31 C
Medan
Saturday, July 6, 2024

Ajak Gubsu Ikut Dalam Proses Pemekaran, DPRD Sumut Fokus Sumteng

Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kesenjangan pembangunan menjadi alasan utama digulirkannya kembali rencana pemekaran Provinsi Sumatera Utara menjadi empat provinsi. Pembangunan di kabupaten kota yang letaknya jauh dari ibukota provinsi, masih jauh tertinggal. Karenanya, dibutuhkan pemekaran secepatnya agar daerah-daerah tersebut bisa lebih berkembang. Terutama dalam hal pembangunan infrastruktur dan perekonomian.

BERDASARKAN dokumen sidang paripurna DPRD Sumatera Utara (Sumut), selain Provinsi Kepulauan Nias dan Provinsi Tapanuli, pembentukan Provinsi Sumatera Tenggara (Sumteng) sudah disetujui DPRD Sumut sejak 2011. Sayang, pembentukan daerah otomomi baru tersebut tertunda karena adanya moratorium dari pemerintah pusat. Karenanya, Komisi D DPRD Sumut terus berupaya mendesak pemerintah pusat agar mencabut kebijakan tersebut.

Langkah nyata yang dilakukan Komisi D DPRD Sumut untuk ‘menggolkan’ pembentukan Provinsi Sumteng tersebut, di antaranya dengan menemui Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi, Rabu (3/7). Sayang, Gubsu sedang tidak di kantor, sehingga pertemuan dijadwal ulang pada Senin (8/7) mendatang.

“Harusnya hari ini, tapi pertemuannya tidak jadi. Gubsu sedang keluar kota, infonya sedang ke Rindam di Pematangsiantar. Tadi kami sudah atur jadwal ulang dengan ajudan beliau untuk bisa bertemu Gubsu. Kalau tidak ada halangan, kemungkinan Senin (8/7) nanti kami akan ketemu,” kata Ketua Komisi D DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan kepada Sumut Pos, Rabu (3/6).

Sutrisno tidak menampik, pertemuan itu memang bermaksud untuk membahas persoalan pemekaran provinsi tersebut. “Ya memang mau bahas itu (pemekaran), karena kan beliaun

juga harus tahu dan nanti juga beliau akan ikut serta dalam proses pemekaran itu, apabila memang pemekaran disetujui pemerintah pusat. Karena saat ini wilayah pemekaran inikan masih wilayah beliau sebagai gubernur,” sebut politisi PDI Perjuangan ini.

Disebutkan Sutrisno, dia dan rekan-rekanmya di DPRD Sumut dari daerah pemilihan Sumut VII, yakni Burhanuddin Siregar (PKS), Roby Agusman (PKPI), Ahmadan Harahap (PPP), Abdul Manan Nasution (Gerindra), Safaruddin Siregar (Demokrat), Fahrizal Effendi Nasution (Hanura), Doli Sinomba Siregar (Golkar), dan Yasir Ridho Lubis (Golkar), ingin fokus dalam pembahasan pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara.

“Jadi selain Provinsi Kepulauan Nias dan Provinsi Tapanuli, berdasarkan dokumen dari sidang paripurna anggota DPRD Sumut pada tahun 2011, Provinsi Sumatera Tenggara ini juga sudah lama disetujui DPRD Sumut. Namun, dahulu menjadi tertunda pemekarannya karena adanya moratorium dari pemerintah pusat yang tidak mengizinkan adanya pemekaran provinsi hingga moratorium itu dicabut,” terangnya.

Untuk Provinsi Sumteng sendiri, kata Sutrisno, akan terdiri dari lima kabupaten/kota yang saat ini merupakan bagian dari 33 kabupaten/kota di Sumut. “Jadi nanti Provinsi Sumteng itu terdiri dari Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Padanglawas Utara, Padanglawas dan Padangsidempuan,” tuturnya.

Disebutkan Sutrisno, pemekaran itu memang sudah sangat dibutuhkan saat ini. Alasannya, kawasan tersebut letaknya memang sangat jauh dari ibukota Provinsi Sumut, yakni Kota Medan. Sehingga, kawasan yang dimaksudkan tersebut masih jauh dari layanan dan perhatian pemerintah provinsi.

“Mari kita lihat kabupaten kota di wilayah seputaran Kota Medan, mereka maju dan mendapatkan perhatian pemerintah provinsi. Tapi coba kita lihat di Palas, Paluta, Madina, Sidimpuan, dan Tapsel, masih tertinggal jauh. Kita tidak bisa menampik, kalau mereka jauh dari sentuhan pemerintah. Mereka sudah sangat layak untuk dimekarkan agar pertumbuhan ekonomi bisa berkembang pesat di sana,” jelasnya.

