28 C
Medan
Tuesday, April 22, 2025

Mulai Mencicil Utang, hingga Alokasikan Dana Pokir Rp300 Miliar

Dengan tangan dingin mantan Bupati Kabupaten Serdangbedagai itu, utang Rp2,3 triliun pun akhirnya berhasil dilunasi. Tidak berlebihan juga ketika memberikan perdikat paten kepada Pemprov Sumut dari sisi pengelolaan keuangan.

Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov Sumut, H Hasban Ritonga mengatakan, setiap pembahasan anggaran bersama dewan, pasti akan melalui perdebatan panjang.

Sebab, dewan akan meminta Pemprov Sumut mengalokasikan anggaran berdasarkan hasil reses ataupun pokok-pokok pikiran (pokir).

“Perdebatan memang selalu ada, kami paham keinginan dewan yang mewakili pemilihnya berdasarkan daerah pemilihan (dapil),” kata Hasban.

Hasban juga mengatakan, karena proses penghematan anggaran akibat adanya utang DBH ke kabupaten/kota, sudah terjadi sejak 2011. Maka pihak legislatif mulai memaklumi jika pokir atau hasil reses mereka belum diakomodir.

Hasban kembali menekankan, hasil reses dan pokir DPRD tidak akan mungkin bisa diakomodir pada satu tahun anggaran. “Ada beberapa pertimbangan ketika melihat usulan dewan. Pertama, melihat kondisi kemampuan keuangan daerah. Kedua, usulan atau pokir yang disampaikan dibuat skala prioritas terlebih dulu. Ketiga, tentu sesuai kewenangan. Memang tidak bisa usulan diakomodir hanya dalam satu tahun anggaran,” jelasnya.

Setelah melalui tahapan yang panjang, lanjutnya, akhirnya utang DBH Rp2,3 triliun ke kabupaten/kota terselesaikan. Secara otomatis, kondisi keuangan Pemprov Sumut menjadi lebih paten, khususnya pasca setahun kepemimpinan Erry. “Kebijakan Pak Gubernur, yakni DBH ke kabupaten/kota di tahun berjalan, tidak lagi disalurkan per triwulan. Namun dibayarkan setiap bulan. Tahun ini, kami sudah mampu melakukan itu,” beber Hasban.

Erry menyebutkan, dengan terselesaikannya utang DBH ke kabupaten/kota, membuat keuangan Pemprov Sumut jadi lebih paten. Bahkan, ia telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp300 miliar di dalam APBD 2017, untuk mengakomodir hasil reses ataupun pokir anggota dewan. “Mengakomodir pokir ataupun hasil reses, memang ada kok di RPJMD. Tapi, memang baru bisa direalisasikan tahun ini. Ada sekitar Rp300 miliar yang dialokasikan,” ungkapnya.

Secara fungsi, lanjut Erry, lembaga legislatif memiliki fungsi budgeting (penganggaran). Sehingga, mereka berhak mengusulkannya. “Rp300 miliar itu lah dibagi dengan jumlah dewan secara keseluruhan. Tapi, mereka hanya sebatas mengusulkan, kegiatan tetap dilakukan oleh SKPD terkait,” katanya.

Alokasi dana pokir sebesar Rp300 miliar, sambungnya, diambil dari selisih lebih penggunaan anggaran (Silpa) 2016, yang berjumlah Rp700 miliar. “Semoga pembangunan lebih paten ke depannya,” harap Erry.

Anggota Banggar DPRD, Zulfikar menyebutkan, dari awal periode hasil reses dewan memang belum mampu diakomodir Pemprov Sumut. “Sebenarnya kami memaklumi kalau hasil reses tidak diakomodir, karena kondisi keuangan sedang tidak sehat. Ada tunggakan utang DBH ke kabupaten/kota,” katanya.

Dengan tangan dingin mantan Bupati Kabupaten Serdangbedagai itu, utang Rp2,3 triliun pun akhirnya berhasil dilunasi. Tidak berlebihan juga ketika memberikan perdikat paten kepada Pemprov Sumut dari sisi pengelolaan keuangan.

Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov Sumut, H Hasban Ritonga mengatakan, setiap pembahasan anggaran bersama dewan, pasti akan melalui perdebatan panjang.

Sebab, dewan akan meminta Pemprov Sumut mengalokasikan anggaran berdasarkan hasil reses ataupun pokok-pokok pikiran (pokir).

“Perdebatan memang selalu ada, kami paham keinginan dewan yang mewakili pemilihnya berdasarkan daerah pemilihan (dapil),” kata Hasban.

Hasban juga mengatakan, karena proses penghematan anggaran akibat adanya utang DBH ke kabupaten/kota, sudah terjadi sejak 2011. Maka pihak legislatif mulai memaklumi jika pokir atau hasil reses mereka belum diakomodir.

Hasban kembali menekankan, hasil reses dan pokir DPRD tidak akan mungkin bisa diakomodir pada satu tahun anggaran. “Ada beberapa pertimbangan ketika melihat usulan dewan. Pertama, melihat kondisi kemampuan keuangan daerah. Kedua, usulan atau pokir yang disampaikan dibuat skala prioritas terlebih dulu. Ketiga, tentu sesuai kewenangan. Memang tidak bisa usulan diakomodir hanya dalam satu tahun anggaran,” jelasnya.

Setelah melalui tahapan yang panjang, lanjutnya, akhirnya utang DBH Rp2,3 triliun ke kabupaten/kota terselesaikan. Secara otomatis, kondisi keuangan Pemprov Sumut menjadi lebih paten, khususnya pasca setahun kepemimpinan Erry. “Kebijakan Pak Gubernur, yakni DBH ke kabupaten/kota di tahun berjalan, tidak lagi disalurkan per triwulan. Namun dibayarkan setiap bulan. Tahun ini, kami sudah mampu melakukan itu,” beber Hasban.

Erry menyebutkan, dengan terselesaikannya utang DBH ke kabupaten/kota, membuat keuangan Pemprov Sumut jadi lebih paten. Bahkan, ia telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp300 miliar di dalam APBD 2017, untuk mengakomodir hasil reses ataupun pokir anggota dewan. “Mengakomodir pokir ataupun hasil reses, memang ada kok di RPJMD. Tapi, memang baru bisa direalisasikan tahun ini. Ada sekitar Rp300 miliar yang dialokasikan,” ungkapnya.

Secara fungsi, lanjut Erry, lembaga legislatif memiliki fungsi budgeting (penganggaran). Sehingga, mereka berhak mengusulkannya. “Rp300 miliar itu lah dibagi dengan jumlah dewan secara keseluruhan. Tapi, mereka hanya sebatas mengusulkan, kegiatan tetap dilakukan oleh SKPD terkait,” katanya.

Alokasi dana pokir sebesar Rp300 miliar, sambungnya, diambil dari selisih lebih penggunaan anggaran (Silpa) 2016, yang berjumlah Rp700 miliar. “Semoga pembangunan lebih paten ke depannya,” harap Erry.

Anggota Banggar DPRD, Zulfikar menyebutkan, dari awal periode hasil reses dewan memang belum mampu diakomodir Pemprov Sumut. “Sebenarnya kami memaklumi kalau hasil reses tidak diakomodir, karena kondisi keuangan sedang tidak sehat. Ada tunggakan utang DBH ke kabupaten/kota,” katanya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru