22.8 C
Medan
Saturday, June 22, 2024

Terkait Tembok Pondok Rubuh di Sidebuk-debuk, Ahli Konstruksi Teliti Bangunan Pondok

istimewa for SUMUT POS
LONGSOR: Personel Polisi dan TNI serta warga menyaksikan dinding tebing yang longsor di pondok Pemandian Alam Daun Paris, Senin (3/12).

KARO, SUMUTPOS.CO – Polres Karo menggandeng ahli konstruksi untuk meneliti bangunan pondok-pondok yang rubuh di Pemandian Air Panas Daun Paris, Raja Berneh, Desa Semangat Gunung, Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo. Jika terbukti ada unsur kelalaian dalam pengelolaan, termasuk konstruksi bangunan pondok yang rubuh tersebut, Efianto Sembiring selaku pemilik tempat pemandian itu bakal jadi tersangka.

Kasat Reskrim Polres Karo, AKP Ras Maju Tarigan mengatakan, sudah 4 orang saksi diperiksa, termasuk Efianto. “Efianto selaku pemilik pemandian tersebut sudah kita periksa. Saat ini kita masih mendalami, apakah ada unsur kelalaian dalam peristiwa yang memakan korban jiwa ini. Kita juga akan berkoordinasi dengan ahli konstruksi untuk meneliti bangunan pondok-pondok yang rubuh itu,” jelas AKP Ras Maju Tarigan saat dikonfirmasi Sumut Pos, Senin (3/12) siang.

Meski demikian, sampai saat ini Efianto masih berstatus sebagai saksi. Namun status itu bisa berubah jadi tersangka, jika penyidik menemukan unsur kelalaian dalam kejadian yang menewaskan 7 mahasiswa Universitas Prima Indonesia (Unpri) ini. “Kita akan terus mendalami kasus ini,” tegasnya.

Disinggung tentang izin pemandian tersebut, menurut Ras Maju, saat diperiksa Elfianto mengaku sudah memiliki izin pengelolaan. Termasuk izin bangunan di pemandian miliknya. Namun polisi belum memeriksa dan menyita izin-izin tersebut. “Kita belum periksa, karena kemarin masih sibuk mengurusi para korban,” ungkapnya.

Korban Tak Dapat Santunan
Lalu bagaimana dengan nasib para korban tewas dan luka? Menurut Ras Maju, korban tewas dan luka sudah diserahkan pada keluarganya masing-masing. Biaya formalin dan ambulans korban tewas ditanggung oleh pihak pengusaha (Efianto). Sedang biaya perobatan ke 9 korban luka masih dibahas Pemkab Karo dengan pihak rumah sakit.

Apa di tiket masuk pemandian tak dilengkapi asuransi? Ras Maju memastikan tak ada asuransi, karena pihak pengelola tak bekerja sama dengan perusahaan asuransi. “Pihak pengusaha tak kerja sama dengan perusahaan asuransi,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Karo, Makmur Barus juga memastikan tak ada asuransi bagi para korban. Hal ini terjadi karena sebulan belakangan ini pihaknya tidak mengutip retribusi masuk bagi pengunjung. “Sudah sebulan lebih kami tak mengutip retribusi,” katanya.

Dipaparkan Makmur, retribusi ditiadakan karena pihaknya banyak menuai protes dari pengunjung karena kondisi jalan masuk ke lokasi rusak parah. “Tapi sekarang jalan masuk sudah diperbaiki pihak PUPR. Pengutipan retribusi akan kita berlakukan lagi setelah jalan masuk ke dalam selesai diperbaiki,” katanya.

Ditanya apakah pihaknya ada kerja sama dengan perusahaan asuransi? Makmur mengakui ada. “Kita kerja sama dengan perusahaan asuransi PT Alih Risiko Makna Sejahtera (ARMS) yang berkantor di Jakarta,” akunya.

Biasanya lanjut Makmur, pengunjung yang masuk ke lokasi kita tawarkan apakah ingin pakai asuransi atau tidak. “Kita hanya menawarkan, karena asuransi ini bersifat opsional, tidak bisa dipaksakan pada pengunjung. Namun sebulan belakangan ini kita tak lagi mengutip retribusi, otomatis para korban itu tak mendapat asuransi,” paparnya.

