29 C
Medan
Friday, January 31, 2025

Video Penganiayaan Siswi SMPN 4 Binjai Dicemooh Netizen

PIHAK SEKOLAH HARUS TANGGUNGJAWAB

Video kekerasan siswi SMPN 4 Binjai menuai kecaman dari banyak pihak. Salah satunya datang dari pemerhati pendidikan, Syaiful Sagala. Menurut Guru Besar Unimed itu, kekerasan yang dilakukan oleh siswi terhadap siswi lainnya, dikarenakan kurangnya perhatian dari guru sekolah.

“Kejadian ini karena kurangnya perhatian atau pengawasan guru-guru di sekolah, baik wali kelas maupun guru BP. Seharusnya guru harus mengetahui isu yang berkembang di lingkungan sekolahnya, misalnya ada pelajar yang terlibat kejahatan atau kenakalan. Dari sini guru memberikan perhatian eksta dalam membimbing dan memberikan pengawasan,” jelasnya.

Lanjut Sagala,untuk mendapatkan itu guru harus lebih mendekatkan diri pada anak didiknya. “Mendekatkan diri dalam arti kata, pelajar itu dianggap seperti kawan, diajak curhat atau cerita masalah-masalahnya. Jadi mereka merasa diperhatikan, dan jika ada masalah cepat diketahui dan dapat dicari jalan keluarnya,” terangnya.

Tambah Wakil Ketua Dewan Pendidik Provinsi Sumatera Utara ini, kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah merupakan tanggungjawab sekolah. “Kalau kejadian ini terjadi di lingkungan sekolah dan pada saat jam pelajaran, ini menjadi tanggungjawab sekolah. Berarti guru-guru tidak peduli dan tidak mengawasi anak didiknya. Dan pihak sekolah bisa mendapatkan teguran atau sanksi atas kelalaian ini,” ungkapnya.

Masih kata Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan Program Doktor S-3 Pasca Sarjana Unimed itu, untuk menimalisir kejadian serupa terulang kembali, pihak sekolah harus lebih mempertegas pengetatan dan pengamanan dalam sekolah. Guru kelas atau pun BP harus bekerja sama untuk mengontrol siswanya. “Di sekolah kan ada guru piket dan guru BP, disini keduanya harus aktif dalam pengawasan, misalnya dari yang terkecil jika ada siswa yang permisi ke kamar mandi harus diperhatikan. Betul gak ke kamar mandi, jangan-jangan untuk mengakali saja. Dan yang penting setiap satu bulan sekali melakukan razia, mulai razia HP, berbentuk pornografi maupun kekerasan. Ini penting sekali dilakukan untuk pengawasan,” jelasnya.

Dirinya juga mengatakan kalau hal ini harus mendapat perhatian dari Dinas Pendidikan agar tidak terulang kembali. “Ini seharusnya menjadi catatan bagi Dinas Pendidikan, di sini kita minta agar melakukan pengecekan dan pengawasan rutin ke tiap-tiap sekolah. Hal ini bertujuan agar dapat mengontrol perkembangan dari sekolah tersebut, jangan hanya menerima laporan saja tetapi harus juga menjemput bola,” ujarnya.

Dan untuk kedepannya, dirinya berharap pada pelajar tidak melanggar atau melakukan kenakalan lainnya. “Jadi perilaku itu sendiri berpaling kepada pelajar sendiri. Namun disitu peran guru sangat penting untuk mengawasi dan mengontrol. Untuk siswa, harap memilih teman yang baik, itu dilihat dari tingkah laku dan perbuatannya sehari-hari. Begitu juga lebih mendekatkan diri ke agama, misalnya taat ibadahnya. Hal ini juga dapat mengurangi perbuatan-perbuatan atau kenakalan tersebut,” tandasnya.

Sementara itu, Nursariani Simatupang kriminolog Universitas Muhamadiyah Sumatera Utara (UMSU) menegaskan pelaku penganiaya siswi itu bisa dijerat hukum meskipun masih dibawah umur. “Walau dia masih di bawah umur, tetapi sudah melakukan pelanggaran hukum, tetap bisa dijerat, itu kan ada undang-undangnya,” katanya. Namun, jeratannya memang sedikit berbeda dengan orang dewasa.

“Anak yang masih di bawah umur itu maksimalnya di penjara paling berat 12 tahun. Dan lagi, bila orang dewasa mendapatkan 10 tahun, anak di bawah umur hanya mendapatkan setengahnya. Dan itu ada di undang-undang,”paparnya. Dirinya juga mengatakan, bila ada anak yang melakukan kejahatan, itu lebih besar karna faktor yang sehari-hari dilihatnya.

“Namanya anak, boleh dibilang sikap dia dapat dari lingkungan dia. Bisa kita lihat si anak ini dari sisi bagaimana orangtuanya, dan bagaimana lingkungannya. Karna, kebanyakan anak yang berani melakukan kejahatan ini, boleh dibilang sikap dia dapat dari lingkungannya sehari-hari. Pasti dirinya sudah melihat kekerasan di areal lingkungannya,” cetus Nursariani.

Lebih lanjut, dirinya meminta korban yang telah mengalami kekerasan harus berani melapor ke pihak berwajib.” Ini kan kita bisa melihat aspek si korban, dia pasti malu akan kembali ke sekolahnya dan mungkin merasa tertekan akibat banyak yang menonton video dirinya disiksa. Korban dan keluarganya seharusnya membuat laporan ke kantor polisi,” pintanya.

