30 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Pembangunan Huntap Pengungsi Beraroma Fee

Ratusan warga pengungsi Gunung Sinabung memadati Jambur Taras Jalan Medan – Brastagi, Kabupaten Karo, beberapa waktu lalu.

KABANJAHE, SUMUTPOS.CO – Pembangunan Hunian Tetap (Huntap) untuk pengungsi Sinabung di Desa Surbakti, Kecamatan Simpang Empat meninggalkan cerita tak sedap. Bahkan dinilai layak masuk ranah pidana. Pasalnya, Kepala Desa (Kades) Surbakti berinisial BG dituding terima fee sebesar Rp200 juta dari pengembang penyedia tanah untuk pembangunan tersebut.

Hal itu kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang Komite Eksekutif Badan Penelitian Aset Negara (BPAN) Lembaga Aliansi Indonesia Kabupaten Karo Sarjana Ginting, Senin (4/9). Menurutnya, aroma tindak pidana korupsi itu harus digiring masuk meja hijau karena sudah jelas-jelas bertentangan dengan perintah UU No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN.

Selain itu, UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak oidana korupsi, dan UU No. 30 Tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sarjana Ginting mengatakan, berdasarkan penelusurannya ke lapangan dan laporan masyarakat yang diterima pihaknya, diketahui oknum Kades BG telah menerima fee sebesar Rp50 juta. Sesuai kesepakatan, sisa sebesar Rp150 juta lagi telah disiapkan pihak pengembang untuk kepentingan warga Desa Surbakti melalui oknum tersebut.

Namun uang sebesar Rp150 juta itu belum dicairkan menunggu selesainya pembangunan huntap pengungsi di Juma Pancur Pitu Desa Surbakti, yang peruntukannya untuk warga Desa Guru Kinayan sebanyak 224 KK.

“Kalau uang sebesar Rp200 juta itu tidak diberikan pengembang, persetujuan pembangunan lahan huntap di Juma Pancur Pitu Desa Surbakti tidak akan disetujui oknum Kades berinisial BG,” kata Sarjana Ginting.

Menurutnya, seharusnya aparat pemerintahan desa mendukung sepenuhnya percepatan pembangunan relokasi Huntap pengungsi Sinabung. Bukan malah mempersulitnya. “Ini sudah jelas tindak pidana korupsi, apalagi untuk kepentingan pengungsi korban erupsi Sinabung, sangat berat sangsi pidananya,” cetusnya.

Dia menyayangkan salah satu bentuk penyalahgunaan kekuasaan selaku aparat pemerintahan desa itu terjadi. Apalagi menyangkut program Relokasi Mandiri (RM) tahap II sebesar Rp190,6 miliar yang dikelola Badan Penanganan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo Tahun 2016, sudah ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara.

Sarjana Ginting menegaskan, pihaknya tidak akan main-main dengan dugaan kasus itu. Supaya kedepan ada shock therapy bagi siapa saja yang ingin mempermainkan dana bantuan pengungsi.

Ratusan warga pengungsi Gunung Sinabung memadati Jambur Taras Jalan Medan – Brastagi, Kabupaten Karo, beberapa waktu lalu.

KABANJAHE, SUMUTPOS.CO – Pembangunan Hunian Tetap (Huntap) untuk pengungsi Sinabung di Desa Surbakti, Kecamatan Simpang Empat meninggalkan cerita tak sedap. Bahkan dinilai layak masuk ranah pidana. Pasalnya, Kepala Desa (Kades) Surbakti berinisial BG dituding terima fee sebesar Rp200 juta dari pengembang penyedia tanah untuk pembangunan tersebut.

Hal itu kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang Komite Eksekutif Badan Penelitian Aset Negara (BPAN) Lembaga Aliansi Indonesia Kabupaten Karo Sarjana Ginting, Senin (4/9). Menurutnya, aroma tindak pidana korupsi itu harus digiring masuk meja hijau karena sudah jelas-jelas bertentangan dengan perintah UU No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN.

Selain itu, UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak oidana korupsi, dan UU No. 30 Tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sarjana Ginting mengatakan, berdasarkan penelusurannya ke lapangan dan laporan masyarakat yang diterima pihaknya, diketahui oknum Kades BG telah menerima fee sebesar Rp50 juta. Sesuai kesepakatan, sisa sebesar Rp150 juta lagi telah disiapkan pihak pengembang untuk kepentingan warga Desa Surbakti melalui oknum tersebut.

Namun uang sebesar Rp150 juta itu belum dicairkan menunggu selesainya pembangunan huntap pengungsi di Juma Pancur Pitu Desa Surbakti, yang peruntukannya untuk warga Desa Guru Kinayan sebanyak 224 KK.

“Kalau uang sebesar Rp200 juta itu tidak diberikan pengembang, persetujuan pembangunan lahan huntap di Juma Pancur Pitu Desa Surbakti tidak akan disetujui oknum Kades berinisial BG,” kata Sarjana Ginting.

Menurutnya, seharusnya aparat pemerintahan desa mendukung sepenuhnya percepatan pembangunan relokasi Huntap pengungsi Sinabung. Bukan malah mempersulitnya. “Ini sudah jelas tindak pidana korupsi, apalagi untuk kepentingan pengungsi korban erupsi Sinabung, sangat berat sangsi pidananya,” cetusnya.

Dia menyayangkan salah satu bentuk penyalahgunaan kekuasaan selaku aparat pemerintahan desa itu terjadi. Apalagi menyangkut program Relokasi Mandiri (RM) tahap II sebesar Rp190,6 miliar yang dikelola Badan Penanganan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo Tahun 2016, sudah ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara.

Sarjana Ginting menegaskan, pihaknya tidak akan main-main dengan dugaan kasus itu. Supaya kedepan ada shock therapy bagi siapa saja yang ingin mempermainkan dana bantuan pengungsi.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/