Hal berbeda disampaikan Sekretaris Partai Gerindra Sumut, Robert Lumbantobing. Menurut dia, parpol besar dan sudah eksis sangat diuntungkan dalam metode ini. Terlebih parpol baru yang notabene belum punya keterwakilan di berbagai tingkatan legislatif.
“Saya pikir dengan posisi Gerindra saat ini, tentu metode sainte lague merupakan peluang meraup kursi sebanyak-banyaknya. Namun demikian, caleg yang ditempatkan oleh partai saya kira akan menentukan untuk mendapat suara. Itu artinya sosok orang juga berpengaruh selain parpolnya. Menurut saya peluangnya 50:50,” katanya.
Meski begitu, dia mengaku tidak mau anggap sepele dengan hadirnya parpol baru. “Ya, kita nggak bisa sepele dengan kehadiran parpol baru. Harus mampu menempatkan caleg-caleg dengan performa dan kualitas terbaik disetiap dapilnya, sehingga mampu memperoleh suara dan kursi,” tandas Robert.
Sementara, Pengamat Politik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Agus Suriadi menilai, metode Sainte Lague ini menguntungkan partai politik mapan dibanding parpol baru. Hal ini dikarenakan parpol mapan dan yang sudah eksis memiliki kinerja yang sudah diketahui rakyat dan calon legislatifnya sudah familiar. “Ya, saya juga sependapat dengan asumsi itu. Pertama bahwa parpol yang sudah mapan akan diuntungkan dengan sistem tersebut. Kemudian calon dari parpol mapan tersebut berkorelasi kuat terhadap sosoknya,” kataAgus Suriadi kepada Sumut Pos, Senin (6/8).
Memang konsekuensinya kata Agus, parpol baru dengan komposisi calon yang belum begitu dikenal publik, mengakibatkan mereka kesulitan meraih suara dan kursi. “Saya prediksi komposisi (bacaleg) antara parpol baru dan mapan posisinya akan ‘jomplang’. Tetap aja akan diisi (alokasi kursi) dari caleg-caleg partai mapan tersebut,” katanya.
Selanjutnya tolak ukur kenapa parpol mapan tetap mendominasi di pileg mendatang, karena kehadiran sejumlah parpol baru sebagai peserta pemilu dibanding pada pemilu sebelumnya. “Hal kedua dari calon yang notabene petahana tentu punya fleksibilitas daripada calon baru. Apalagi parpol baru belum terbukti secara empiris. Lalu belum punya tokoh yang dikenal oleh masyarakat,” katanya.
Guna mampu bersaing dalam kompetisi nanti, ia menyarankan agar parpol dan bacaleg dari parpol baru menjual isu yang memang jadi kebutuhan dan aspirasi publik. Sehingga dengan begitu diharapkan mereka mampu bersaing dengan bacaleg dari parpol mapan dan besar. “Itu untuk mengimbangi persaingan secara individu dengan caleg parpol besar. Yakni dengan menunjukkan integritas personal bacaleg dari parpol baru tersebut. Dan pembuktiannya akan kita lihat bersama tahun depan,” katanya.
Kemampuan organisasi dari infrastruktur parpol mapan sekaligus sokongan dana yang mencukupi, menurutnya akan sulit disaingi bacaleg dari parpol baru. “Sebenarnya mereka punya peluang jika bisa menunjukkan jualan dan integritas personal. Kalau tidak cuma hanya jadi pelengkap penderita saja. Apalagi kan yang main orangnya itu-itu saja,” pungkasnya.