25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Pemda Kurang Serius Lawan Korupsi

GUSMAN/SUMUT POS
Korupsi: Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI), Akhmad Khoirul Umam, saat merilis hasil survei “Potret Anti Korupsi Sumatera Utara: Hasil Survei Opini Publik dan Pelaku Usaha di Sektor Infrastruktur, Perizinan, dan Kepabeanan” di Medan, Rabu (6/2).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mayoritas masyarakat Sumatera Utara (Sumut) menilai pemerintahan daerah (Pemda) kurang serius dalam memberantas dan melawan korupsi. Sebab, masyarakat berpendapat tingkat korupsi selama dua tahun terakhir terjadi peningkatan mencapai 54 persen, dibandingkan pada 2016 diangka 43 persen.

Hal itu disampaikan peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI), Akhmad Khoirul Umam, PhD, saat merilis hasil survei di wilayah Sumatera Utara yang bertajuk ‘Potret Anti Korupsi Sumatera Utara: Hasil Survei Opini Publik dan Pelaku Usaha di Sektor Infrastruktur, Perizinan, dan Kepabeanan’ yang digelar Serikat Advokasi untuk Hak Dasar Rakyat (SaHdar), di Medan, Rabu (6/2).

“Persepsi warga Sumatera Utara ini relatif sama dengan persepsi publik di tingkat nasional. Menurut 70 persen masyarakat Sumut, pemerintah pusat serius melawan korupsi. Sementara pemerintah daerah lebih rendah keseriusannya yakni pemerintah provinsi (51 persen) dan pemerintah kabupaten/kota (47 persen),” ungkapnya.

Survei ini, lanjutnya, berdasarkan dari 380 responden berusia 19 tahun atau lebih yang dipilih secara acak menggunakan metode multistage random sampling.

“Survei juga dilakukan terhadap pelaku usaha yang berpengalaman berhubungan dengan pemerintah pada tiga sektor, yakni infrastruktur, perizinan, dan kepabeanan,” sebutnya.

Ia menjelaskan dari hasil survei itu, kinerja pemerintah dinilai warga Sumut semakin baik terutama dalam membangun infrastruktur, seperti jalan raya dan pembangkit listrik, dan mengusahakan keterjangkauan pelayanan kesehatan. Tetapi, dalam pencegahan dan penegakan hukum terhadap pelaku korupsi masih kurang sehingga perlu ditingkatkan.

Akhmad menambahkan, masyarakat di Sumatera Utara memang tidak pernah menyaksikan korupsi atau suap. Padahal, masyarakat cukup berpengalaman berhubungan dengan pegawai pemerintah dalam berbagai layanan publik. Hubungan itu dari terlibat pungli dan gratifikasi dengan derajat yang bervariasi.

“Praktiknya masyarakat pernah memberikan sesuatu kepada pegawai pemerintah karena paksaan atau memang ingin urusannya cepat diproses. Hasil survei, paling banyak terjadi untuk mengurus kelengkapan administrasi penduduk, memproleh layanan kesehatan, sekolah negeri dan lainnya,” kata Akhmad.

Sementara probabilitas warga secara proaktif memberi suap tanpa diminta paling banyak ketika mencari kerja di lembaga pemerintah, mengurus kelengkapan administrasi, dan berurusan dengan polisi. Baik karena diminta maupun tidak, lebih banyak warga yang memberi uang karena alasan kecepatan pelayanan. Namun, ketika memberi tanpa diminta, cukup banyak pula yang beralasan untuk memberi sedekah kepada petugas dan karena sudah terbiasa.

Ia menuturkan untuk pelaku usaha menilai sangat mudah berhubungan kerja dengan aparatur negara dan masih percaya aparat bisa membantu mereka menyelesaikan masalah dan aparat bekerja sesuai prosedur.

Akan tetapi, ada sebagian pelaku usaha melihat bahwa aparat bekerja setengah hati dan tidak responsif dalam membantu pebisnis. Pemberian uang atau hadiah di luar ketentuan resmi untuk aparatur negara dinilai sangat sering. Alasan utamanya untuk menyelesaikan urusan dengan cepat.

“Di antara berbagai bentuk penyimpangan, memberi uang kepada aparat untuk melancarkan urusan lebih banyak dilakukan (42 persen). Tujuan pemberian tersebut adalah untuk memenangkan tender dan mempermudah perizinan,” ungkapnya.

Pada kegiatan itu, hasil rilis LSI ditanggapi Inspektur Inspektorat Provinsi Sumut, OK Henry, perwakilan Apindo, Cahyo Pramono, Sahdar, TR Arif Faisal.