Selain itu, Sutrisno juga mendukung pemekaran dua provinsi lainnya, yakni Provinsi Tapanuli yang meliputi Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Samosir, Toba Samosir, Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. Dan Provinsi Kepulauan Nias meliputi Kabupaten Nias, Nias Utara, Nias Selatan, Nias Barat dan Kota Gunung Sitoli. Baginya, semua wilayah itu membutuhkan pemekaran secepatnya agar bisa lebih cepat berkembang terutama dalam hal pembangunan dan perekonomian.

Hal senada juga disampaikan tokoh Tapanuli Utara (Taput), Juliski Simorangkir yang saat ini duduk sebagai anggota DPRD Sumut di Komisi E. Juliski sangat mendukung pembentukan Provinsi Tapanuli. “Sebenarnya justru dari Kepulauan Nias dan Sumteng, justru Provinsi Tapanuli yang pertama disetujui DPRD Sumut. Artinya, tinggal menunggu keputusan dari pemerintah pusat, apakah mencabut moratorium itu atau tidak. Itulah yang sedang kita upayakan,” terangnya.

Untuk kelayakan, Juliski menyebutkan, Provinsi Tapanuli sudah sangat layak untuk dimekarkan. Alasannya pun tidak jauh berbeda dengan Sutrisno, Tapanuli masih jauh dari sentuhan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi bila dibandingkan dengan Kabupaten kota lainnya yang berada di sekitar Kota Medan.

“Mari kita lihat kabupaten yang sudah dimekarkan, ada Humbahas, Toba Samosir dan lainnya. Lihat bagaimana berkembang pesatnya Humbahas itu, saya tidak yakin Humbahas itu bisa sepesat sekarang ini perkembangannya kalau masih bagian dari Taput. Begitu jugalah Tapanuli ini, akan sangat sulit berkembang kalau masih terus di bawah Provinsi Sumut dan masih terus kurang diperhatikan,” sebutnya.

Terkait masalah-masalah yang akan menjadi kendala dalam pemekaran itu, Juliski menyebutkan, hal itu wajar. Namun, pihaknya yakin akan mendapatkan solusi demi kemajuan daerah tersebut. “Justru itu yang mau kita perjuangkan. Pemerintah pusat harus melihat bahwa pembangunan di Sumut memang tidak merata dan sangat dibutuhkan pemekaran untuk meratanya pembangunan. Nanti kita akan lihat, bahwa daerah itu bisa jauh lebih maju apabila dimekarkan,” lanjutnya.

Begitupun dengan tokoh dari Kepulauan Nias, Fanatona Waruwu yang merupakan anggota Komisi A di DPRD Sumut. Fanatona menyebutkan, Nias masih sangat jauh dari sentuhan pembangunan dan laju pertumbuhan ekonomi. Hal itu disebutnya sangat memprihatinkan dan butuh sentuhan serius namun tak kunjung terjadi. “Makanya kenapa masyarakat Nias sangat ingin untuk membangun Provinsi sendiri karena begitu hebatnya keinginan mereka unruk keluar dari ‘zona kemiskinan’ yang sudah terjadi begitu lama,” katanya.

Menurutnya, pemerintah pusat harus mencabut moratorium dan memberikan izin untuk dimekarkannya provinsi kepulauan Nias untuk dapat memberdayakan sumber daya yang ada disana untuk membangun sendiri daerah mereka yang telah lama tertinggal. “Pajak kendaraan di Nias dan pajak perikanan begitu luar biasa di sana. Sebenarnya itu mampu untuk membangun infrastruktur dan meningkatkan taraf ekonomi di sana, tapi nyatanya masih jauh dari harapan,” tutupnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, saat menghadiri Musrembang RPJMD Provinsi Sumut, di Medan pada 22 Januari 2019 lalu mengakui, ada permintaan agar Sumut dipecah menjadi tiga provinsi. “Tapi pemekaran ini masih kami tunda, karena besarnya anggaran pemekaran,” kata Mendagri kala itu.

Menurut Tjahjo, urusan pemekaran daerah ini kerap kali menyebabkan konflik berkepanjangan. Tidak jarang terjadi keributan dan pertikaian horizontal, seperti halnya di salah satu daerah Papua Barat. “Itu menjadi masalah, selain kebutuhan anggaran untuk pemekaran yang mencapai Rp300 miliar,” ujar dia.

