25.6 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Sawit dan Karet Penggarap Ditebangi

BAMBANG/sumut pos
TEBANGI:Kepala Balai Penegakan Hukum Kementerian LHK Sumut, Edwart Sembiring menebangi sawit penggarap.

LANGKAT,SUMUTPOS.CO -Kementerian Lingkungan Hidup menebangi pohon kelapa sawit dan pohon karet milik para penggarap yang ditanami di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, persisnya di Desa Sekoci, Kecamatan Besitang dan Desa Timbanglawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Jumat (7/9).

Kepala Balai Penegakan Hukum Kementerian LHK Wilayah Sumut, Edwart Sembiring melakukan penindakan dan penertiban kelapa sawit dan karet yang tidak sesuai aturan. Penertiban dilakukan dengan cara memotong dan menebang pohon-pohon milik penggarap liar.

“Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan penertiban tanaman kelapa sawit dan karet liar di Taman Nasional Gunung Leuser. Penertiban dilakukan dengan, menebang dan menumbangkan tanaman milik penggarap liar,” katanya.

Kali ini, ada 630 pohon yang ditanam di atas lahan 7 hektare secara liar tersebut ditebangi.

“Di Desa Sekoci jumlah pohon sawit dipotong ada 230 batang dari luasan lahan sekitar dua hektare. Sedangkan di Bahorok ada 400 pohon karet yang ditumbangkan dengan luas lahan mencapai lima hektare. Pohon kelapa sawit yang dipotong berusia tiga hingga lima tahun,”ujarnya.

Para petani penggarap tak bisa berbuat apa-apa. Mereka secara sukarela menyerahkan dan membiarkan tanamannya dihancurkan oleh petugas Balai TNGL.

Edwart Sembiring mengatakan, para penggarap akan diberikan hak kerja sama pengelolahan hutan penyangga di sekitar TNGL. Dimana para petani maupun penggarap harus memenuhi syarat menanam tanaman hutan, seperti durian, jengkol, mahoni, buah-bahan yang berkayu besar.

“Mereka tetap akan diberikan hak kerja sama itu. Dengan kerja sama ini diharapkan para petani dan penggarap dapat dan bisa sama-sama menjaga hutan,” pungkasnya.

Diketahui hutan Langkat terjadi eksploitasi dirambah menjadi tanaman sawit. Terutama kondisi kawasan hutan Mangrove di Kabupaten Langkat tergolong kritis dan memprihatinkan. Tepat pada hari Mangrove sedunia 26 Juli 2018, 80 persen hutan Mangrove telah memasang rusak tak dirawat, dirambah secara ilegal dan rata-rata dialihfungsikan jadi perkebunan sawit di Langkat.

Ketua Komunitas Rumah Bahari, Azhar Kasim yang bergerak sebagai pegiat Mangrove menjelaskan, kondisi hutan Mangrove luasan di Langkat kerusakan pesisir timur itu 80 persen rusak. Temuannya di beberapa lokasi, Mangrove dieksploitasi paksa oleh pengusaha-pengusaha, bahkan ada yang memakai nama oknum-oknum di pemerintahan dan organisasi kemasyarakatan.

Dijelaskannya, bahwa saat ini kawasan hutan Mangrove ada di sembilan Kecamatan, mulai dari jalur Sicanggang sampai Pematangjaya. Selama ini pemerintah terkesan membiarkan eksploitasi secara ilegal, tanpa penindakan secara hukum. Bahkan disinyalir ada oknum Dinas Kehutanan ikut memudahkan perambahan ilegal.

“Caranya pakai SK camat, macam-macam lah. Masalahnya penegakan hukum Dinas Kehutanan, gak jelas, karena oknum pengusaha mengklaim itu tanah dia. Penertiban bukan solusi penyelamatan hutan yang sudah dialihfungsikan. Pemkab sekadar buang-buang uang negara,” pungkasnya.(bam/han)

BAMBANG/sumut pos
TEBANGI:Kepala Balai Penegakan Hukum Kementerian LHK Sumut, Edwart Sembiring menebangi sawit penggarap.

LANGKAT,SUMUTPOS.CO -Kementerian Lingkungan Hidup menebangi pohon kelapa sawit dan pohon karet milik para penggarap yang ditanami di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, persisnya di Desa Sekoci, Kecamatan Besitang dan Desa Timbanglawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Jumat (7/9).

Kepala Balai Penegakan Hukum Kementerian LHK Wilayah Sumut, Edwart Sembiring melakukan penindakan dan penertiban kelapa sawit dan karet yang tidak sesuai aturan. Penertiban dilakukan dengan cara memotong dan menebang pohon-pohon milik penggarap liar.

“Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan penertiban tanaman kelapa sawit dan karet liar di Taman Nasional Gunung Leuser. Penertiban dilakukan dengan, menebang dan menumbangkan tanaman milik penggarap liar,” katanya.

Kali ini, ada 630 pohon yang ditanam di atas lahan 7 hektare secara liar tersebut ditebangi.

“Di Desa Sekoci jumlah pohon sawit dipotong ada 230 batang dari luasan lahan sekitar dua hektare. Sedangkan di Bahorok ada 400 pohon karet yang ditumbangkan dengan luas lahan mencapai lima hektare. Pohon kelapa sawit yang dipotong berusia tiga hingga lima tahun,”ujarnya.

Para petani penggarap tak bisa berbuat apa-apa. Mereka secara sukarela menyerahkan dan membiarkan tanamannya dihancurkan oleh petugas Balai TNGL.

Edwart Sembiring mengatakan, para penggarap akan diberikan hak kerja sama pengelolahan hutan penyangga di sekitar TNGL. Dimana para petani maupun penggarap harus memenuhi syarat menanam tanaman hutan, seperti durian, jengkol, mahoni, buah-bahan yang berkayu besar.

“Mereka tetap akan diberikan hak kerja sama itu. Dengan kerja sama ini diharapkan para petani dan penggarap dapat dan bisa sama-sama menjaga hutan,” pungkasnya.

Diketahui hutan Langkat terjadi eksploitasi dirambah menjadi tanaman sawit. Terutama kondisi kawasan hutan Mangrove di Kabupaten Langkat tergolong kritis dan memprihatinkan. Tepat pada hari Mangrove sedunia 26 Juli 2018, 80 persen hutan Mangrove telah memasang rusak tak dirawat, dirambah secara ilegal dan rata-rata dialihfungsikan jadi perkebunan sawit di Langkat.

Ketua Komunitas Rumah Bahari, Azhar Kasim yang bergerak sebagai pegiat Mangrove menjelaskan, kondisi hutan Mangrove luasan di Langkat kerusakan pesisir timur itu 80 persen rusak. Temuannya di beberapa lokasi, Mangrove dieksploitasi paksa oleh pengusaha-pengusaha, bahkan ada yang memakai nama oknum-oknum di pemerintahan dan organisasi kemasyarakatan.

Dijelaskannya, bahwa saat ini kawasan hutan Mangrove ada di sembilan Kecamatan, mulai dari jalur Sicanggang sampai Pematangjaya. Selama ini pemerintah terkesan membiarkan eksploitasi secara ilegal, tanpa penindakan secara hukum. Bahkan disinyalir ada oknum Dinas Kehutanan ikut memudahkan perambahan ilegal.

“Caranya pakai SK camat, macam-macam lah. Masalahnya penegakan hukum Dinas Kehutanan, gak jelas, karena oknum pengusaha mengklaim itu tanah dia. Penertiban bukan solusi penyelamatan hutan yang sudah dialihfungsikan. Pemkab sekadar buang-buang uang negara,” pungkasnya.(bam/han)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/