25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Wakil Ketua DPRD Tapteng Diringkus di Padang

Sementara berdasarkan penelusuran Sumut Pos, Awaluddin Rao pernah mengklarifikasi kasus ini di akun media sosial miliknya tertanggal 22 September 2018. Dia mengungkapkan kronologis yang terjadi dalam kasus dugaan mark-up biaya perjalanan dinas ini.

Menurut dia, bergulirnya kasus ini diduga karena adanya pihak-pihak tertentu yang ingin menjatuhkannya. Pasalnya, selama ini dia selalu menempatkan dirinya sebagai oposisi pemerintah daerah setempat. “Secara logika, bagaimana mungkin saya bisa korupsi? Uang yang mau dikorupsi itu ada di Eksekutif, saya saja tdk pernah bicara, ketemu dgn bupati dan kadis kadis bagimana mau korupsi?” tulisnya.

“Lalu uang yang ada di DPRD, bagaimana saya bisa korupsi? Jangankan untuk rekan-rekan, untuk diri saya saja tidak pernah saya membuat dan meneken SPPD atau SURAT TUGAS,..membaca surat masuk dan surat keluar saja saya selaku pimpinan DPRD tidak pernah,.bagaimana saya dikatakan korupsi. Atau bahaimana caranya saya korupsi?” sambungnya.

Dia juga menjelaskan terkait pemeriksaan dirinya oleh Polda Sumut. “Sekitar 2 minggu sebelum saya betul betul dipanggil penyidik polda, BS pernah berpidato dalam sebuah acara, RBS, SJT dan JS sdh tersangka di Polda dan akan ada anggota DPRD yg kemudian akan dipenjarakan,” sebutnya.

Selanjutnya pada 13 Juni 2018, dia beserta empat anggota DPRD lainnya mendapat surat panggilan dari Polda. Mereka diminta memenuhi panggilan di Polda pada 22 Juni 2018. “Tepatnya hari pertama masuk kerja sehabis lebaran, jadwal pemeriksaan. Karena masih suasana lebaran, dan saya belum baca suratnya akhirnya saya SMS penyidik minta diundur,” ungkapnya.

Meski dia telah meminta jadwal diundur, namun pada 23 Juni, datang surat panggilan kedua dibarengi dengan kehadiran personel Polda ke rumahnya. “Semacam mau ditangkap paksa gitu perasaan kami,” sebutnya.

Akhirnya, dia memenuhi panggilan penyidik Polda Sumut. Tiga kali dia diperiksa sebagai saksi. “Kata penyidik, ada LAPRAN POLISI yang dilakukan Warga Tapteng, tapi tidak mau menyebutkan nama atau nama LSM-nya. Lalu saya diperlihatkan semua dokumen laporan keuangan DPRD yang mungkin BB si pelapor. Lalu ditanya proses perjalanan dinas. Perjalan dinas itu dimulai dari agenda tahunan DPRD yang sudah diparipurnakan, tinggal tiba waktunya dilaksanakan, baik itu Bintek, Kunker, dan konsultasi,” jelasnya.

Dia mengaku, penyidik sempat menanyakan, mengapa perjalanan dinas yang dilakukannya paling sedikit. “Apa sebabnya ini Pak? Saya jawab, karena saya oposisi dan dimusuhi oleh ketua dan anggota DPRD sehingga namanya saya selalu dicoret adapun yg gak dicoret itu krn perjlanan wajib dan harus dilakukan untuk menambah ilmu seperti Bintek. Ke Bali, Manado, Raja Ampat dan Batam, saya tidak diikutkan alias dicoret Pak BS selaku ketua. Itu menurut sekwan, sehingg saya pernah menulis dan melayangkan surat protes sebanyak 2 kali berdasarkan saran dari ahli hukum di DPRD,” jelasnya lagi.

Sementara berdasarkan penelusuran Sumut Pos, Awaluddin Rao pernah mengklarifikasi kasus ini di akun media sosial miliknya tertanggal 22 September 2018. Dia mengungkapkan kronologis yang terjadi dalam kasus dugaan mark-up biaya perjalanan dinas ini.

Menurut dia, bergulirnya kasus ini diduga karena adanya pihak-pihak tertentu yang ingin menjatuhkannya. Pasalnya, selama ini dia selalu menempatkan dirinya sebagai oposisi pemerintah daerah setempat. “Secara logika, bagaimana mungkin saya bisa korupsi? Uang yang mau dikorupsi itu ada di Eksekutif, saya saja tdk pernah bicara, ketemu dgn bupati dan kadis kadis bagimana mau korupsi?” tulisnya.

“Lalu uang yang ada di DPRD, bagaimana saya bisa korupsi? Jangankan untuk rekan-rekan, untuk diri saya saja tidak pernah saya membuat dan meneken SPPD atau SURAT TUGAS,..membaca surat masuk dan surat keluar saja saya selaku pimpinan DPRD tidak pernah,.bagaimana saya dikatakan korupsi. Atau bahaimana caranya saya korupsi?” sambungnya.

Dia juga menjelaskan terkait pemeriksaan dirinya oleh Polda Sumut. “Sekitar 2 minggu sebelum saya betul betul dipanggil penyidik polda, BS pernah berpidato dalam sebuah acara, RBS, SJT dan JS sdh tersangka di Polda dan akan ada anggota DPRD yg kemudian akan dipenjarakan,” sebutnya.

Selanjutnya pada 13 Juni 2018, dia beserta empat anggota DPRD lainnya mendapat surat panggilan dari Polda. Mereka diminta memenuhi panggilan di Polda pada 22 Juni 2018. “Tepatnya hari pertama masuk kerja sehabis lebaran, jadwal pemeriksaan. Karena masih suasana lebaran, dan saya belum baca suratnya akhirnya saya SMS penyidik minta diundur,” ungkapnya.

Meski dia telah meminta jadwal diundur, namun pada 23 Juni, datang surat panggilan kedua dibarengi dengan kehadiran personel Polda ke rumahnya. “Semacam mau ditangkap paksa gitu perasaan kami,” sebutnya.

Akhirnya, dia memenuhi panggilan penyidik Polda Sumut. Tiga kali dia diperiksa sebagai saksi. “Kata penyidik, ada LAPRAN POLISI yang dilakukan Warga Tapteng, tapi tidak mau menyebutkan nama atau nama LSM-nya. Lalu saya diperlihatkan semua dokumen laporan keuangan DPRD yang mungkin BB si pelapor. Lalu ditanya proses perjalanan dinas. Perjalan dinas itu dimulai dari agenda tahunan DPRD yang sudah diparipurnakan, tinggal tiba waktunya dilaksanakan, baik itu Bintek, Kunker, dan konsultasi,” jelasnya.

Dia mengaku, penyidik sempat menanyakan, mengapa perjalanan dinas yang dilakukannya paling sedikit. “Apa sebabnya ini Pak? Saya jawab, karena saya oposisi dan dimusuhi oleh ketua dan anggota DPRD sehingga namanya saya selalu dicoret adapun yg gak dicoret itu krn perjlanan wajib dan harus dilakukan untuk menambah ilmu seperti Bintek. Ke Bali, Manado, Raja Ampat dan Batam, saya tidak diikutkan alias dicoret Pak BS selaku ketua. Itu menurut sekwan, sehingg saya pernah menulis dan melayangkan surat protes sebanyak 2 kali berdasarkan saran dari ahli hukum di DPRD,” jelasnya lagi.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/