“Pikiran dia… korban bawa uang. Sakit hati, seminggu sebelum kejadian itu dia pernah minjam uang sama si korban Rp500 ribu. Kebetulan memang anaknya sakit. Tapi tidak diberikan korban,” timpal Kanit Reskrim Polsek Pandan, Iptu H Gurning.
Usai menyaksikan rekonstruksi, anak korban, Hermanto Pandiangan (19) meminta pelaku dihukum seberatnya. “Saya memohon kepada penegak hukum agar pelaku dihukum seberat-beratnya ataupun hukuman mati,” ucap Hermanto sembari menetaskan air mata.
Apalagi, pelaku saat kejadian penemuan mayat korban berpura-pura sedih dan sempat mengelabui keluarga besar.
Hermanto yang merupakan anak ke-7 dari 9 bersaudara itu menuturkan bahwa ia sangat terpukul dan tidak terima atas peristiwa yang menimpa ibunya itu, terlebih ibunya merupakan satu-satunya tulang punggung dalam keluarga sejak ayahnya meninggal dunia beberapa tahun lalu.
“Kami nggak terima. Kami sudah tidak punya ayah, nggak punya ibu lagi,” tutur Hermanto sembari mengusap air matanya yang terus mengalir di pipinya.
Dijelaskan bahwa ia tidak menduga bahwa hal tragis itu akan menimpa ibunya. Dan, hal itu membuatnya sangat terpukul, dimana harapannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi akhirnya kandas, yang direncanakannya tahun ini. “Rencana mau kuliah. Ya, saya harus berusaha (kerja),” kata Hermanto. (dh/ara/nt/jpg/nin/ras)
“Pikiran dia… korban bawa uang. Sakit hati, seminggu sebelum kejadian itu dia pernah minjam uang sama si korban Rp500 ribu. Kebetulan memang anaknya sakit. Tapi tidak diberikan korban,” timpal Kanit Reskrim Polsek Pandan, Iptu H Gurning.
Usai menyaksikan rekonstruksi, anak korban, Hermanto Pandiangan (19) meminta pelaku dihukum seberatnya. “Saya memohon kepada penegak hukum agar pelaku dihukum seberat-beratnya ataupun hukuman mati,” ucap Hermanto sembari menetaskan air mata.
Apalagi, pelaku saat kejadian penemuan mayat korban berpura-pura sedih dan sempat mengelabui keluarga besar.
Hermanto yang merupakan anak ke-7 dari 9 bersaudara itu menuturkan bahwa ia sangat terpukul dan tidak terima atas peristiwa yang menimpa ibunya itu, terlebih ibunya merupakan satu-satunya tulang punggung dalam keluarga sejak ayahnya meninggal dunia beberapa tahun lalu.
“Kami nggak terima. Kami sudah tidak punya ayah, nggak punya ibu lagi,” tutur Hermanto sembari mengusap air matanya yang terus mengalir di pipinya.
Dijelaskan bahwa ia tidak menduga bahwa hal tragis itu akan menimpa ibunya. Dan, hal itu membuatnya sangat terpukul, dimana harapannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi akhirnya kandas, yang direncanakannya tahun ini. “Rencana mau kuliah. Ya, saya harus berusaha (kerja),” kata Hermanto. (dh/ara/nt/jpg/nin/ras)