Dia mengakui, pemekaran daerah memang bertujuan untuk membuat masyarakat lebih sejahtera. Namun, kata dia, banyak hal lain yang perlu dilakukan agar kabupaten/kota di Sumut ini semakin maju. Di antaranya dengan meningkatkan sektor pariwisata. (map)

Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kesenjangan pembangunan menjadi alasan utama digulirkannya kembali rencana pemekaran Provinsi Sumatera Utara menjadi empat provinsi. Pembangunan di kabupaten kota yang letaknya jauh dari ibukota provinsi, masih jauh tertinggal. Karenanya, dibutuhkan pemekaran secepatnya agar daerah-daerah tersebut bisa lebih berkembang. Terutama dalam hal pembangunan infrastruktur dan perekonomian.

BERDASARKAN dokumen sidang paripurna DPRD Sumatera Utara (Sumut), selain Provinsi Kepulauan Nias dan Provinsi Tapanuli, pembentukan Provinsi Sumatera Tenggara (Sumteng) sudah disetujui DPRD Sumut sejak 2011. Sayang, pembentukan daerah otomomi baru tersebut tertunda karena adanya moratorium dari pemerintah pusat. Karenanya, Komisi D DPRD Sumut terus berupaya mendesak pemerintah pusat agar mencabut kebijakan tersebut.

Langkah nyata yang dilakukan Komisi D DPRD Sumut untuk ‘menggolkan’ pembentukan Provinsi Sumteng tersebut, di antaranya dengan menemui Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi, Rabu (3/7). Sayang, Gubsu sedang tidak di kantor, sehingga pertemuan dijadwal ulang pada Senin (8/7) mendatang.

“Harusnya hari ini, tapi pertemuannya tidak jadi. Gubsu sedang keluar kota, infonya sedang ke Rindam di Pematangsiantar. Tadi kami sudah atur jadwal ulang dengan ajudan beliau untuk bisa bertemu Gubsu. Kalau tidak ada halangan, kemungkinan Senin (8/7) nanti kami akan ketemu,” kata Ketua Komisi D DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan kepada Sumut Pos, Rabu (3/6).

Sutrisno tidak menampik, pertemuan itu memang bermaksud untuk membahas persoalan pemekaran provinsi tersebut. “Ya memang mau bahas itu (pemekaran), karena kan beliaun

juga harus tahu dan nanti juga beliau akan ikut serta dalam proses pemekaran itu, apabila memang pemekaran disetujui pemerintah pusat. Karena saat ini wilayah pemekaran inikan masih wilayah beliau sebagai gubernur,” sebut politisi PDI Perjuangan ini.

Disebutkan Sutrisno, dia dan rekan-rekanmya di DPRD Sumut dari daerah pemilihan Sumut VII, yakni Burhanuddin Siregar (PKS), Roby Agusman (PKPI), Ahmadan Harahap (PPP), Abdul Manan Nasution (Gerindra), Safaruddin Siregar (Demokrat), Fahrizal Effendi Nasution (Hanura), Doli Sinomba Siregar (Golkar), dan Yasir Ridho Lubis (Golkar), ingin fokus dalam pembahasan pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara.

“Jadi selain Provinsi Kepulauan Nias dan Provinsi Tapanuli, berdasarkan dokumen dari sidang paripurna anggota DPRD Sumut pada tahun 2011, Provinsi Sumatera Tenggara ini juga sudah lama disetujui DPRD Sumut. Namun, dahulu menjadi tertunda pemekarannya karena adanya moratorium dari pemerintah pusat yang tidak mengizinkan adanya pemekaran provinsi hingga moratorium itu dicabut,” terangnya.

Untuk Provinsi Sumteng sendiri, kata Sutrisno, akan terdiri dari lima kabupaten/kota yang saat ini merupakan bagian dari 33 kabupaten/kota di Sumut. “Jadi nanti Provinsi Sumteng itu terdiri dari Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Padanglawas Utara, Padanglawas dan Padangsidempuan,” tuturnya.

Disebutkan Sutrisno, pemekaran itu memang sudah sangat dibutuhkan saat ini. Alasannya, kawasan tersebut letaknya memang sangat jauh dari ibukota Provinsi Sumut, yakni Kota Medan. Sehingga, kawasan yang dimaksudkan tersebut masih jauh dari layanan dan perhatian pemerintah provinsi.

“Mari kita lihat kabupaten kota di wilayah seputaran Kota Medan, mereka maju dan mendapatkan perhatian pemerintah provinsi. Tapi coba kita lihat di Palas, Paluta, Madina, Sidimpuan, dan Tapsel, masih tertinggal jauh. Kita tidak bisa menampik, kalau mereka jauh dari sentuhan pemerintah. Mereka sudah sangat layak untuk dimekarkan agar pertumbuhan ekonomi bisa berkembang pesat di sana,” jelasnya.

