29.3 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Petani Karo Menjerit

Foto: Solideo/Sumut Pos
Tanaman cabai petani karo yang dibiarkan membusuk di pohon akibat anjloknya harga cabai.

KARO, SUMUTPOS.CO -Harga sayur-mayur, khususnya cabai, masih berada di bawah titik termurah di Kabupaten Karo. Kondisi ini membuat perekonomian petani makin seret. Mirisnya, pemkab dan DPRD yang diharapkan dapat mencarikan solusi atas masalah ini, juga terkesan cuek, dan tak melakukan upaya apapun untuk mengatasinya.

Ironisnya, Ketua DPRD Karo Nora Else, yang dihubungi Sumut Pos, juga enggan berkomentar.

“Saya lagi mengemudi ini. SMS saja ya,” elak Nora.

Namun saat dikonfirmasi via pesan singkat, mengenai upaya apa yang akan mereka tempuh untuk mengatasi persoalan petani saat ini, Nora justru tak kunjung merespon, seolah tak peduli dengan penderitaan rakyat yang diwakilinya.

Sementara Kepala Dinas Pertanian Karo Sarjana Purba, yang dihubungi melalui telepon selular, juga terkesan ‘buang badan’. “Tupoksi kami hanya sekadar bagaimana memikirkan masalah produksi. Soal harga itu adalah masalah ekonomi makro,” katanya.

Meski ikut prihatin dan sedih atas kondisi petani saat ini, namun Sarjana mengaku, tak bisa bebuat banyak, dengan dalih pihaknya hanya bertugas untuk meningkatkan produksi petani. “Kami hanya bertugas meningkatkan produksi hasil pertanian, sekaligus memperbaiki kualitas, agar hasil pertanian diterima pasar. Kalau soal harga itu sudah menyangkit ekonomi makro,” imbuhnya.

Lalu apa solusi yang akan mereka lakukan untuk mengatasi keluhan ini, Sarjana mengaku, akan mengatur pola tanam melalui kelompok-kelompok tani yang telah mereka bentuk di desa desa. “Kami sudah mengimbau para kelompok tani untuk mengatur pola tanam, jangan serentak melakukan penanaman. Kami juga berencana mengembangkan tanaman lain. Kami mengimbau petani belajar menanam rempah-rempah yang harganya tetap stabil,” bebernya.

Seperti diketahui, harga sayur-mayur di Karo kian hari makin terjun bebas. Hal ini menyebabkan para petani di ‘Bumi Turang’ semakin terjepit. Kenyataan pahit ini diperparah lagi oleh mahalnya pupuk dan obat-obatan. Padahal saat ini warga sangat membutuhkan dana untuk biaya masuk sekolah.

Jika harga tak stabil, warga Karo yang 80 persen penduduknya bekerja sebagai petani itu, dipastikan mengalami kebangkrutan, hingga tak punya modal lagi untuk bercocok tanam. Keadaan terparah dirasakan para petani cabai, baik merah, rawit, maupun hijau. Betapa tidak, dari 4 bulan lalu hingga kini, harga cabai tak sepedas rasanya. Di tingkat pengepul, petani hanya bisa menjual cabai merah di kisaran Rp3 ribu per kilogram, dan Rp4 ribu untuk cabai hijau, serta Rp8 ribu untuk cabai rawit.

Foto: Solideo/Sumut Pos
Tanaman cabai petani karo yang dibiarkan membusuk di pohon akibat anjloknya harga cabai.

KARO, SUMUTPOS.CO -Harga sayur-mayur, khususnya cabai, masih berada di bawah titik termurah di Kabupaten Karo. Kondisi ini membuat perekonomian petani makin seret. Mirisnya, pemkab dan DPRD yang diharapkan dapat mencarikan solusi atas masalah ini, juga terkesan cuek, dan tak melakukan upaya apapun untuk mengatasinya.

Ironisnya, Ketua DPRD Karo Nora Else, yang dihubungi Sumut Pos, juga enggan berkomentar.

“Saya lagi mengemudi ini. SMS saja ya,” elak Nora.

Namun saat dikonfirmasi via pesan singkat, mengenai upaya apa yang akan mereka tempuh untuk mengatasi persoalan petani saat ini, Nora justru tak kunjung merespon, seolah tak peduli dengan penderitaan rakyat yang diwakilinya.

Sementara Kepala Dinas Pertanian Karo Sarjana Purba, yang dihubungi melalui telepon selular, juga terkesan ‘buang badan’. “Tupoksi kami hanya sekadar bagaimana memikirkan masalah produksi. Soal harga itu adalah masalah ekonomi makro,” katanya.

Meski ikut prihatin dan sedih atas kondisi petani saat ini, namun Sarjana mengaku, tak bisa bebuat banyak, dengan dalih pihaknya hanya bertugas untuk meningkatkan produksi petani. “Kami hanya bertugas meningkatkan produksi hasil pertanian, sekaligus memperbaiki kualitas, agar hasil pertanian diterima pasar. Kalau soal harga itu sudah menyangkit ekonomi makro,” imbuhnya.

Lalu apa solusi yang akan mereka lakukan untuk mengatasi keluhan ini, Sarjana mengaku, akan mengatur pola tanam melalui kelompok-kelompok tani yang telah mereka bentuk di desa desa. “Kami sudah mengimbau para kelompok tani untuk mengatur pola tanam, jangan serentak melakukan penanaman. Kami juga berencana mengembangkan tanaman lain. Kami mengimbau petani belajar menanam rempah-rempah yang harganya tetap stabil,” bebernya.

Seperti diketahui, harga sayur-mayur di Karo kian hari makin terjun bebas. Hal ini menyebabkan para petani di ‘Bumi Turang’ semakin terjepit. Kenyataan pahit ini diperparah lagi oleh mahalnya pupuk dan obat-obatan. Padahal saat ini warga sangat membutuhkan dana untuk biaya masuk sekolah.

Jika harga tak stabil, warga Karo yang 80 persen penduduknya bekerja sebagai petani itu, dipastikan mengalami kebangkrutan, hingga tak punya modal lagi untuk bercocok tanam. Keadaan terparah dirasakan para petani cabai, baik merah, rawit, maupun hijau. Betapa tidak, dari 4 bulan lalu hingga kini, harga cabai tak sepedas rasanya. Di tingkat pengepul, petani hanya bisa menjual cabai merah di kisaran Rp3 ribu per kilogram, dan Rp4 ribu untuk cabai hijau, serta Rp8 ribu untuk cabai rawit.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/