Lalu bagaimana dengan izin-izin lokasi pemandian tersebut? Makmur mengaku dinas yang dipimpinnya tak ada mengurusi izin apapun atas lokasi pemandian air panas tersebut. “Data kita ada 10 lokasi pemandian di sana. Kita tak tau mereka (pengusaha) ada izin atau tidak, karena masalah izin urusan Dinas Perizinan Karo. Sesuai dengan Perda No 5 Tahun 2012, kami hanya bertugas mengutip retribusi lintas alam Gunung Sibayak saja,” tandasnya.

Namun, hingga sore Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Karo, Susi Iswara terkesan enggan dikonfirmasi mengenai izin lokasi pemandian tersebut. Saat dihubungi, Susi tak kunjung mengangkat handphonenya. Bahkan saat disambangi ke kantornya, Susi juga tak berada di tempat.

Kalak BPBD Karo, Martin Sitepu yang dihubungi mengatakan kecil kemungkinan para korban tewas dan luka tersebut mendapatkan biaya santunan. Apalagi peristiwa itu bukan termasuk bencana. “Itu bukan termasuk bencana alam, karena ada unsur kelalaian di sana. Kalau masalah hujan, ya tiap hari hujan di sini. Seharusnya pihak pengelola melakukan antisipasi,” ujarnya.

Lanjut Martin, andaipun ada, dana ini bersifat tidak terduga. Itupun harus dirapatkan dulu, karena harus melalui persetujuan bupati. “Tapi tipis sangat kemungkinannya. Kalau pun bupati setuju, pencairannya baru bisa dilakukan tahun depan (2019),” tadasnya.

Cuma Andalkan Kades
Perintah Bupati Karo Terkelin Brahmana SH agar camat dan Muspika membentuk tim untuk mendata kembali lokasi-lokasi pemandian yang tak layak untuk menghindari kejadian serupa, dianggap angin lalu. Buktinya sampai hari ini tim tersebut tak kunjung dibentuk.

Mirisnya Camat Merdeka hanya mengandalkan kepala desa. “Saya sudah menyuruh kepala desa setempat untuk mengecek dan mendata lokasi pemandian itu,” kata Camat Merdeka, Terang Ukur br Surbakti. Bahkan, lanjut Terang, pihaknya sudah memerintahkan kepala desa untuk menyuruh para pengusaha pemandian datang ke kantor camat. “Kita akan menggelar pertemuan dengan pihak pengusaha,” akunya.

Pengakuan Terang jelas bertolak belakang dengan perintah bupati yang meminta camat dan Muspika mendata kembali lokasi-lokasi pemandian yang tidak layak mendirikan bangunan seperti bangunan di lokasi kejadian.

Menurut Terkelin, masih banyak bangunan di pemandian yang tak layak di lokasi, seperti materialnya terbuat dari kayu dan menyerupai gubuk. Dibangun dengan gundukan tanah, bukit dan tebing dengan dinding batu kecil dan besat sebagai sebagai penahan tanah.

“Ini akan kita tertibkan karena dikhawatirkan dapat mengancam keselamatan para tamu yang berada di gubuk tersebut. Intinya ke depan kita tidak mau terulang lagi kejadian seperti ini,” tegasnya kala itu. Namun kenyataannya, Camat Merdeka hanya mengandalkan kepala desa.

Kalangan DPRD Sumut meminta agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karo mengawasi memperhatikan kondisi bangunan di tempat-tempat wisata yang ada. Hal ini menyusul runtuhnya tembok bangunan di kawasan pemandian air panas dan memakn korban jiwa.

Anggota DPRD Sumut dapil Karo-Dairi, Robert Lumbantobing mengatakan bahwa cuaca extrem belakangan memang cukup mambahayakan khususnya di daerah pegununga di Kabupaten Karo. Sehingga kecenderungan terjadi longsor cukup tinggi.

“Saran kita ke Pemkab setempat untuk cek kondisi dinding dan tebing yang berpotensi longsor dan berakibat fatal. Apalagi sampai memakn korban jiwa. Ini harus diperiksa dan diamati, dan menyarankan ke masyarakat untuk berhati-hati,” ujar Robert Senin (3/12).

Banyaknya tempat wisata di daerah Karo ini lanjutnya, perlu ada peningkatan keamanan dan kenyamanan sehingga masyarakat bebas dari rasa khawatir. Dengan begitu, pemerintah bisa memanfaatkan aturan untuk mengantisipasi daerah rawan longsor seperti membenteng.