Selain itu, Sutrisno juga mendukung pemekaran dua provinsi lainnya, yakni Provinsi Tapanuli yang meliputi Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Samosir, Toba Samosir, Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. Dan Provinsi Kepulauan Nias meliputi Kabupaten Nias, Nias Utara, Nias Selatan, Nias Barat dan Kota Gunung Sitoli. Baginya, semua wilayah itu membutuhkan pemekaran secepatnya agar bisa lebih cepat berkembang terutama dalam hal pembangunan dan perekonomian.

Hal senada juga disampaikan tokoh Tapanuli Utara (Taput), Juliski Simorangkir yang saat ini duduk sebagai anggota DPRD Sumut di Komisi E. Juliski sangat mendukung pembentukan Provinsi Tapanuli. “Sebenarnya justru dari Kepulauan Nias dan Sumteng, justru Provinsi Tapanuli yang pertama disetujui DPRD Sumut. Artinya, tinggal menunggu keputusan dari pemerintah pusat, apakah mencabut moratorium itu atau tidak. Itulah yang sedang kita upayakan,” terangnya.

Untuk kelayakan, Juliski menyebutkan, Provinsi Tapanuli sudah sangat layak untuk dimekarkan. Alasannya pun tidak jauh berbeda dengan Sutrisno, Tapanuli masih jauh dari sentuhan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi bila dibandingkan dengan Kabupaten kota lainnya yang berada di sekitar Kota Medan.

“Mari kita lihat kabupaten yang sudah dimekarkan, ada Humbahas, Toba Samosir dan lainnya. Lihat bagaimana berkembang pesatnya Humbahas itu, saya tidak yakin Humbahas itu bisa sepesat sekarang ini perkembangannya kalau masih bagian dari Taput. Begitu jugalah Tapanuli ini, akan sangat sulit berkembang kalau masih terus di bawah Provinsi Sumut dan masih terus kurang diperhatikan,” sebutnya.

Terkait masalah-masalah yang akan menjadi kendala dalam pemekaran itu, Juliski menyebutkan, hal itu wajar. Namun, pihaknya yakin akan mendapatkan solusi demi kemajuan daerah tersebut. “Justru itu yang mau kita perjuangkan. Pemerintah pusat harus melihat bahwa pembangunan di Sumut memang tidak merata dan sangat dibutuhkan pemekaran untuk meratanya pembangunan. Nanti kita akan lihat, bahwa daerah itu bisa jauh lebih maju apabila dimekarkan,” lanjutnya.

Begitupun dengan tokoh dari Kepulauan Nias, Fanatona Waruwu yang merupakan anggota Komisi A di DPRD Sumut. Fanatona menyebutkan, Nias masih sangat jauh dari sentuhan pembangunan dan laju pertumbuhan ekonomi. Hal itu disebutnya sangat memprihatinkan dan butuh sentuhan serius namun tak kunjung terjadi. “Makanya kenapa masyarakat Nias sangat ingin untuk membangun Provinsi sendiri karena begitu hebatnya keinginan mereka unruk keluar dari ‘zona kemiskinan’ yang sudah terjadi begitu lama,” katanya.

Menurutnya, pemerintah pusat harus mencabut moratorium dan memberikan izin untuk dimekarkannya provinsi kepulauan Nias untuk dapat memberdayakan sumber daya yang ada disana untuk membangun sendiri daerah mereka yang telah lama tertinggal. “Pajak kendaraan di Nias dan pajak perikanan begitu luar biasa di sana. Sebenarnya itu mampu untuk membangun infrastruktur dan meningkatkan taraf ekonomi di sana, tapi nyatanya masih jauh dari harapan,” tutupnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, saat menghadiri Musrembang RPJMD Provinsi Sumut, di Medan pada 22 Januari 2019 lalu mengakui, ada permintaan agar Sumut dipecah menjadi tiga provinsi. “Tapi pemekaran ini masih kami tunda, karena besarnya anggaran pemekaran,” kata Mendagri kala itu.

Menurut Tjahjo, urusan pemekaran daerah ini kerap kali menyebabkan konflik berkepanjangan. Tidak jarang terjadi keributan dan pertikaian horizontal, seperti halnya di salah satu daerah Papua Barat. “Itu menjadi masalah, selain kebutuhan anggaran untuk pemekaran yang mencapai Rp300 miliar,” ujar dia.

Dia mengakui, pemekaran daerah memang bertujuan untuk membuat masyarakat lebih sejahtera. Namun, kata dia, banyak hal lain yang perlu dilakukan agar kabupaten/kota di Sumut ini semakin maju. Di antaranya dengan meningkatkan sektor pariwisata. (map)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/