30.6 C
Medan
Thursday, May 23, 2024

Dugaan Alih Fungsi Hutan di Langkat, Poldasu Panggil Ijeck & Ayahnya

.

MEDAN, SUUTPOS.CO – Polda Sumut telah melayangkan surat pemanggilan kedua kepada Wakil Gubernur Sumut, Musa Rajekshah alias Ijeck, dan ayahnya, H Anif. Keduanya dipanggil terkait penyidikan lebih lanjut dalam kasus dugaan penyimpangan alih fungsi lahan yang dilakukan PT Anugrah Langkat Makmur (ALAM) di Kabupaten Langkat, dengan tersangka Dody Shah, yang juga adik Ijeck.

“Sesuai SOP (standar operasional prosedur) manajemen penyidikan, kalau pemanggilan pertama mangkir maka ditindaklanjuti atas pemanggilan kedua,” ujar Direktur Reskrimsus Poldasu, Kombes Pol Rony Samtana saat ditemui usai kegiatan doa kebangsaan bersama ustaz dan guru mengaji, di Gedung MICC, Jalan Ringroad/Gagak Hitam, Medan, Rabu (6/2).

Meski begitu, Kombes Rony tidak merinci peran kedua sosok tersebut dalam kasus alih fungsi lahan tersebut. Jadwal pemanggilan Ijeck dan H Anif juga enggan disebutkan olehnya. “Yang jelas sudah dilayangkan (pemanggilan) kedua,” terangnya.

Disebutkannya, penyidikan kasus PT ALAM tentang alih fungsi lahan terus berlanjut. Menurutnya, ada lebih dari 300 hektar lahan hutan yang dijadikan tempat usaha oleh PT ALAM. “Alih fungsi lahannya sudah puluhan tahun lalu. Memang itu tidak pernah ada izinnya,” terangnya.

Dody yang merupakan pimpinan dari perusahaan PT Anugerah Langkat Makmur atau PT ALAM, diduga telah mengalihfungsikan lahan seluas 366 hektare di sejumlah kecamatan Kabupaten Langkat. Areanya berada di Kecamatan Sei Lepan, Kecamatan Brandan Barat dan Kecamatan Besitang.

Sebelumnya, polisi menggeledah Kantor PT ALAM di Jalan Sei Deli, Kelurahan Silalas, Kecamatan Medan Barat, Rabu (30/1/2019). Penggeledahan ini berkaitan alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Langkat, dan menetapkan Dody selaku pimpinan perusahaan sebagai tersangka.

Penggeledahan itu setelah Ditreskrimsus Polda Sumut melayangkan surat panggilan kepada tersangka untuk dimintai keterangannya sesuai kapasitasnya sebagai direktur PT ALAM. Namun, sampai dua kali pemanggilan, tersangka tetap mangkir. Pada Selasa (29/1/2019) malam, tersangka dipanggil paksa dari rumahnya.

Usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi, Rabu (30/1/2019), statusnya ditetapkan menjadi tersangka. Penyidik menilai tersangka melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ancaman hukumannya delapan tahun penjara. Namun tersangka tidak ditahan dan hanya dikenakan wajib lapor.

Polri Didesak Sita Senpi Milik Dody

Terpisah, Ketua Setara Institute Hendardi mendesak Polri menyita dan menggudangkan senjata api (senpi) dan amunisi milik Musa Idishah, adik kandung Gubernur Sumatera Utara Musa Rajekshah alias Ijeck, yang telah ditetapkan polisi sebagai tersangka kasus alih fungsi hutan lindung menjadi kebun sawit di Langkat. “Sita dan gudangkan senpi-senpi itu,” ungkap Hendardi kepada wartawan, Rabu (6/2).

Menurut Hendardi, kepemilikan senpi oleh warga sipil hanya untuk membela diri, dan hal itu diatur dalam Surat Keputusan (SK) Kapolri No 82/II/2004.

Dalam surat tersebut disebutkan lima kategori perorangan atau pejabat yang diperbolehkan memiliki senpi, yakni pejabat pemerintah, pejabat swasta, pejabat TNI/Polri, dan purnawirawan TNI/Polri.

Adapun syarat kepemilikan senpi, jelas Hendardi, yakni memiliki kemampuan atau keterampilan menembak minimal Kelas III yang dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh institusi pelatihan menembak yang sudah mendapat izin dari Polri, memiliki keterampilan dalam merawat, menyimpan, dan mengamankannya sehingga terhindar dari penyalahgunaan, serta memenuhi persyaratan berupa kondisi psikologis dan syarat medis.

Dengan telah ditetapkannya Musa Idishah alias Dodi sebagai tersangka, Hendardi khawatir semua persyaratan itu tak dapat dipenuhi lagi oleh yang bersangkutan.

“Kalau sudah menyandang status tersangka, sulit untuk bisa konsentrasi merawat dan menjaga senpi. Apalagi bila nanti yang bersangkutan ditahan,” jelasnya.

