretaris Dinas Kesehatan Sumut ini.

Sementara, dalam keterangan pers melalui video streaming Youtube, Jubir GTPP Covid-19 Sumut lainnya, Mayor Kes dr Whiko Irwan SpB menyatakan hal yang sama. “Kita dapat kabar tidak benar tentang petugas kesehatan (RS GL Tobing) yang dikatakan di-PHK dan sebagainya, sehingga perlu diluruskan,” ucapnya.

Menurut Whiko, mereka dibentuk dalam beberapa tim satgas kesehatan yang memiliki jadwal dan batas waktu dalam bekerja. Jadwal petugas kesehatan terdiri dari dua minggu bekerja operasional di rumah sakit. Selanjutnya pelaksanaan karantina dua minggu, satu minggu di antaranya mengkarantinakan diri di penginapan hotel. “Setelah tim pertama melaksanakan karantina, maka operasional rumah sakit dilakukan oleh tim kedua dan demikian seterusnya. Setelah bekerja 1 bulan, kembali tim yang pertama dapat bertugas kembali usai pelaksanaan karantina,” cetusnya.

Whiko juga menyatakan, mengenai informasi permasalahan penggajian tidak benar, karena petugas kesehatan yang tergabung dalam tim kesehatan RS GL Tobing memiliki SK Gubernur Sumatera Utara dan mendapatkan insentif tenaga medis. Artinya, rumah sakit itu tetap memberikan pelayanan, menerima rujukan pasien Covid-19. “Sebanyak 17 pasien diantaranya sempat kita pindahkan ke RS Martha Friska Multatuli, sedangkan 3 orang diantaranya sudah dinyatakan sembuh dan dapat dipulangkan,” tukasnya sembari menambahkan, tidak pekerjaan yang berlangsung dengan sempurna tanpa keseimbangan dukungan dari semua pihak.

Jangan Sampai Keringat Kering Baru Dibayar

Menyikapi persoalan ini, DPRD Sumut meminta Pemprov Sumut melalui GTPP Covid-19 Sumut, segera menyelesaikan kewajiban terhadap para tenaga medis yang telah menjadi garda terdepan menangani pasien Corona. “Memang hasil tabayun saya ke Pak Alwi (Kadis Kesehatan), beliau sampaikan bahwa ini demi efisiensi anggaran. Semula kan tenaga medis satu orang per kamar, nah diusulkan jadi satu kamar berdua. Namun tenaga medis tak mau dengan alasan takut penyebaran corona. Namun untuk honorium ini jangan sampai keringat mereka kering, baru dibayarkan oleh Pemprovsu, itu dzalim namanya,” kata Ketua Komisi A DPRD Sumut, Hendro Susanto menjawab Sumut Pos, kemarin.

Dia menilai, dinamika yang terjadi ini disebabkan kurang baiknya pengelolaan bencana Corona yang dilakukan GGTP Covid-19 Sumut. Baik dari aspek pengelolaan keuangan, keteraturan cara kerja tenaga medis ataupun aspek lainnya. “Saya bilang, infonya sudah dikucurkan Rp110 miliar melalui Plt Kepala BPKAD Ismael Sinaga dari pemprov ke Disnakes Sumut. Saya minta beri ke DPRD rinciannya, agar kami awasi penggunaannya. Beliau tak jawab,” kata politisi PKS itu.

Menurutnya, sistem koordinasi Tim GTPP Covid-19 Sumut tidak lancar. Sehingga menyebabkan peristiwa tersebut terjadi. Terutama ihwal permintaan honor para tenaga medis yang telah bekerja menangani pasien corona kepada Pemprovsu. “Semua unsur yang terlibat dalam tim gugus ini, sepertinya tidak memainkan peran maksimal sesuai tugas dan fungsinya. Padahal, tim ini memiliki alokasi anggaran yang besar,” ujarnya.

Legislatif sangat menyayangkan peristiwa dimaksud terjadi akibat ketidakprofesionalan GTPP Covid-19. Padahal, para tenaga medis itu mempertaruhkan nyawa menjalankan tugas untuk percepatan penanganan penyebaran virus Covid-19 dari Sumut. “Ini pertarungan hidup mati. Mereka mempertaruhkan nyawa membantu Sumut melawan Covid-19. Tapi sayang, perlakuan terhadap mereka tidak setimpal apa yang mereka pertaruhkan. Karenanya kami meminta Gubsu selaku ketua gugus tugas, agar dengan cepat menyelesaikan persoalan ini terutama menyangkut honor para tim medis,” pungkasnya. (prn/ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/