OK Henry menuturkan pihaknya telah bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengambil langkah-langkah menerapkan pencegahan terjadinya korupsi. “Salah satu caranya dengan menerapkan sistem terpadu satu pintu (PTSP) di setiap pelayanan publik,” tandasnya. (man/han)

GUSMAN/SUMUT POS
Korupsi: Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI), Akhmad Khoirul Umam, saat merilis hasil survei “Potret Anti Korupsi Sumatera Utara: Hasil Survei Opini Publik dan Pelaku Usaha di Sektor Infrastruktur, Perizinan, dan Kepabeanan” di Medan, Rabu (6/2).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mayoritas masyarakat Sumatera Utara (Sumut) menilai pemerintahan daerah (Pemda) kurang serius dalam memberantas dan melawan korupsi. Sebab, masyarakat berpendapat tingkat korupsi selama dua tahun terakhir terjadi peningkatan mencapai 54 persen, dibandingkan pada 2016 diangka 43 persen.

Hal itu disampaikan peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI), Akhmad Khoirul Umam, PhD, saat merilis hasil survei di wilayah Sumatera Utara yang bertajuk ‘Potret Anti Korupsi Sumatera Utara: Hasil Survei Opini Publik dan Pelaku Usaha di Sektor Infrastruktur, Perizinan, dan Kepabeanan’ yang digelar Serikat Advokasi untuk Hak Dasar Rakyat (SaHdar), di Medan, Rabu (6/2).

“Persepsi warga Sumatera Utara ini relatif sama dengan persepsi publik di tingkat nasional. Menurut 70 persen masyarakat Sumut, pemerintah pusat serius melawan korupsi. Sementara pemerintah daerah lebih rendah keseriusannya yakni pemerintah provinsi (51 persen) dan pemerintah kabupaten/kota (47 persen),” ungkapnya.

Survei ini, lanjutnya, berdasarkan dari 380 responden berusia 19 tahun atau lebih yang dipilih secara acak menggunakan metode multistage random sampling.

“Survei juga dilakukan terhadap pelaku usaha yang berpengalaman berhubungan dengan pemerintah pada tiga sektor, yakni infrastruktur, perizinan, dan kepabeanan,” sebutnya.

Ia menjelaskan dari hasil survei itu, kinerja pemerintah dinilai warga Sumut semakin baik terutama dalam membangun infrastruktur, seperti jalan raya dan pembangkit listrik, dan mengusahakan keterjangkauan pelayanan kesehatan. Tetapi, dalam pencegahan dan penegakan hukum terhadap pelaku korupsi masih kurang sehingga perlu ditingkatkan.

Akhmad menambahkan, masyarakat di Sumatera Utara memang tidak pernah menyaksikan korupsi atau suap. Padahal, masyarakat cukup berpengalaman berhubungan dengan pegawai pemerintah dalam berbagai layanan publik. Hubungan itu dari terlibat pungli dan gratifikasi dengan derajat yang bervariasi.

“Praktiknya masyarakat pernah memberikan sesuatu kepada pegawai pemerintah karena paksaan atau memang ingin urusannya cepat diproses. Hasil survei, paling banyak terjadi untuk mengurus kelengkapan administrasi penduduk, memproleh layanan kesehatan, sekolah negeri dan lainnya,” kata Akhmad.

Sementara probabilitas warga secara proaktif memberi suap tanpa diminta paling banyak ketika mencari kerja di lembaga pemerintah, mengurus kelengkapan administrasi, dan berurusan dengan polisi. Baik karena diminta maupun tidak, lebih banyak warga yang memberi uang karena alasan kecepatan pelayanan. Namun, ketika memberi tanpa diminta, cukup banyak pula yang beralasan untuk memberi sedekah kepada petugas dan karena sudah terbiasa.

Ia menuturkan untuk pelaku usaha menilai sangat mudah berhubungan kerja dengan aparatur negara dan masih percaya aparat bisa membantu mereka menyelesaikan masalah dan aparat bekerja sesuai prosedur.

Akan tetapi, ada sebagian pelaku usaha melihat bahwa aparat bekerja setengah hati dan tidak responsif dalam membantu pebisnis. Pemberian uang atau hadiah di luar ketentuan resmi untuk aparatur negara dinilai sangat sering. Alasan utamanya untuk menyelesaikan urusan dengan cepat.

“Di antara berbagai bentuk penyimpangan, memberi uang kepada aparat untuk melancarkan urusan lebih banyak dilakukan (42 persen). Tujuan pemberian tersebut adalah untuk memenangkan tender dan mempermudah perizinan,” ungkapnya.

Pada kegiatan itu, hasil rilis LSI ditanggapi Inspektur Inspektorat Provinsi Sumut, OK Henry, perwakilan Apindo, Cahyo Pramono, Sahdar, TR Arif Faisal.

OK Henry menuturkan pihaknya telah bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengambil langkah-langkah menerapkan pencegahan terjadinya korupsi. “Salah satu caranya dengan menerapkan sistem terpadu satu pintu (PTSP) di setiap pelayanan publik,” tandasnya. (man/han)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/