“Bagi bangunan seperti yang sudah lapuk agar diperbarui. Ini saran kita untuk pemerintah setempat. Apalagi kan ada retribusi untuk masuk ke lokasi wisata. Sehingga kawasan pariwisata bisa tertata baik,” pungkasnya.

Sementara Anggota DPRD Sumut dapil yang sama Siti Aminah Perangin-angin berharap agar pemerintah segera melihat langsung kondisi keberadaan objek wisata yang ada di Karo. Karena Kabupaten ini memiliki banyak objek yang menjadi tujuan wisata masyarakat Sumut khusunya Kota Medan dan sekitarnya. “Kita prihatin mendengar kejadian ini. Kita berharap agar hal seperti ini tidak terjadi lagi, dan pariwisata di Karo tetap menjadi tujuan utama masyarakat,” katanya.

Dua Mahasiswa Dirujuk ke RS Royal Prima
Dua mahasiswa selamat dalam peristiwa robohnya tembok pondok di pemandian air panas Daun Paris, Raja Berneh, Kecamatan Merdeka dirujuk ke Rumah Sakit Royal Prima Medan. “Dua mahasiswa selamat atau luka-luka dalam kondisi parah sudah dirawat di RS Royal Prima. Yang lainnya sudah pulang ke rumah,” ucap Kepala Humas UNPRI, Devi Marlin saat dikonfirmasi Sumut Pos, Senin (3/12) siang.

Devi menyebutkan kedua korban selamat itu, mengalami luka di sekujur tubuh dan kini tengah ditangani tim medis secara gratis, karena kedua mahasiswa itu pasien BPJS. “Kebetulan mereka pasien BPJS. Karena, UNPRI semua mahasiswanya menggunakan BPJS. Masuk di UNPRI langsung dapat BPJS,” jelas Devi.

Begitu juga, satu jenazah korban sudah dipulangkan ke kampungan halamannya ke Nias, kemarin. Dengan menumpang ambulans RS Royal Prima didampingi perwakilan pihak keluarga korban. “Satu jenazah itu, sedang dalam perjalanan,” tutur Devi.

Ia mengungkapkan, pihak UNPRI tidak ada memberikan santunan kepada mahasiswa yang meninggal dunia dan selamat dalam insiden tersebut. Karena, mereka pergi tanpa sepengetahuan pihak kampus dalam kegiatan malam keakraban antar Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA) di pemandian air panas tersebut. “Mereka itu, pergi tidak ada izin sama kita. Tanpa sepengetahuan kita, itu insiatif mereka,” jelas Devi lagi.

Rumah Angelita Dewina Sepi
Suasana duka tidak terlihat di kediaman Angelita Dewina Br Ginting di Jalan Penerbangan, Medan Tuntungan. Bahkan, rumah bernomor 34 itu tertutup rapat, tanpa ada penghuni. Warga yang tinggal tepat di samping rumah itu, Br Sitepu mengatakan, sejak tiga hari lalu, orangtua Angelita pulang kampung ke Tiga Binanga, untuk urusan pekerjaan. “ Sekitar 2 hari lalu, si Wina (Angelita Dewina, Red) yang terakhir kaluar dari rumah,” ungkap Br Sitepu.

Diakui Br Sitepu, sebelum berangkat ke pemandian air panas Daun Paris di Raja Berneh, Merdeka, Karo, dirinya sempat berbincang dengan Angelita. Saat itu, Br Sitepu tidak melihat gelagat aneh atau pertanda dari Angelita. Disebutnya jika semua berjalan seperti biasa. “Namun memang terakhir, dilawaninya anakku yang kecil ini. Waktu itu, ketawa dia lepas sekali. Tidak pernah aku lihat dia ketawa seperti itu, “ sambung Br Sitepu.

Dijelaskan Br Sitepu, Angelita merupakan sosok wanita ceria. Dia baik bertetangga dan juga bermasyarakat. Oleh karena itu, diakui Br Sitepu, teman-teman Angelita termasuk teman kampus, dekat dengan Angelita sehingga sering berkumpul di rumah Angelita. “Kemarin pergi dari sini ada beberapa orang teman-temannya juga. Aku cuma mengingatin dia, agar hati-hati,” sambungnya.

Disinggung sudah berapa lama Angelita tinggal di rumah itu, Br Sitepu menyebut sekitar 7 tahunan. Dikatakannya bahwa Angelita yang merupakan anak semata wayang, tinggal bersama ayah dan ibu di rumah itu dengan cara mengontrak. “Namun ayahnya lebih sering pulang kampung karena mengurus kebun di sana katanya,” tandas Br Sitepu. (deo/gus/ain/bal)

istimewa for SUMUT POS
LONGSOR: Personel Polisi dan TNI serta warga menyaksikan dinding tebing yang longsor di pondok Pemandian Alam Daun Paris, Senin (3/12).