Sebab itu, lanjut Hendardi, tak ada alasan bagi Polri untuk tidak menyita dan menggudangkan atau memasukkan ke gudang senpi-senpi dan amunisi-amunisi milik Dodi, apalagi kondisi psikologisnya juga bisa berubah setelah menjadi tersangka, sehingga bisa saja yang bersangkutan tidak bisa menjaga senpi-senpi itu atau bahkan menyalahgunakannya.

“Jangan sampai senpi-senpi dan amunisi-amunisi itu jatuh ke tangan orang yang tak bertanggung jawab,” cetusnya.

Bahkan, kata Hendardi, polisi harus memeriksa kembali apakah senpi-senpi dan amunisi-amunisi yang dimiliki Dodi itu berizin atau tidak, dan sendainya berizin apakah masih berlaku atau sudah kedaluwarsa.

“Kalau tidak berizin atau izinnya sudah kedaluwarsa bisa terkena pidana,” tukasnya sambil menambahkan memiliki senpi tanpa izin bisa dijerat dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang (UU) Darurat No 12 /DRT Tahun 1951 dengan ancaman hukuman mati.

Saat ini senpi-senpi dan amunisi-amumisi milik Dodi itu ada di Direktorat Intelijen dan Keamanan Polda Sumut. Dodi belum menjadi tersangka kepemilikan senpi dan amunisi itu, baru menjadi tersangka alih fungsi lahan.

Sebelumnya, polisi menggeledah rumah dan kantor Musa Idishah alias Dodi. Penggeledahan dilakukan oleh dua tim dari penyidik Ditreskrimsus Polda Sumut, Rabu (30/1) pukul 09.00 WIB. Tim pertama ke Kantor PT Anugerah Langkat Makmur (PT ALAM) di Jl Sei Deli Nomor 14-16 Kota Medan. Tim kedua ke rumah Musa Idishah di Perumahan Cemara Asri Jl Seroja No 32 RT 001/RW 001 Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumut.

Polisi menemukan sejumlah dokumen dalam penggeledahan itu. Selain dokumen, penyidik juga menemukan senpi dan amunisi di rumah Musa Idishah, yaitu 1 pucuk Pistol Glock 19 No Pabrik 201680; 1 pucuk Senapan GSG-5 No Pabrik 026787; Kaliber 7.62 x 51 sebanyak 679 butir; Kaliber 9 x 19 sebanyak 372 butir; Kaliber 5.56 x 45 sebanyak 150 butir; Kaliber 32 sebanyak 24 butir; Kaliber 38 Super sebanyak 122 butir; Kaliber 7.62 x 51 sebanyak 20 butir; Kaliber 308 sebanyak 15 butir; dan Kaliber 5.56 sebanyak 20 butir. (dvs/jpnn)

.

MEDAN, SUUTPOS.CO – Polda Sumut telah melayangkan surat pemanggilan kedua kepada Wakil Gubernur Sumut, Musa Rajekshah alias Ijeck, dan ayahnya, H Anif. Keduanya dipanggil terkait penyidikan lebih lanjut dalam kasus dugaan penyimpangan alih fungsi lahan yang dilakukan PT Anugrah Langkat Makmur (ALAM) di Kabupaten Langkat, dengan tersangka Dody Shah, yang juga adik Ijeck.

“Sesuai SOP (standar operasional prosedur) manajemen penyidikan, kalau pemanggilan pertama mangkir maka ditindaklanjuti atas pemanggilan kedua,” ujar Direktur Reskrimsus Poldasu, Kombes Pol Rony Samtana saat ditemui usai kegiatan doa kebangsaan bersama ustaz dan guru mengaji, di Gedung MICC, Jalan Ringroad/Gagak Hitam, Medan, Rabu (6/2).

Meski begitu, Kombes Rony tidak merinci peran kedua sosok tersebut dalam kasus alih fungsi lahan tersebut. Jadwal pemanggilan Ijeck dan H Anif juga enggan disebutkan olehnya. “Yang jelas sudah dilayangkan (pemanggilan) kedua,” terangnya.

Disebutkannya, penyidikan kasus PT ALAM tentang alih fungsi lahan terus berlanjut. Menurutnya, ada lebih dari 300 hektar lahan hutan yang dijadikan tempat usaha oleh PT ALAM. “Alih fungsi lahannya sudah puluhan tahun lalu. Memang itu tidak pernah ada izinnya,” terangnya.

Dody yang merupakan pimpinan dari perusahaan PT Anugerah Langkat Makmur atau PT ALAM, diduga telah mengalihfungsikan lahan seluas 366 hektare di sejumlah kecamatan Kabupaten Langkat. Areanya berada di Kecamatan Sei Lepan, Kecamatan Brandan Barat dan Kecamatan Besitang.

Sebelumnya, polisi menggeledah Kantor PT ALAM di Jalan Sei Deli, Kelurahan Silalas, Kecamatan Medan Barat, Rabu (30/1/2019). Penggeledahan ini berkaitan alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Langkat, dan menetapkan Dody selaku pimpinan perusahaan sebagai tersangka.

