30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Basyrah Lubis Didakwa Rugikan Negara Rp6,04 Miliar

MEDAN- Basyrah Lubis, mantan Bupati Padanglawas (Palas), akhirnya menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (3/7). Dia tersangkut perkara penyelewengan proyek pembangunan kawasan Pusat Pemerintahan Pemkab Palas Tahun 2009, di antaranya Gedung Kantor Bupati dan Gedung DPRD Kabupaten Palas serta penunjukan PT Bungo Pantai Bersaudara sebagai pemenang pekerjaan (rekanan) yang tidak sesuai prosedur.
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut, Polim Siregar, mengatakan, Basyrah selaku orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan secara melawan hukum telah mengubah sistem pelaksanaan pembangunan dari tahun tunggal menjadi multiyears (tahun jamak) tanpa melalui prosedur yang berlaku.
Di hadapan majelis hakim diketuai Dwi Dayanto, JPU mengungkapkan perbuatan terdakwa telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Hal itu dilakukannya bersama-sama dengan saksi Chairul Windu Harahap selaku Kadis PU, Pertambangan dan Energi Pemkab Palas, M Rido selaku Ketua DPRD Palas, Abdul Hamid Nasution selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan P Mulia Daulay, selaku Bendahara Umum Daerah (BUD).
Jaksa mengatakan, untuk membangun Pusat Pemerintahan Kabupaten Palas, Pemkab Palas menggelontorkan dana APBD 2009 sebesar Rp9,360 miliar yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Anggaran itu juga sudah ditampung di Dokumen Pelaksana Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) Dinas PU, Pertambangan dan Energi Pemkab Palas tahun anggaran 2009.
Berdasarkan DPA SKPD Dinas PU, Pertambangan dan Energi TA 2009 Nomor DPA-SKPD:1.0301290252, dinyatakan  kegiatan pembangunan Kantor Bupati dan Kantor DPRD Kabupaten Palas dilakukan dalam tahun tunggal dan secara multi year (tahun jamak). Padahal pelaksanaan pembangunan kawasan pusat pemerintahan Palas secara multiyears yakni 2009-2012 tersebut, tidak pernah dibahas oleh DPRD Palas.
Pada Oktober 2009 di ruang kerja Bupati Palas, terdakwa menyerahkan rencana anggaran biaya beserta desain gambar pembangunan kawasan pusat pemerintahan Palas dengan pelaksanaan sistem kontrak tahun jamak. Padahal, sesuai ketentuan Pasal 54 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja daerah untuk tujuan yang tidak tersedia anggarannya di APDB.
Selain itu, sesuai Pasal 122 ayat (6) Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, menyatakan pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja, jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD. Terdakwa juga menunjuk PT Bungo Pantai Bersaudara sebagai pemenang pekerjaan (rekanan). Padahal keputusan terdakwa itu juga tidak sesuai dengan Keppres No 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintahan. (far)
Akibat perbuatan terdakwa, negara  dirugikan senilai Rp6,04 miliar sesuai laporan hasil penghitungan kerugian negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perewakilan Sumut.
“Ketika pemeriksaan di kepolisian, kerugian negara hanya sekitar Rp800 juta, tetapi dalam dakwaan Rp6 miliar, itu yang kita katakan keberatan. Kan ada dua pemeriksaan mereka ada dari BPKP dan dari USU. Dan mereka memakai BPKP,” protes Marthin Simangunsong satu dari beberapa orang tim penasihat hukum terdakwa. (far)

MEDAN- Basyrah Lubis, mantan Bupati Padanglawas (Palas), akhirnya menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (3/7). Dia tersangkut perkara penyelewengan proyek pembangunan kawasan Pusat Pemerintahan Pemkab Palas Tahun 2009, di antaranya Gedung Kantor Bupati dan Gedung DPRD Kabupaten Palas serta penunjukan PT Bungo Pantai Bersaudara sebagai pemenang pekerjaan (rekanan) yang tidak sesuai prosedur.
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut, Polim Siregar, mengatakan, Basyrah selaku orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan secara melawan hukum telah mengubah sistem pelaksanaan pembangunan dari tahun tunggal menjadi multiyears (tahun jamak) tanpa melalui prosedur yang berlaku.
Di hadapan majelis hakim diketuai Dwi Dayanto, JPU mengungkapkan perbuatan terdakwa telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Hal itu dilakukannya bersama-sama dengan saksi Chairul Windu Harahap selaku Kadis PU, Pertambangan dan Energi Pemkab Palas, M Rido selaku Ketua DPRD Palas, Abdul Hamid Nasution selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan P Mulia Daulay, selaku Bendahara Umum Daerah (BUD).
Jaksa mengatakan, untuk membangun Pusat Pemerintahan Kabupaten Palas, Pemkab Palas menggelontorkan dana APBD 2009 sebesar Rp9,360 miliar yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Anggaran itu juga sudah ditampung di Dokumen Pelaksana Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) Dinas PU, Pertambangan dan Energi Pemkab Palas tahun anggaran 2009.
Berdasarkan DPA SKPD Dinas PU, Pertambangan dan Energi TA 2009 Nomor DPA-SKPD:1.0301290252, dinyatakan  kegiatan pembangunan Kantor Bupati dan Kantor DPRD Kabupaten Palas dilakukan dalam tahun tunggal dan secara multi year (tahun jamak). Padahal pelaksanaan pembangunan kawasan pusat pemerintahan Palas secara multiyears yakni 2009-2012 tersebut, tidak pernah dibahas oleh DPRD Palas.
Pada Oktober 2009 di ruang kerja Bupati Palas, terdakwa menyerahkan rencana anggaran biaya beserta desain gambar pembangunan kawasan pusat pemerintahan Palas dengan pelaksanaan sistem kontrak tahun jamak. Padahal, sesuai ketentuan Pasal 54 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja daerah untuk tujuan yang tidak tersedia anggarannya di APDB.
Selain itu, sesuai Pasal 122 ayat (6) Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, menyatakan pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja, jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD. Terdakwa juga menunjuk PT Bungo Pantai Bersaudara sebagai pemenang pekerjaan (rekanan). Padahal keputusan terdakwa itu juga tidak sesuai dengan Keppres No 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintahan. (far)
Akibat perbuatan terdakwa, negara  dirugikan senilai Rp6,04 miliar sesuai laporan hasil penghitungan kerugian negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perewakilan Sumut.
“Ketika pemeriksaan di kepolisian, kerugian negara hanya sekitar Rp800 juta, tetapi dalam dakwaan Rp6 miliar, itu yang kita katakan keberatan. Kan ada dua pemeriksaan mereka ada dari BPKP dan dari USU. Dan mereka memakai BPKP,” protes Marthin Simangunsong satu dari beberapa orang tim penasihat hukum terdakwa. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/