KARO, SUMUTPOS.CO – Polres Karo menggandeng ahli konstruksi untuk meneliti bangunan pondok-pondok yang rubuh di Pemandian Air Panas Daun Paris, Raja Berneh, Desa Semangat Gunung, Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo. Jika terbukti ada unsur kelalaian dalam pengelolaan, termasuk konstruksi bangunan pondok yang rubuh tersebut, Efianto Sembiring selaku pemilik tempat pemandian itu bakal jadi tersangka.

Kasat Reskrim Polres Karo, AKP Ras Maju Tarigan mengatakan, sudah 4 orang saksi diperiksa, termasuk Efianto. “Efianto selaku pemilik pemandian tersebut sudah kita periksa. Saat ini kita masih mendalami, apakah ada unsur kelalaian dalam peristiwa yang memakan korban jiwa ini. Kita juga akan berkoordinasi dengan ahli konstruksi untuk meneliti bangunan pondok-pondok yang rubuh itu,” jelas AKP Ras Maju Tarigan saat dikonfirmasi Sumut Pos, Senin (3/12) siang.

Meski demikian, sampai saat ini Efianto masih berstatus sebagai saksi. Namun status itu bisa berubah jadi tersangka, jika penyidik menemukan unsur kelalaian dalam kejadian yang menewaskan 7 mahasiswa Universitas Prima Indonesia (Unpri) ini. “Kita akan terus mendalami kasus ini,” tegasnya.

Disinggung tentang izin pemandian tersebut, menurut Ras Maju, saat diperiksa Elfianto mengaku sudah memiliki izin pengelolaan. Termasuk izin bangunan di pemandian miliknya. Namun polisi belum memeriksa dan menyita izin-izin tersebut. “Kita belum periksa, karena kemarin masih sibuk mengurusi para korban,” ungkapnya.

Korban Tak Dapat Santunan
Lalu bagaimana dengan nasib para korban tewas dan luka? Menurut Ras Maju, korban tewas dan luka sudah diserahkan pada keluarganya masing-masing. Biaya formalin dan ambulans korban tewas ditanggung oleh pihak pengusaha (Efianto). Sedang biaya perobatan ke 9 korban luka masih dibahas Pemkab Karo dengan pihak rumah sakit.

Apa di tiket masuk pemandian tak dilengkapi asuransi? Ras Maju memastikan tak ada asuransi, karena pihak pengelola tak bekerja sama dengan perusahaan asuransi. “Pihak pengusaha tak kerja sama dengan perusahaan asuransi,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Karo, Makmur Barus juga memastikan tak ada asuransi bagi para korban. Hal ini terjadi karena sebulan belakangan ini pihaknya tidak mengutip retribusi masuk bagi pengunjung. “Sudah sebulan lebih kami tak mengutip retribusi,” katanya.

Dipaparkan Makmur, retribusi ditiadakan karena pihaknya banyak menuai protes dari pengunjung karena kondisi jalan masuk ke lokasi rusak parah. “Tapi sekarang jalan masuk sudah diperbaiki pihak PUPR. Pengutipan retribusi akan kita berlakukan lagi setelah jalan masuk ke dalam selesai diperbaiki,” katanya.

Ditanya apakah pihaknya ada kerja sama dengan perusahaan asuransi? Makmur mengakui ada. “Kita kerja sama dengan perusahaan asuransi PT Alih Risiko Makna Sejahtera (ARMS) yang berkantor di Jakarta,” akunya.

Biasanya lanjut Makmur, pengunjung yang masuk ke lokasi kita tawarkan apakah ingin pakai asuransi atau tidak. “Kita hanya menawarkan, karena asuransi ini bersifat opsional, tidak bisa dipaksakan pada pengunjung. Namun sebulan belakangan ini kita tak lagi mengutip retribusi, otomatis para korban itu tak mendapat asuransi,” paparnya.

Lalu bagaimana dengan izin-izin lokasi pemandian tersebut? Makmur mengaku dinas yang dipimpinnya tak ada mengurusi izin apapun atas lokasi pemandian air panas tersebut. “Data kita ada 10 lokasi pemandian di sana. Kita tak tau mereka (pengusaha) ada izin atau tidak, karena masalah izin urusan Dinas Perizinan Karo. Sesuai dengan Perda No 5 Tahun 2012, kami hanya bertugas mengutip retribusi lintas alam Gunung Sibayak saja,” tandasnya.