Penggeledahan itu setelah Ditreskrimsus Polda Sumut melayangkan surat panggilan kepada tersangka untuk dimintai keterangannya sesuai kapasitasnya sebagai direktur PT ALAM. Namun, sampai dua kali pemanggilan, tersangka tetap mangkir. Pada Selasa (29/1/2019) malam, tersangka dipanggil paksa dari rumahnya.

Usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi, Rabu (30/1/2019), statusnya ditetapkan menjadi tersangka. Penyidik menilai tersangka melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ancaman hukumannya delapan tahun penjara. Namun tersangka tidak ditahan dan hanya dikenakan wajib lapor.

Polri Didesak Sita Senpi Milik Dody

Terpisah, Ketua Setara Institute Hendardi mendesak Polri menyita dan menggudangkan senjata api (senpi) dan amunisi milik Musa Idishah, adik kandung Gubernur Sumatera Utara Musa Rajekshah alias Ijeck, yang telah ditetapkan polisi sebagai tersangka kasus alih fungsi hutan lindung menjadi kebun sawit di Langkat. “Sita dan gudangkan senpi-senpi itu,” ungkap Hendardi kepada wartawan, Rabu (6/2).

Menurut Hendardi, kepemilikan senpi oleh warga sipil hanya untuk membela diri, dan hal itu diatur dalam Surat Keputusan (SK) Kapolri No 82/II/2004.

Dalam surat tersebut disebutkan lima kategori perorangan atau pejabat yang diperbolehkan memiliki senpi, yakni pejabat pemerintah, pejabat swasta, pejabat TNI/Polri, dan purnawirawan TNI/Polri.

Adapun syarat kepemilikan senpi, jelas Hendardi, yakni memiliki kemampuan atau keterampilan menembak minimal Kelas III yang dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh institusi pelatihan menembak yang sudah mendapat izin dari Polri, memiliki keterampilan dalam merawat, menyimpan, dan mengamankannya sehingga terhindar dari penyalahgunaan, serta memenuhi persyaratan berupa kondisi psikologis dan syarat medis.

Dengan telah ditetapkannya Musa Idishah alias Dodi sebagai tersangka, Hendardi khawatir semua persyaratan itu tak dapat dipenuhi lagi oleh yang bersangkutan.

“Kalau sudah menyandang status tersangka, sulit untuk bisa konsentrasi merawat dan menjaga senpi. Apalagi bila nanti yang bersangkutan ditahan,” jelasnya.

Sebab itu, lanjut Hendardi, tak ada alasan bagi Polri untuk tidak menyita dan menggudangkan atau memasukkan ke gudang senpi-senpi dan amunisi-amunisi milik Dodi, apalagi kondisi psikologisnya juga bisa berubah setelah menjadi tersangka, sehingga bisa saja yang bersangkutan tidak bisa menjaga senpi-senpi itu atau bahkan menyalahgunakannya.

“Jangan sampai senpi-senpi dan amunisi-amunisi itu jatuh ke tangan orang yang tak bertanggung jawab,” cetusnya.

Bahkan, kata Hendardi, polisi harus memeriksa kembali apakah senpi-senpi dan amunisi-amunisi yang dimiliki Dodi itu berizin atau tidak, dan sendainya berizin apakah masih berlaku atau sudah kedaluwarsa.

“Kalau tidak berizin atau izinnya sudah kedaluwarsa bisa terkena pidana,” tukasnya sambil menambahkan memiliki senpi tanpa izin bisa dijerat dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang (UU) Darurat No 12 /DRT Tahun 1951 dengan ancaman hukuman mati.

Saat ini senpi-senpi dan amunisi-amumisi milik Dodi itu ada di Direktorat Intelijen dan Keamanan Polda Sumut. Dodi belum menjadi tersangka kepemilikan senpi dan amunisi itu, baru menjadi tersangka alih fungsi lahan.

Sebelumnya, polisi menggeledah rumah dan kantor Musa Idishah alias Dodi. Penggeledahan dilakukan oleh dua tim dari penyidik Ditreskrimsus Polda Sumut, Rabu (30/1) pukul 09.00 WIB. Tim pertama ke Kantor PT Anugerah Langkat Makmur (PT ALAM) di Jl Sei Deli Nomor 14-16 Kota Medan. Tim kedua ke rumah Musa Idishah di Perumahan Cemara Asri Jl Seroja No 32 RT 001/RW 001 Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumut.

Polisi menemukan sejumlah dokumen dalam penggeledahan itu. Selain dokumen, penyidik juga menemukan senpi dan amunisi di rumah Musa Idishah, yaitu 1 pucuk Pistol Glock 19 No Pabrik 201680; 1 pucuk Senapan GSG-5 No Pabrik 026787; Kaliber 7.62 x 51 sebanyak 679 butir; Kaliber 9 x 19 sebanyak 372 butir; Kaliber 5.56 x 45 sebanyak 150 butir; Kaliber 32 sebanyak 24 butir; Kaliber 38 Super sebanyak 122 butir; Kaliber 7.62 x 51 sebanyak 20 butir; Kaliber 308 sebanyak 15 butir; dan Kaliber 5.56 sebanyak 20 butir. (dvs/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/