SUMUTPOS.CO – Berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), paten memiliki makna, hak yang diberikan pemerintah kepada seseorang atas suatu penemuan untuk digunakan sendiri, dan melindunginya dari peniruan.
Tapi, Panitia Khusus (Pansus) Laporan Ketengan Pertanggungjawaban (LKPj) Gubernur Tahun Anggaran 2016 menilai, jargon Sumut Paten berbau politis. Selain itu tagline Paten juga tidak ada di dalam Peraturan Daerah (Perda) No 5/2014, tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Pasca dibacakannya laporan Pansus LKPj Gubernur Tahun Anggaran 2016, tagline Sumut Paten menjadi perbincangan banyak kalangan. Masyarakat awam pun turut membicarakan jargon tersebut, khususnya di media sosial.
Mayoritas fraksi di DPRD Sumut menganggap, Paten merupakan singkatan dari Pak Tengku Erry Nuradi. Jargon itu pun diyakini bakal dijadikan tagline Erry saat berkampanye pada pemilihan gubernur Sumut (Pilgubsu) 2018 mendatang. Bahkan, Fraksi PKS menjadi penggagas digulirkannya hak angket, soal slogan Sumut Paten.
Tidak akan ada habisnya membahas kata Paten, apalagi ketika kata itu dikaitkan dengan momen Pilgubsu 2018. Hal baik pun ketika dibawa ke ranah politik, bisa ‘digoreng’, sampai akhirnya berubah menjadi tidak baik.
Terlepas dari itu semua, harus diakui, pengelolaan keuangan daerah lebih paten sejak 11 Agustus 2015 lalu, atau ketika Erry diangkat menjadi pelaksana tugas (Plt) Gubernur Sumut menggantikan posisi Gatot Pujo Nugroho, yang tersangkut masalah hukum.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut punya catatan buruk dalam mengelola keuangan sejak 2011. Sejak saat itu, Pemprov Sumut selalu menunda pembayaran dana bagi hasil (DBH) ke kabupaten/kota. Padahal, DBH itu sangat diperlukan oleh kabupaten/kota untuk menjalankan pembangunan.
Berdasarkan catatan Sumut Pos, utang DBH Pemprov Sumut mencapai Rp2,3 triliun. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumut, merekomendasikan agar Pemprov Sumut mulai mencicil utang DBH, saat menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
Akibat adanya penundaan pembayaran utang DBH, Pemerintah Kota (Pemko) Medan sempat tidak mampu membayar tagihan pekerjaan yang telah diselesaikan pihak ketiga sebesar Rp150 miliar di 2013 lalu. Tagihan Rp150 miliar itu, baru bisa dibayarkan pada tahun berikutnya.
Kondisi terlilit utang ini, secara otomatis membuat Erry terpaksa mengencangkan ikat pinggang. Anggaran belanja langsung pun dipangkas demi melunasi utang, Bantuan Keuangan Provinsi (BKP) dan penyaluran dana bantuan sosial (Bansos) juga sempat dihentikan untuk membayar utang.