Namun, hingga sore Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Karo, Susi Iswara terkesan enggan dikonfirmasi mengenai izin lokasi pemandian tersebut. Saat dihubungi, Susi tak kunjung mengangkat handphonenya. Bahkan saat disambangi ke kantornya, Susi juga tak berada di tempat.

Kalak BPBD Karo, Martin Sitepu yang dihubungi mengatakan kecil kemungkinan para korban tewas dan luka tersebut mendapatkan biaya santunan. Apalagi peristiwa itu bukan termasuk bencana. “Itu bukan termasuk bencana alam, karena ada unsur kelalaian di sana. Kalau masalah hujan, ya tiap hari hujan di sini. Seharusnya pihak pengelola melakukan antisipasi,” ujarnya.

Lanjut Martin, andaipun ada, dana ini bersifat tidak terduga. Itupun harus dirapatkan dulu, karena harus melalui persetujuan bupati. “Tapi tipis sangat kemungkinannya. Kalau pun bupati setuju, pencairannya baru bisa dilakukan tahun depan (2019),” tadasnya.

Cuma Andalkan Kades
Perintah Bupati Karo Terkelin Brahmana SH agar camat dan Muspika membentuk tim untuk mendata kembali lokasi-lokasi pemandian yang tak layak untuk menghindari kejadian serupa, dianggap angin lalu. Buktinya sampai hari ini tim tersebut tak kunjung dibentuk.

Mirisnya Camat Merdeka hanya mengandalkan kepala desa. “Saya sudah menyuruh kepala desa setempat untuk mengecek dan mendata lokasi pemandian itu,” kata Camat Merdeka, Terang Ukur br Surbakti. Bahkan, lanjut Terang, pihaknya sudah memerintahkan kepala desa untuk menyuruh para pengusaha pemandian datang ke kantor camat. “Kita akan menggelar pertemuan dengan pihak pengusaha,” akunya.

Pengakuan Terang jelas bertolak belakang dengan perintah bupati yang meminta camat dan Muspika mendata kembali lokasi-lokasi pemandian yang tidak layak mendirikan bangunan seperti bangunan di lokasi kejadian.

Menurut Terkelin, masih banyak bangunan di pemandian yang tak layak di lokasi, seperti materialnya terbuat dari kayu dan menyerupai gubuk. Dibangun dengan gundukan tanah, bukit dan tebing dengan dinding batu kecil dan besat sebagai sebagai penahan tanah.

“Ini akan kita tertibkan karena dikhawatirkan dapat mengancam keselamatan para tamu yang berada di gubuk tersebut. Intinya ke depan kita tidak mau terulang lagi kejadian seperti ini,” tegasnya kala itu. Namun kenyataannya, Camat Merdeka hanya mengandalkan kepala desa.

Kalangan DPRD Sumut meminta agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karo mengawasi memperhatikan kondisi bangunan di tempat-tempat wisata yang ada. Hal ini menyusul runtuhnya tembok bangunan di kawasan pemandian air panas dan memakn korban jiwa.

Anggota DPRD Sumut dapil Karo-Dairi, Robert Lumbantobing mengatakan bahwa cuaca extrem belakangan memang cukup mambahayakan khususnya di daerah pegununga di Kabupaten Karo. Sehingga kecenderungan terjadi longsor cukup tinggi.

“Saran kita ke Pemkab setempat untuk cek kondisi dinding dan tebing yang berpotensi longsor dan berakibat fatal. Apalagi sampai memakn korban jiwa. Ini harus diperiksa dan diamati, dan menyarankan ke masyarakat untuk berhati-hati,” ujar Robert Senin (3/12).

Banyaknya tempat wisata di daerah Karo ini lanjutnya, perlu ada peningkatan keamanan dan kenyamanan sehingga masyarakat bebas dari rasa khawatir. Dengan begitu, pemerintah bisa memanfaatkan aturan untuk mengantisipasi daerah rawan longsor seperti membenteng.

“Bagi bangunan seperti yang sudah lapuk agar diperbarui. Ini saran kita untuk pemerintah setempat. Apalagi kan ada retribusi untuk masuk ke lokasi wisata. Sehingga kawasan pariwisata bisa tertata baik,” pungkasnya.