Menutup, dirinya juga minta pihak sekolah tanggungjawab atas kejadian ini. “Guru harus bisa memediasi kasus ini. Buat apa anak pintar tapi moralnya rusak, ini kan membuat anak bisa menjadi penjahat kakap kelak,” tandasnya.(bay/mag-1/deo)

PIHAK SEKOLAH HARUS TANGGUNGJAWAB

Video kekerasan siswi SMPN 4 Binjai menuai kecaman dari banyak pihak. Salah satunya datang dari pemerhati pendidikan, Syaiful Sagala. Menurut Guru Besar Unimed itu, kekerasan yang dilakukan oleh siswi terhadap siswi lainnya, dikarenakan kurangnya perhatian dari guru sekolah.

“Kejadian ini karena kurangnya perhatian atau pengawasan guru-guru di sekolah, baik wali kelas maupun guru BP. Seharusnya guru harus mengetahui isu yang berkembang di lingkungan sekolahnya, misalnya ada pelajar yang terlibat kejahatan atau kenakalan. Dari sini guru memberikan perhatian eksta dalam membimbing dan memberikan pengawasan,” jelasnya.

Lanjut Sagala,untuk mendapatkan itu guru harus lebih mendekatkan diri pada anak didiknya. “Mendekatkan diri dalam arti kata, pelajar itu dianggap seperti kawan, diajak curhat atau cerita masalah-masalahnya. Jadi mereka merasa diperhatikan, dan jika ada masalah cepat diketahui dan dapat dicari jalan keluarnya,” terangnya.

Tambah Wakil Ketua Dewan Pendidik Provinsi Sumatera Utara ini, kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah merupakan tanggungjawab sekolah. “Kalau kejadian ini terjadi di lingkungan sekolah dan pada saat jam pelajaran, ini menjadi tanggungjawab sekolah. Berarti guru-guru tidak peduli dan tidak mengawasi anak didiknya. Dan pihak sekolah bisa mendapatkan teguran atau sanksi atas kelalaian ini,” ungkapnya.

Masih kata Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan Program Doktor S-3 Pasca Sarjana Unimed itu, untuk menimalisir kejadian serupa terulang kembali, pihak sekolah harus lebih mempertegas pengetatan dan pengamanan dalam sekolah. Guru kelas atau pun BP harus bekerja sama untuk mengontrol siswanya. “Di sekolah kan ada guru piket dan guru BP, disini keduanya harus aktif dalam pengawasan, misalnya dari yang terkecil jika ada siswa yang permisi ke kamar mandi harus diperhatikan. Betul gak ke kamar mandi, jangan-jangan untuk mengakali saja. Dan yang penting setiap satu bulan sekali melakukan razia, mulai razia HP, berbentuk pornografi maupun kekerasan. Ini penting sekali dilakukan untuk pengawasan,” jelasnya.

Dirinya juga mengatakan kalau hal ini harus mendapat perhatian dari Dinas Pendidikan agar tidak terulang kembali. “Ini seharusnya menjadi catatan bagi Dinas Pendidikan, di sini kita minta agar melakukan pengecekan dan pengawasan rutin ke tiap-tiap sekolah. Hal ini bertujuan agar dapat mengontrol perkembangan dari sekolah tersebut, jangan hanya menerima laporan saja tetapi harus juga menjemput bola,” ujarnya.

Dan untuk kedepannya, dirinya berharap pada pelajar tidak melanggar atau melakukan kenakalan lainnya. “Jadi perilaku itu sendiri berpaling kepada pelajar sendiri. Namun disitu peran guru sangat penting untuk mengawasi dan mengontrol. Untuk siswa, harap memilih teman yang baik, itu dilihat dari tingkah laku dan perbuatannya sehari-hari. Begitu juga lebih mendekatkan diri ke agama, misalnya taat ibadahnya. Hal ini juga dapat mengurangi perbuatan-perbuatan atau kenakalan tersebut,” tandasnya.

Sementara itu, Nursariani Simatupang kriminolog Universitas Muhamadiyah Sumatera Utara (UMSU) menegaskan pelaku penganiaya siswi itu bisa dijerat hukum meskipun masih dibawah umur. “Walau dia masih di bawah umur, tetapi sudah melakukan pelanggaran hukum, tetap bisa dijerat, itu kan ada undang-undangnya,” katanya. Namun, jeratannya memang sedikit berbeda dengan orang dewasa.

“Anak yang masih di bawah umur itu maksimalnya di penjara paling berat 12 tahun. Dan lagi, bila orang dewasa mendapatkan 10 tahun, anak di bawah umur hanya mendapatkan setengahnya. Dan itu ada di undang-undang,”paparnya. Dirinya juga mengatakan, bila ada anak yang melakukan kejahatan, itu lebih besar karna faktor yang sehari-hari dilihatnya.

“Namanya anak, boleh dibilang sikap dia dapat dari lingkungan dia. Bisa kita lihat si anak ini dari sisi bagaimana orangtuanya, dan bagaimana lingkungannya. Karna, kebanyakan anak yang berani melakukan kejahatan ini, boleh dibilang sikap dia dapat dari lingkungannya sehari-hari. Pasti dirinya sudah melihat kekerasan di areal lingkungannya,” cetus Nursariani.

Lebih lanjut, dirinya meminta korban yang telah mengalami kekerasan harus berani melapor ke pihak berwajib.” Ini kan kita bisa melihat aspek si korban, dia pasti malu akan kembali ke sekolahnya dan mungkin merasa tertekan akibat banyak yang menonton video dirinya disiksa. Korban dan keluarganya seharusnya membuat laporan ke kantor polisi,” pintanya.

Menutup, dirinya juga minta pihak sekolah tanggungjawab atas kejadian ini. “Guru harus bisa memediasi kasus ini. Buat apa anak pintar tapi moralnya rusak, ini kan membuat anak bisa menjadi penjahat kakap kelak,” tandasnya.(bay/mag-1/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/