Sementara Anggota DPRD Sumut dapil yang sama Siti Aminah Perangin-angin berharap agar pemerintah segera melihat langsung kondisi keberadaan objek wisata yang ada di Karo. Karena Kabupaten ini memiliki banyak objek yang menjadi tujuan wisata masyarakat Sumut khusunya Kota Medan dan sekitarnya. “Kita prihatin mendengar kejadian ini. Kita berharap agar hal seperti ini tidak terjadi lagi, dan pariwisata di Karo tetap menjadi tujuan utama masyarakat,” katanya.

Dua Mahasiswa Dirujuk ke RS Royal Prima
Dua mahasiswa selamat dalam peristiwa robohnya tembok pondok di pemandian air panas Daun Paris, Raja Berneh, Kecamatan Merdeka dirujuk ke Rumah Sakit Royal Prima Medan. “Dua mahasiswa selamat atau luka-luka dalam kondisi parah sudah dirawat di RS Royal Prima. Yang lainnya sudah pulang ke rumah,” ucap Kepala Humas UNPRI, Devi Marlin saat dikonfirmasi Sumut Pos, Senin (3/12) siang.

Devi menyebutkan kedua korban selamat itu, mengalami luka di sekujur tubuh dan kini tengah ditangani tim medis secara gratis, karena kedua mahasiswa itu pasien BPJS. “Kebetulan mereka pasien BPJS. Karena, UNPRI semua mahasiswanya menggunakan BPJS. Masuk di UNPRI langsung dapat BPJS,” jelas Devi.

Begitu juga, satu jenazah korban sudah dipulangkan ke kampungan halamannya ke Nias, kemarin. Dengan menumpang ambulans RS Royal Prima didampingi perwakilan pihak keluarga korban. “Satu jenazah itu, sedang dalam perjalanan,” tutur Devi.

Ia mengungkapkan, pihak UNPRI tidak ada memberikan santunan kepada mahasiswa yang meninggal dunia dan selamat dalam insiden tersebut. Karena, mereka pergi tanpa sepengetahuan pihak kampus dalam kegiatan malam keakraban antar Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA) di pemandian air panas tersebut. “Mereka itu, pergi tidak ada izin sama kita. Tanpa sepengetahuan kita, itu insiatif mereka,” jelas Devi lagi.

Rumah Angelita Dewina Sepi
Suasana duka tidak terlihat di kediaman Angelita Dewina Br Ginting di Jalan Penerbangan, Medan Tuntungan. Bahkan, rumah bernomor 34 itu tertutup rapat, tanpa ada penghuni. Warga yang tinggal tepat di samping rumah itu, Br Sitepu mengatakan, sejak tiga hari lalu, orangtua Angelita pulang kampung ke Tiga Binanga, untuk urusan pekerjaan. “ Sekitar 2 hari lalu, si Wina (Angelita Dewina, Red) yang terakhir kaluar dari rumah,” ungkap Br Sitepu.

Diakui Br Sitepu, sebelum berangkat ke pemandian air panas Daun Paris di Raja Berneh, Merdeka, Karo, dirinya sempat berbincang dengan Angelita. Saat itu, Br Sitepu tidak melihat gelagat aneh atau pertanda dari Angelita. Disebutnya jika semua berjalan seperti biasa. “Namun memang terakhir, dilawaninya anakku yang kecil ini. Waktu itu, ketawa dia lepas sekali. Tidak pernah aku lihat dia ketawa seperti itu, “ sambung Br Sitepu.

Dijelaskan Br Sitepu, Angelita merupakan sosok wanita ceria. Dia baik bertetangga dan juga bermasyarakat. Oleh karena itu, diakui Br Sitepu, teman-teman Angelita termasuk teman kampus, dekat dengan Angelita sehingga sering berkumpul di rumah Angelita. “Kemarin pergi dari sini ada beberapa orang teman-temannya juga. Aku cuma mengingatin dia, agar hati-hati,” sambungnya.

Disinggung sudah berapa lama Angelita tinggal di rumah itu, Br Sitepu menyebut sekitar 7 tahunan. Dikatakannya bahwa Angelita yang merupakan anak semata wayang, tinggal bersama ayah dan ibu di rumah itu dengan cara mengontrak. “Namun ayahnya lebih sering pulang kampung karena mengurus kebun di sana katanya,” tandas Br Sitepu. (deo/gus/ain/bal)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/